"Seindah apa pun bulan, kenyataannya ia tak selalu menjadi yang dicintai"~*~
Percayalah, sore itu aku mungkin aku merasa jadi orang paling bingung. Apa benar langkahku yang diambil dengan ragu?
"Gue mau ngomong serius sama Lo,"
Jujur saja, sempat beberapa detik aku terpaku. Dihipnotis kalimat itu. Kalian pasti mengertilah.
"Bantu gue buat bisa masuk OSN,"
Aku hanya bisa menahan tawa setelah sempat bengong beberapa saat. Chandra Si Anak Bandel mau ikut OSN? Ngimpi apa dia.
Chandra hanya bisa menatapku yang menggelengkan kepala sambil meremehkan. Seperti sudah diduganya aku akan merespon begini.
"Mungkin kita gak pernah saling nyaman untuk jadi teman. Tapi nyatanya-"
"Tapi nyatanya apa?"
"Nyatanya kita bisa bertahan selama hampir sepuluh tahun 'barengan'"
"Then?"
"Then it means we are not bad at all,"
Geli rasanya mendengarnya, tapi entah kenapa aku tak bisa tertawa lagi.
"Gue gak ngerasain hal yang sama,"
"Jadi lo terganggu dengan gue?"
Aku hanya diam. Memutuskan untuk tidak membalas pertanyaan konyolnya.
"Kasih alasan kenapa gue harus bantu Lo,"
"Gue bisa bantuin balikin HP Lo,"
Itu bukan alasan. Ia hanya menyelesaikan masalah yang ia buat sendiri. Aku hanya bisa memasang muka tanpa ekspresi, semoga saja ia mengerti.
"Kedua, kalo Lo gak mau bantu gue-"
Cowok itu melirik ke belakang.
"Apa?"
Chandra menatap ke depan dengan senyum penuh kemenangan. Ia berdiri dari tempatnya duduk, mencondongkan diri ke arahku.
"Bantu gue deketin Sinta, atau jangan kaget kalo orang-orang tahu kalo Lo naksir sama Ketos,"
~*~
Apa keputusan yang kuambil salah? Aku jadi mikir seharian kenapa mau nurut sama dia.Mungkin salah satu alasannya bahwa anak bandel kayak makhluk itu biasanya temen-temennya gak jauh-jauh juga spesiesnya. Aku pasti akan merasa gak nyaman banget kalo sampe anak-anak cowok tahu tentang hal-hal kayak gitu.
Hal yang aku khawatirin bukan beralasan males atau gak mau bagi ilmu sama si Chandra. Tapi seperti biasa, apapun yang aku dijalani sama dia, belum pernah yang namanya sukses atau berjalan baik.
"El, temenmu nelpon tuh!"
Mama berteriak dari ruang tamu sambil memegang telepon rumah.
"Halo?"
"El, ini Sinta. Gue turut bersuka cita atas HP lu, ya,"
"Lu nelpon ngeledek gue doang nih?"
"Hehe, enggak kok sayang. Kakak gue mau ngajak jalan-jalan, nih. Ikut yuk,"
"Eh?"
"Mau gak lu?"
"Bukan gitu, beneran gapapa, nih?"
"Kalo gak boleh, gue gak bakal ngajak elu,"
~*~
Aku pikir jalan-jalan akan menjadi jalan ninja keluar dari keterpurukan ini. Dan disinilah aku akhirnya, di dalam mobil berpewangi lavender.
Aku sempet heran sama kejadian ini. Bukannya biasanya Sinta curhat ke aku karena dibully kakaknya?
Kata Sinta, kakaknya kalah main catur tadi sore. Dia berani janji traktir jalan-jalan.
"Sombong doang dia mah, mentang-mentang juara provinsi, belom tau adek dia lulusan Hogwarts,"
Gibahnya saat kakaknya turun ambil pesanannya di mekdi.
Jujur aja, kalo aku liat tampang abangnya, gak bisa kulihat dia seorang pembully handal. Cara bicaranya padaku juga lembut. Beberapa detik aku meragukan cerita Sinta tadi, sampai aku melihatnya menempeleng kepala adiknya yang iseng nyalain radio dengan volume maksimal.
Sekitar jam tujuh, kami nonton Lalaland di bioskop layar tancap. Baru pertama kali aku nonton dari dalam mobil begini. Lumayanlah. Apalagi sambil cemilin kentang goreng.
"Lah, Bang. Mau kemana?"
"Kebelet gue,"
"Haha, rasain lu. Habisin minuman gue,"
Akhirnya kami pun kembali hanya berdua di dalam mobil. Tapi kayaknya Sinta gak berbuah gubahan abangnya lagi.
"HP lu disita karena ada yang nelpon, kan?"
"Hooh,"
"Siapa?"
"Eh, anak kelas sebelah. Chandra,"
"Lah, dia?"
Sinta menunjukan muka terkejut bercampur kesal.
Disini aku mulai was-was, namun tetap berusaha mengorek informasi lebih dalam. Sinta kenal Chandra? Dia kesel sama cowok itu? Karena kalo iya, aku seratus persen yakin yang paling besar kena imbas adalah... Aku. Orang yang harus berusaha comblangin mereka.
"Lu kenal, Sin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HORIZON
Teen FictionAku sering mikir kalo Chandra adalah cowok yang punya cara pemikiran di luar normal, mungkin kali ini aku ketularan dia