Hadirkan Allah

21 9 8
                                    

          Di setiap pertemuan, maka akan selalu ada perkenalan. Maka disini aku bediri, di bawah pohon rindang dengan angin yang cukup kencang memporak-poradakan kerudung yang tengah aku kenakan. Dikelilingi rerumputan yang menjuntai panjang, warnanya hijau, sehijau warna yang aku sukai. Bismillah, perkenalkan namuku Arumi Anatasha Ilham. Gadis yang memiliki tinggi badan 145 cm dengan berat badan 55 kg, cukup mungil memang. Teman-temanku bahkan selalu menggemari perawakan ku yang imut. Banyak di antara mereka ada yang memuji dan menatap iri padaku. "Ya ampun, Rum. Kamu tuh punya body fiks banget sih bagus. Iri aku!"ucap salah satu temanku saat teman-teman sekelas sedang mengobrol. Membicara kan tentang porsi cantik. Aku bingung apa yang perlu di irikan? Menurutku semua orang bagus alami namun penilaian itu bagaimana kita dalam mensyukurinya. Sebagian dari mereka itu selalu saja begitu, mengganggap kadar kecantikan dapat di ukur dengan visual. Padahal rasa iri itu boleh, bila kita menatap orang yang lebih dalam urusan agamanya dan kita merasa iri bukan karna urusan dunianya. Guruku pernah berkata, "Tidak ada iri kecuali kepada dua golongan : laki – laki yang diberi Allah tentang Al – Qur’an dan mengamalkannya sepanjang malam dan laki – laki yang diberi harta oleh Allah dia bershodaqah siang dan malam” ( HR. Bukhori )

          Atas dua kalimah syahadat, aku bersaksi bahwa agama yang ku yakini adalah agama yang sebenar-benarnya agama. Terlahir dari keluarga mengerti tidak menjadikan ku menjadi seorang yang cukup alim, seperti yang di bicarakan khalayak ramai. Aku memang mengerti sekian dari seribu ilmu pengetahuan tentang agama. Tetapi aku tak sepintar dan tak sepaham itu.

           Mataku terpejam merasakan angin yang menerpa wajahku, sayup-sayup ku dengar suara sholawatan yang berkumandang dari masjid yang tak jauh dari rumah ku. Sore hari menjelang waktu ashar, setiap 5 waktu akan selalu ada orang-orang yang mengumandangkan sholawatan untuk menunggu dan mengajak orang-orang mukmin untuk melaksanakan solat berjama'ah di masjid.

Ku helakan nafas lelah, saat pikiran tak tenang kembali masuk menyeruak kedalam ingatan ku. Sebuah perasaan yang ingin ku enyahkan dari hari-hari kemarin. Permasalahan, kesakitan, keegoisan, dan kemunafikan selalu menyeruak seakan tak dapat ku tahan untuk tidak keluar dari sifatku. Astagfirullah istigfar selalu ku rapal kan dalam hati. Aku seakan tak pernah mengerti dengan diriku sendiri. Semuanya seakan berbanding terbalik dengan sesuatu yang berada di dalam diriku. Pernah sekali aku bertanya pada seorang teman ku, tentang mengapa diriku ini? Dan kenapa semuanya bisa menjadi seperti dini? Ada apa dengan diriku? Lalu ia memberikan jawabannya, "Jangan menuduh kepada  yang jauh,jangan hanya membayangkan apa yang tak terbilang.
Yang dekat segera di dekati,yang jauh segera temui.
Tidak akan jauh dari apa yang terwujud,tidak akan jauh dari diri sendiri,ada apa dan ada siapa di dalam diri ini sendiri? Ciri nya adalah semua yang ada dalam diri ini sendiri,silahkan segera temui oleh sendiri. Jangan dulu menyaksikan orang lain,saksikan dulu diri sendiri karna ilmu adalah pengetahuan. Kalau sudah tau akan menjadi terang.kalau sudah terang. Akan menerangi"ujarnya saat kami sedang berjalan dalam perjalanan menuju pulang, aku hanya dapat menatap wajahnya dan pergerakannya berusaha mencerna setiap kata-kata yang terucap dari bibirnya. Jujur saat itu aku belum dapat memahami kalimat yang ia ucapkan. Dan sampai sekarang pun aku tak dapat memahaminya, apa kalian dapat menyimpulkannya untukku? Hanya satu yang dapat ku petik dan ku simpulkan dari ucapannya yakni; apapun itu selalu dekati diri mu dengan Sang Khalik karna tugas kita di dunia selain untuk beribadah juga untuk mengenali Allah. Bibirku tersenyum saat kembali mengingat kata-kata itu, hatiku sedikit tenang. Kumandang adzan pun terdengar saling bersibobrok dengan adzan-adzan yang lain di masjid-masjid lain. Ku langkahkan kaki menuju rumah untuk melaksanakan kewajibanku. Dari sini terlihat rumah berwarna hijau, tempat ku berteduh dari deras nya hujan dan panasnya matahari, rumah yang sejak kecil selalu menjadi tempat ku pulang, dan mencurahkan semuanya.

            Selepas solat, aku akan selalu membaca Al-Qur'an dua lembar. Menjadikan target 1 day 1 juz, terbilang ini baru 9 hari dari ku memulai program itu. "Dek! Abis solat bantuin ibu bikin takjil untuk berbuka ya." Suara ibu ku terdengar sayup-sayup dari luar, ku yakini sekarang beliau sedang berada di dapur. Aku mengangguk, lalu memulai membacanya dengan ta'udz. Di tengah membaca hati ku bergetar saat mata ini menangkap terjemahan ayat yang membuat diriku membisu. Sebuah ayat yang membuat ku tersedu sekaligus tenang. Selepas membaca Al-qur'an, aku menggambil handphone yang tergeletak di atas kasur menggetik sebuah pesan untuk sahabatku.

One Purpose (one short) END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang