Gadis berambut hitam panjang mengilap itu tampak sedang mematut dirinya di depan cermin, mencoba untuk terlihat sempurna meskipun tujuannya kali ini tidak sebesar kelihatannya.
"Clau... Apa kau belum selesai?" Teriakan itu tampaknya sedikit membuat gadis itu terkejut dan menjawab panggilan tersebut.
"Sudah, bentar aku akan turun" Teriaknya.
"Tumben banget dia bisa berdandan dengan cepat kali ini. Padahal aku sudah mengatur waktuku agar kami berdua tidak menunggu" Gumam Claudia pelan sambil bergegas untuk turun dari kamarnya yang berada di lantai dua asrama.
Universitas Stanford mewajibkan mahasiswa tahun pertamanya untuk tinggal dan beraktivitas di asrama untuk mempermudah pengenalan kehidupan kampus. Hari ini adalah hari Minggu pertama Claudia berada di asrama, sebelumnya dia berada di salah satu penginapan di dekat kampus karena kamar asrama putrinya masih belum dirapikan.
Seperti biasa, di hari Minggu, sebagai seorang Kristen yang taat, Claudia melakukan kebaktian di Gereja dekat dengan kampus. Ini juga merupakan salah satu rangkaian acara pengenalan kehidupan kampus, terutama bagi para mahasiswa yang beragama Protestan. Claudia tidak tahu ada berapa angkatan dan mahasiswa yang beragama Protestan, tetapi salah satu dari teman satu lantai dengannya adalah seorang Protestan.
"Wow.... Kenapa ke Gereja harus serapi itu sih?" Komentar seorang gadis berkulit gelap yang sedang berdiri di depan pintu begitu melihat Claudia. Mata hitam yang ramah dan ceria itu seolah sedang menatap putri yang anggun sedang berjalan menuruni tangga asrama.
"Eh.... Memangnya tidak boleh berdandan rapi kalau mau ke Gereja?" Tanya Claudia dengan ekspresi wajah heran. Claudia memang seseorang dengan prinsip sempurna. Dia tidak mau tampil jika ada sesuatu yang salah, entah warna baju yang tidak cocok, noda kecil yang menempel di kerah baju, bahkan dengan tetesan air yang menetes di salah satu ujung rambutnya saja akan membuatnya risih.
Lihat saja penampilan sempurna nya saat akan berangkat mengikuti kebaktian di gereja. Kemeja licin berwarna krem cerah menghiasi badan nya yang proporsional dibalut dengan kardigan yang memanjang pinggul bagian bawahnya. Rok nya sedikit di atas lutut dengan kaos kaki panjang yang menghiasi kaki jenjangnya. Rambut hitamnya yang panjang terurai tanpa ada beban seolah kain sutera hitam yang membalut kepalanya.
Berbeda dengan Claudia, temannya, Sikin yang berasal dari Malaysia, menggunakan pakaian yang kasual seadanya. Kulit sawo matangnya terlihat serasi dengan baju sederhananya yang berwarna gelap. Daripada menggunakan rok, Sikin memilih untuk menggunakan celana jeans yang berwarna biru gelap. Rambut nya yang panjang tampaknya membatasi pergerakannya sehingga dia memilih untuk mengepang rambutnya agar tidak terlalu repot ketika di gereja nanti.
"Ya... Buat apa juga berdandan ke Gereja. Apa kau mau menggoda pastor di sana?" Kata Sikin sambil tersenyum kecil. Claudia tampak sedikit tersinggung dengan apa yang dikatakan oleh Sikin.
Memangnya salah ya jika ingin selalu tampil sempurna setiap saat? Kenapa orang selalu menuduh perempuan yang tampil sempurna sebagai wanita penggoda?
"Apa jangan-jangan sudah ada yang kamu taksir ya, dan kamu berharap dia melihatmu saat berada di gereja nanti" Kata Sikin sambil tersenyum menggoda ke arah Claudia.
"Eh..." Sahut Claudia sedikit terkejut dengan asumsi Sikin. Wajah Sikin yang awalnya terlihat ramah sekarang tampak menampakkan sebuah seringai menggoda.
Tidak ada yang mengungkit-ungkit lagi kejadian pidato saat upacara penerimaan mahasiswa baru tersebut, tetapi entah kenapa Claudia masih sedikit merasakan bahwa kebanyakan mahasiswa baru memandangnya dengan tatapan yang aneh. Dia tidak bisa menjelaskan apa pandangan aneh dari kebanyakan mahasiswa baru, tetapi dia merasa seolah dipermalukan di depan umum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketidaktahuan lebih baik daripada Ketahuan
RomanceKemanakah umat manusia akan dibawa? . Siapa yang tahu? Bukankah Ketidaktahuan lebih baik daripada ketahuan? - Alvaro. 2020