Telat-Jaenendra

133 18 0
                                    


Bagi Jaenendra telat ke sekolah udah jadi hal biasa. Bahkan dulu semasa dia belum jadi ketua OSIS hampir setiap hari cowok itu datang terlambat ke sekolah.

Entah kesialan apa, hari ini benar-benar cuma Jae yang telat. Gak ada murid lain. Biasanya paling enggak dua atau tiga murid terlambat dan bisa jadi teman se-perhukumannya.

Tapi kali ini dia benar-benar sendiri. Jadi dipastikan kalau hukuman yang cowok itu terima akan lebih berat karena guru kesiswaan hanya akan fokus menghukum satu anak.

Kini cowok itu harus rela berdiri di lapangan dengan posisi hormat ke arah bendera juga ditemani ceramah panjang juga lebar yang keluar dari mulut pak Hendri.

"Kamu itu sadar tidak? Apa jabatan kamu sekarang? Ketua OSIS bukan? Seharusnya kamu bisa menjadi contoh yang baik untuk teman-teman yang lain. Bukan seperti ini. Ini baru hari kedua setelah libur semester kamu sudah membuat catatan hitam. Bapak juga tahu kemaren kamu datang mepet. Saya gak ngerti lagi bagaimana anak seperti kamu itu bisa jadi ketua OSIS."

Pak hendri ceramah panjang lebar di tengah teriknya matahari pagi ini. Jae cuma bisa nunduk tanpa berani kasih bantahan atau alasan. Kepalanya udah pening ditambah omelan pak Hendri bikin dia tambah pening. Efek belum sarapan juga begadang semalem seolah memperparah penderitaanya sekarang.

"Kamu berdiri di sini sampai jam delapan!" titah pak Hendri tegas. Pria paruh baya itu menepi sebentar ke arah koridor ninggalin Jae sendiri di tengah lapangan sana.

Jae cuma bisa ngehela napas. Harusnya jam setengah delapan nanti dia rapat sama anak-anak OSIS juga MPK untuk bahas masalah dana pensi tahun ini.

Tapi kalau udah gini gimana lagi? Ngelawan pak Hendri pun rasanya gak bisa. Dia udah terlalu banyak buat catatan hitam. Seribu alasan yang dia kasih ke pak Hendri kayaknya gak bisa buat guru itu ngeringanin hukumannya, yang ada malah ditambah kali.


Beberapa menit berlalu.

Cowok itu ngelirik ke arah jam tangan. Waktu nunjukin pukul setengah delapan kurang. Dari sini pun Jae bisa lihat ruang OSIS yang mulai didatangin beberapa siswa.









"Hukuman kamu sudah selesai. Sekarang kembali ke kelas." Tiga puluh menit sudah berlalu, akhirnya Pak Hendri menyudahi hukumannya.

"Trimakasih, Pak." Jae melipir ke arah Pak Hendri kemudian nyium punggung tangan guru itu.

Gimanapun yang namanya seorang guru harus tetap dihormati 'kan?

Sekarang tujuan Jae adalah ruang OSIS. Cowok itu bergegas menuju ke sana. Ya, setidaknya ia datang meski terlambat.

"Assalamualaikum. Sorry gue telat," katanya menyesal.

"Udah selesai rapatnya," celetuk Wina selaku wakil ketua OSIS. Wina juga anggota yang lain mulai bersiap pergi ninggalin ruang OSIS.

Jiho dan Minghao yang juga kebetulan ikut rapat pagi itu ngerasa ada yang gak beres sama teman sekelasnya ini.

Mereka berdua milih nyamperin Jae yang kini duduk di kursi dengan kepala ditelungkupin di atas meja.

"Jae! Lo gak papa?" tanya minghao sambil nepuk punggung cowok itu.

Jae negakin badannya. "Sorry," katanya lirih. "Gue emang ketua OSIS yang gak becus."

"Omongan Wina jangan diambil hati. Cowok tapi bacotnya gede banget. Gue juga gedek banget ama dia njir. Kalau bukan waketos udah gue maki-maki dah. Udah mah pas rapat cocotnya ba--"

"Udah Ji, kebiasaan deh lo mah kalo dah nyinyir gak bisa berenti," potong Minghao. Sedangkan Jiho garuk tengkuknya yang gak gatel.

"Lo kayanya sakit ya?" tanya Jiho.

Cewek itu ngamatin wajah Jae yang emang lebih pucet dari biasanya. Kantung matanya juga nampak bengkak. Keringat yang terus netes dari pelipis cowok itu memperkuat anggapan Jiho kalau Jae gak baik-baik aja.

"Ji! Lo bawa Jae ke UKS gih! Gue mau ketemu Wina dulu ada urusan."

Minghao ngerapihin beberapa berkas. "Lo istirahat dulu di UKS. Gue duluan, ya, Jae!" katanya sambil nepuk pundak Jae pelan. Cowok itu kemudian beranjak ninggalin ruang OSIS.

"Ayok mau gue bantuin jalan?" tawar Jiho.

"Gak usah gue bisa sendiri." Sebenernya Jae gak pengen ke UKS karena takut dianggap cowok lemah.

Tapi kayaknya untuk sekarang dia bener-bener butuh ruang. Lagian kalau cowok itu maksain buat ikut belajar, percuma juga gak akan ada materi yang masuk.

Jiho ngikutin Jae dari belakang. Takut-takut cowok itu tiba-tiba pingsan di jalan kan bahaya.

"Mau gue panggilin Chae gak?" tanya Jiho setelah udah sampai di UKS.

"Gak usah, Ji, ngerepotin ntar. Gue mau istirahat aja." Jae mulai ngerebahin diri di ranjang UKS. Nyamanin posisinya.

"Udah sarapan?" tanya Jiho sambil nyalain pendingin ruangan. Ngatur suhunya supaya sesuai.

Yang ditanya cuma gelengin kepala.

"Mau gue beliin sarapan gak?" Jiho dudukin diri di samping ranjang Jae.

"Gak usah, Ji makasih."

Cewek itu ngehela napas. "Lo gak ketemu ibu-ibu itu pagi ini?"

Jae mengernyit.

Darimana Jiho tahu?.

"Gak usah heran gitu. Rumah kita kan searah. Gue pernah liat lo lebih dari sekali di tempat itu. Pagi ini gue liat tempat itu sepi. Gue gak mau nanya siapa Ibu itu dan kenapa lo selalu ada di sana, yang pasti kalau lo butuh teman cerita, cerita aja kesiapapun. Inget, kita ini keluarga. Siapa tau dengan adanya lo cerita, kita bisa bantu, atau setidaknya beban pikiran lo bisa berkurang karena udah berbagi sama yang lain."

Cewek itu berujar sambil bantu Jae ngelepasin dasi juga nyamanin posisi tidurnya.

"Makasih banyak, Ji."

"Sama-sama. Gue tinggal gak papa 'kan? Soalnya gue mau ngurusin rencana jualan OSIS."

"Loh kita mau jualan?" Jae yang awlanya pengen mejamin mata seketika melek lagi.

"Iya. Idenya si Minghao. Menurut gue lumayan juga. Biar kita gak terlalu ngandelin dana dari sekolah."

Seketika Jae ngerasa bersalah banget. "Sorry, ya, Ji. Harusnya gue ikut bantuin."

Jiho senyum nenangin. "Santai aja kali. Besok-besok kan lo masih bisa bantuin." Cewek itu beranjak menutup tirai.

"Take your time," katanya sebelum tirai benar-benar ketutup.

Setelah dengar suara langkah kaki yang menjauh disusul suara pintu yang ditutup, baru lah seorang Jaenendra berani menumpahkan air matanya.















Votmen nya jangan lupa😙

Paypay👐

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

11 IPA 2 // 97LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang