Goyang, Seoul.
"Siapa? Tunggu sebentar!" teriakku dari dalam apartemen saat mendengar bunyi bel apartemenku ditekan dengan brutal oleh seseorang hingga menggangguku memasak. Huh, untung sudah matang.
"409?" Aku mendapati seorang pemuda bertubuh tegap namun tampak lesu di depan pintuku, yang merupakan pelaku penekan-bel-pintu-brutal.
"Ya, itu nomor apartemenku. Ada apa, Tuan?" bukannya menjawab pertanyaan, pemuda tersebut malah memaksa masuk ke dalam apartemen dengan keadaan lunglai tapi cukup bertenaga untuk mendorongku.
Aku melihat ke sekitar koridor apartemen, aman, batinku. Aku langsung menutup pintu dan segera masuk untuk menginterogasi pemuda yang dengan seenaknya masuk ke tempat tinggal seseorang yang bahkan tak mengenal dia siapa.
Dia, pemuda-tidak-tau-sopan-santun, baru saja keluar dari kamar mandiku sambil mengusap wajahnya yang basah dengan bajunya, hingga menampakkan badannya yang tampaknya terawat oleh pelatih pribadi dari gimnasium terbaik di Korea Selatan. Aku menyadari hal itu, tapi aku tidak menghiraukan hal itu karena fokusku pada memarahi dan menginterogasi pemuda tersebut.
Baru saja satu langkah aku akan mendatanginya, dia pergi ke ruang tamu dan tidur di sofa dalam 10 detik saja, perkiraanku. Hendak kubangunkan dia, tapi tanganku yang terulur siap menarik lengannya terhenti di awang saat melihat wajahnya yang tampak meneduhkan. Aku terkesiap, bagaimana bisa pemuda kurang ajar ini punya pesona seperti ini?
"Aku tau aku tampan, nona, tapi jangan terlalu lama juga memandangiku," ucapnya tanpa bergerak dari posisinya. Ternyata dia belum tertidur.
Aku kembali ke realita; emosi untuk memarahi pemuda ini. Langsung kutarik tangannya untuk terduduk. Ya, walau pun tenagaku bukan apa-apa menarik seorang pria bangun, tapi dia menurut untuk bangun.
"Tuan, aku harus menginterogasimu," Aku duduk di sebelah pemuda tersebut yang duduk di sofa sambil mengucek matanya. "Ada perlu apa kau dengan penghuni apartemen 409?"
"Aku disuruh menemui nona Gladie Park, itu kau 'kan?"
"Ya, aku Gladie Park. Siapa yang menyuruhmu?"
"Seseorang di jalan. Dia bilang kau bisa menolongku, jadi aku kesini. Dia juga mengatakan kalau nona Gladie Park itu baik, tapi kurasa perkataan orang itu salah." jawabnya bersedekap dada.
Aish, Jiro bodoh.
Aku berdiri dan berusaha menariknya berdiri. "Kau disuruh Jiro kan? Pergilah, dia salah merekomendasikan orang yang bisa menolongmu. Aku tidak bisa menolongmu. Aku jahat, aku tidak baik."
Pemuda itu berdiri, memang, tapi langsung menuju ke dapur dan membawa keluar ramen yang kumasak tadi. Dia membawanya ke meja makan dan memakannya dengan lahap seperti belum makan bertahun-tahun.
"H-" suaraku tiba-tiba tercekat tenggorokan saat melihatnya makan. Aku tidak jadi meneriakinya. Kurasa aku tau alasan Jiro menyuruh dia kesini.
Aku menarik kursi di depannya dan duduk setelah mengambil dua gelas minuman dan menyodorkannya satu. "Siapa namamu?"
"Katanya kau jahat." ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya, yang masih melihat ramen dalam panci atau menutup mata.
"Jawab saja, Tuan."
"Georgio Kim. Orang-orang memanggilku Gio."
"Ok, Tuan Gio, tindakanmu tadi sangat menyebalkan. Kalau kau memasuki rumah orang yang salah, kau bisa dihajar. Tolong jangan lakukan itu lagi, itu sangat tidak sopan." Kataku setelah meminum air dari gelasku.
Gio, pemuda yang ada di depanku, menghentikan makannya lalu minum sebelum mengucapkan mata maaf dan melanjutkan lagi kegiatannya.
"Apa Jiro tidak memberitahumu apa-apa?"
Dia hanya menggelengkan kepalanya. Mulutnya penuh ramen.
"Dia memberitahu kau apa?"
Dia tidak, atau lebih tepatnya belum, menjawab pertanyaanku. Dia membawa panci ramen beserta peralatan ke dapur dan mencucinya.
"Kau tak perlu mencucinya, Tuan." ucapku saat Gio kembali duduk di tempatnya
"Anggap saja ini permintaan maafku untuk kejadian tadi."
"Ok,"
"Jiro hanya memberitahu kalau pemilik apartemen 409 di Goyang sangat baik, dan bisa membantuku yang homeless ini. Hanya itu." lalu Gio menyeruput minumannya.
Aku hanya menghela napas berat. "Gio, aku tidak sebaik yang dikatakan Jiro. Aku memang, cukup sering, membantu beberapa homeless people di daerah ini. Tapi aku hanya memberi mereka pekerjaan, dan tempat tinggal sementara di apartemen 410. Hanya itu. Mereka dalam seminggu-dua minggu sudah meninggalkan tempatku, dan Jiro salah satunya. Jadi kumohon, jangan terlalu berharap banyak denganku." Jelasku panjang lebar dan meminum lagi airku.
Gio tampak mengerti dan menganggukkan kepalanya. Ku harap begitu.
"Lalu apa pekerjaanku sekarang? Aku ingin segera bekerja dan menata ulang hidupku."
"Eum, kau bekerja di tempat Jiro bekerja sebagai cook helper. Tugasmu membantu para koki dan chef di dapur. Entah memasak, mengambil bahan dari freezer, atau apa saja yang dilakukan di dapur. Jiro akan menemanimu. Kau tahu, 'kan, tempat Jiro bekerja?"
Dia hanya menggelengkan kepalanya. "Tapi aku tahu kalau nona Gladie Park pemiliknya."
Aku hanya memutar bola mataku, malas. Ini pasti bocoran dari Jiro.
"Terserah pendapatmu. Kau bisa menempati apartemen 410 dan bekerja mulai besok. Kalau kau membutuhkan sesuatu, pencet saja tombol hijau yang ada disebelah tempat tidurmu. Itu adalah bel yang terhubung ke tempatku. Apa ada yang ingin kau tanyakan?
"Ada, kapan aku boleh menempati hati Gladie Park? Sepertinya hatimu memintaku untuk tinggal disana."
"Apa?"
"Kau tahu, kau tidak tuli, nona,"
Kepalaku mulai pening. Ini belum satu jam sejak kedatangannya, kan?
BTS V × RV Joy
—
KAMU SEDANG MEMBACA
Life and Love
FanfictionGathering the story life of young lady named Park Soo Young; the beloved one from Red Velvet. slice of life; one -or two- shot kind of story and written in Indonesia. main cast are Joy x Boy with their own name or oc name. *accepting request if ya w...