Hai …
Atau, …
Dear Diary?
Atau, … hai Kamu. Iya kamu 😁
Ugh,~~
What the hell! Aku bingung! Kau tahu aku bingung? Tidak. Ku yakin tidak. Percayalah, aku bisa menerkanya dari awal saat kau mungkin mulai membalik lembar kedua buku ini. Aku bisa mengenalmu lebih dekat, mungkin kau juga nanti. Saat aku selesai menulis kisah ini.
Seperti di awal yang kutulis, aku tidak berbakat untuk menulis. Entah menulis cerita bahkan hanya menulis diary yang sebenarnya untuk kisahku sendiri ini.
Entah kerasukan setan dari mana aku tiba-tiba terpengaruh kata-kata jiejieku (ini dibaca cece) untuk mencoba menulis sesuatu yang mungkin bisa mengalihkan rasa stresku dan mengenalkan diri padamu.
Uugh, … i hate this feel. Aku akui, aku bukan individu yang introvert level akut seperti jiejie. Aku cukup terbuka dan aku mudah bergaul. Sangat malah. Hanya saja aku bukan seseorang yang terlalu terbuka tentang isi hatiku. Aku lebih memilih terbuka apa yang perlu aku beritahukan dan membatasi orang lain untuk tahu lebih dalam tentang diriku.
Yaah, walaupun aku yakin di luar sana mereka manusia- manusia yang haus akan berita merasa sangat tahu apa yang terjadi padaku dan apa yang aku rasakan. Hingga saat ini (mungkin?)
Hanya saja, beberapa waktu ini aku merasa terganggu dan mengingat peristiwa yang terjadi pada beberapa tahun hidupku dingga mengikuti pada mimpiku. Tidak, bukan mimpi buruk tentu saja. Hanya aku merasa seolah mimpi itu cukup mengganggu dan seolah menginginkan aku untuk melepaskannya. Benar. Mungkin melepaskannya dalam bentuk lain selain harus pergi pada psikolog dan berbagi cerita pada orang lain yang tidak aku kenal.
Huff, … dari mana aku harus memulai? Apakah aku perlu cara formal untuk memperkenalkan diri seperti di acara-acara resmi itu? Atau hanya perlu say hello begini saja dan perlahan kau akan tahu siapa aku?
Well, aku anggap pilihan kedua mengingat aku sengaja menulis ini untuk mencoba lebih dekat denganmu (sejujurnya aku masih kaku dengan bahasa dan cara menulis ini). Satu-satunya hal yang aku kuasai adalah menulis chat atau hujatan untuk jiejieku di medsos.
Kalau tentang nama, di depan aku sudah menyebutkan namaku. Kharisma Dewi Arimbi Wisesa. Panggilanku Risma. Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak lelakiku adalah saudara kembarku sementara adik laki-lakiku berjarak lima tahun denganku. Aku dan adik lelakiku berbeda ibu, tapi kami (aku dan kakakku) menyayanginya. Alasannya karena kami bertiga anak-anak broken home. Entah dengan ibu kandung atau ibu tiriku, ayahku sudah bercerai. Dan sekarang dia memiliki istri baru juga. Tanpa anak tentu saja (atau belum?).
Dari mimpi yang sebenarnya adalah ingatan masa lalu, yang kuingat adalah waktu paling berat dalam hidupku. Yang akan menjadi kisa balik, atau dalam dunia menulis jadi flashback (katanya sih)
Pagi itu saat aku masih merasa nyaman bergelung di bawah selimut tebal, tanpa gangguan sinar mentari yang menembus masuk ke kamarku, tiba-tiba saja aku kaget saat Bisma, kakak laki-lakiku dengan kasar menarik selimut dan memakiku tanpa ampun. Tentu saja aku mengabaikannya. Tahu kenapa? Sudah menjadi kebiasaan Bisma memaki-makiku untuk bangun, terlebih pagi itu kepalaku terasa berat sekali karena hang over parah. Bayangkan, aku baru sampai rumah pukul empat pagi setelah berpesta dengan teman-teman di Planet, salah satu club besar di kota Batam.
Dan setelah pagi hari Bisma mengamuk untuk kesekian kali dan kesekian kali juga aku abaikan, aku memutuskan untuk hengkang dari Bisma, dan tentu saja orang tuaku walaupun mereka sudah berpisah.
Entah bagaimana mereka masih terus berhubungan dan menggunakan kami sebagai alasan. Tapi tetap saja akhirnya mereka bertengkar lagi dan lagi. Tidak jarang mereka bertengkar di hadapan kami. Buat apa coba? Membuatku muak dan berpikir mungkin lebih baik mereka buan ring tinju dan saling baku hantam saja. Terus aja begitu sampe Bikini Bottom berubah jadi Bikini One piece.
Dan keputusanku keluar dari duniaku dan mencoba dunia baru pertama adalah memotong namaku. Nama Wisesa di belakang namaku ini bisa jadi bumerang untukku suatu saat nanti. Walaupun itu nama Indonesia yang kedengaranya biasa saja, tapi sebenarnya itu bukan nama sembarangan kalau orang-orang biasa mantengin majalah bisnis sekalas Forbes, Fortune, Time dan sebangsanya. Percayalah, nama itu cukup menghipnotis walaupun kedua orang tuaku bukan orang Indonesia tulen.
Ugh, masih panjang sebenarnya aku ingin menulis. Tapi jam sialan itu sudah menjerit menunjukkan waktu untukku bekerja. Ingat bung. Waktu adalah uang. Tapi tenang saja, aku masih memiliki waktu untuk menulis dan bercerita padamu.
Salam sayang, MaRim
KAMU SEDANG MEMBACA
Aphrodite
RomanceIni tentang kisahku. Kisah cinta yang aku harap manis tapi ga buat Diabetes dan menye-menye di tengah keadaanku yang ruwet gara-gara susah move on. Iya, susah move on. Setelah empat tahun ditinggal pergi dan tak pernah kembali karena Dia perginya b...