Taehyung sibuk mengunyah roti tawar beroleskan selai strawberry kesukaannya. Sudah tiga potong roti yang berhasil masuk ke dalam perutnya pagi pukul sembilan itu. Dia ingat bagaimana kejadian semalam, karna itu lah dia datang pagi sekali takut jika sahabatnya itu mengamuk, hingga tidak sempat sarapan saking takutnya. Lebih dari siapapun, Taehyung yakin bahwa semalam Jimin di marahi lagi oleh ayahnya. Hanya saja Taehyung tidak tahu kalimat apa lagi yang di dengar Jimin semalam.
Jimin sendiri kini tengah membolak-balik kertas yang membingungkan kepalanya. Belum lagi dengan fikiran pukul dua nanti dia harus pulang untuk menjemput tunangannya itu di bandara. Jimin beranjak dari kursi putarnya berpindah ke sofa di seberang Taehyung. Menaruh kertas-kertas yang entah berapa halaman di atas meja dan memijit keningnya lagi."maaf, aku membuatmu repot seperti ini"
"sudahlah lagian ini bukan pertama kalinya"
"ya tetap saja aku salah pada mu"
"makan saja rotimu dan cepat bantu aku"
"baik boss"
Taehyung melahap potongan terakhir rotinya, membersihkan tangan dan segera meraih kertas-kertas itu sementara mulutnya masih sibuk mengunyah.
"aa benar juga"
"apa?"
"perempuan kasar di bar semalam...."
"perempuan kasar? bar?"
"benar, kulihat kau tertawa padanya saat dia berbicara pada mu"
"aaaa.......choi hanri"
"choi hanri? kau mengenalnya?"
"tentu saja, dia temanku"
"kau tidak asal bicara? sepertinya mabuk mu belum habis"
"aku serius, kami sudah berteman selama empat tahun terakhir"
"tidak biasanya kau mau berteman dengan perempuan kasar seperti itu"
"dia tidak seperti yang kau lihat, anak itu gadis yang baik, aku mengenalnya karna neneknya salah satu pasien ibuku"
"ibumu?"
"hmm, neneknya sudah terbaring di rumah sakit hampir tujuh tahun lamanya, dan dialah yang membiayai neneknya sendiri, dia anak yang baik bukan seperti yang orang-orang fikirkan"
Taehyung kembali memperhatikan kertas-kertas nya. Sementara Jimin masih melirik Taehyung dan kefikiran akan ceritanya tentang gadis bar-bar yang dilihatnya semalam. Seakan cerita dan kejadian itu berbanding terbalik bagaikan kutub utara dan kutub selatan.
Sudah hampir lima belas menit Jimin berdiri di stasiun bandara menunggu wanita itu muncul. Sampai kakinya rasanya keram terlalu lama berdiri, dan apalagi karna dia tidak ikhlas. Sayup-sayup Jimin melihat langkah kaki beralaskan heels dan tubuh berbalut gaun bermotif bunga dengan rambut hitam lurus terurai dari kejauhan. Ditangan kanannya juga mengenggam gagang koper miliknya.
Jimin membuang nafas malas setelah tunangannya itu muncul dan memberikan senyuman merekah padanya."maaf karna menunggu lama oppa"
"tidak apa"
Yonhee menunduk menunjukkan ketulusannya meminta maaf. Saat Jimin melangkah lebih dulu dengan menggantikan dirinya menarik koper, Yonhee tampak memilih berjalan di belakang Jimin dan menjaga jarak. Yonhee juga sadar bahwa Jimin belum menerimanya sebagai wanita dalam kehidupannya. Dan Yonhee tahu bahwa Jimin tidak menyukai pertunangan mereka.
Moon Yonhee merupakan gadis berusia dua puluh lima tahun merupakan mahasiswa kedokteran semester akhir. Dia gadis yang lembut dan memahami perasaan orang lain. Jika saat itu Jimin menolak pertunangan mereka, mungkin Yonhee akan menerima dengan lapang dada. Dia juga tidak ingin memaksa orang lain untuk mencintainya. Dia hanya seorang gadis yang memburu kesetiaan, bukan keterpaksaan.
Di dalam mobil selama di perjalanan, Yonhee lebih memilih memandangi jalan dan tersenyum menikmati hal-hal kecil. Sementara Jimin, wajahnya datar bahkan terlihat masam karna dia tidak menyukai gadis yang duduk di kursi penumpang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
a MOON
FanfictionPertama kali aku bertemu dengannya saat dia bekerja sebagai seorang pelayan di salah satu bar malam. Aku tidak tahu siapa dia yang menawarkan bantuan untukku. Aku ingin mengenalnya lebih dalam, aku ingin memilikinya, aku muak dengan segala hal yang...