6

7 1 0
                                    

"Panas,Umi." Khadijah menyentuh kening Sara.
"Sara udah makan?" Tanya Umi Salamah.
"Udah. Tapi dikit banget..."jawab Khadijah.
"Sara...Sara...kamu ini kenapa?"
"Sara mau ke sekolah,Umi."
"Badan kamu panas begini...ijin aja...biar Umi telpon sekolah."
"Tapi Umi...Sara mesti ngajar ekskul."
"Udah...nurut aja sama Umi. Lebih baik panggil dokter buat meriksa kamu. Ambilin ponsel Umi,Khadijah."

"Kayaknya ada yang dateng." Khadijah melangkah menuju jendela.
"Abah mungkin."
"Abah udah pulang dari tadi."
"Itu abang Taeil." Ucap Khadijah.
"Taeil?"tanya Umi Salamah. Kali ini dia ikut melihat keluar jendela.
Dilihatnya Taeil menutup pintu mobilnya dan melangkah menuju teras rumah. Abah tampak sudah menunggunya.
Umi Salamah merasa telah melewatkan sesuatu. Rupanya Abah sudah membuat keputusan.

"Kayaknya Umi gak perlu telpon dokter deh. Dokternya Kak Sara udah dateng. Dokter cinta Abang Taeil..."goda Khadijah sambil berusaha menghindari bantal yang dilemparkan Sara ke arahnya.
"Tuh...kan...liat wajah Kak Sara langsung ceria...coba cek Umi..pasti panasnya juga udah turun. Iya kan?" Khadijah tampak bertekad menggoda kakaknya. Sara tampak kesal meskipun dia merasa sedikit gembira. Apakah ini akan jadi yang terakhir kalinya dia melihat Taeil?

"Udah..udah...bikinin minum sana..."
Khadijah menjulurkan lidahnya sebelum keluar kamar.
"Sara aja yang bikin,Umi."
"Biar adikmu saja...ayo pake jilbabnya...kamu gak mau nemuin Taeil ?
Dia belum pernah ketemu kamu kan? Sini Umi bantu."

"Nah...ini Sara."
Sara meletakkan cangkir berisi teh di depan Taeil lalu duduk di sebelah Abahnya. Gadis itu merasa kedua pipinya memanas. Dia menunduk memandang jari jari tangannya.
"Halo...Sara. Aku Taeil."
Sara mengangkat wajahnya sedikit.
"Aku Sara..."

Taeil memandang wajah gadis di depannya sekilas. Dia sungguh cantik. Jauh lebih cantik dari fotonya.
Tapi rasanya memang mereka pernah bertemu...pikir Taeil. Mungkin dalam mimpinya. Sara telah mengambil alih alam mimpinya. Dia sulit tidur selama berhari hari.
"Abah mau nanya sama Sara dan Taeil.
Kalian udah siap menikah?"
Taeil tak menduga kalimat ini. Dia melirik Sara yang malah menunduk semakin dalam.
"Taeil?"
"Insya Allah."
Abah Hamzah tersenyum.
"Sara....siap menikah dengan Taeil?"
Sara mengangguk pelan tanpa kata kata. Kenapa Abah langsung bertanya begini? Abah membuatnya malu.
"Baiklah...aku akan bicara dengan Umi dan Bu Retno tentang tanggal pernikahan kalian."
Tanggal pernikahan? Batin Taeil. Cepat sekali.
"Sementara itu kalian bisa ngobrol sekarang. Abah tinggal dulu."

Keheningan menyelimuti keduanya setelah Abah Hamzah pergi.
"Silahkan diminum tehnya." Sara berkata pelan.
"Oh, iya. Makasih."
Taeil pelan meminum tehnya dan tanpa sadar mengenyitkan keningnya saat lidahnya merasakan sesuatu yang tidak biasa. Asin.
Taeil terbatuk batuk. Sara tampak panik dan berlari ke dapur sambil membawa segelas air.
"Kau baik baik saja? Kenapa kau tersedak?" Tanya Sara.
Taeil tertawa kecil, " Seseorang telah lupa bedanya gula dan garam."
Sara dapat mendengar tawa Khadijah dari dapur. Dasar anak ini...seharusnya Sara tahu....Khadijah selalu jahil.
"Maafkan aku....khadijah yang membuat tehnya."
"Tidak apa apa. Jangan memarahi dia...mungkin dia tidak sengaja."
Tidak sengaja? Khadijah pasti sudah merencanakan ini sejak lama....bikin malu...awas kau nanti...batin Sara.
Dia menoleh ke arah dapur dan melihat sekilas Khadijah berdiri sambil menutup mulutnya menahan tawa sebelum dia menghilang menuju kamarnya.

Taeil tertawa kecil.
"Seorang adik memang harus begitu kan? Tapi dia pasti tak memiliki tujuan lain selain membuat kita tertawa."
Sara mau tak mau tersenyum samar.
Tapi sesungguhnya dia ingin bertanya tentang hal lain.
Apakah Taeil tidak mengingat apapun tentang dirinya?
" Kukira kita pernah bertemu, bukan?"
Sara mengangguk pelan. Dia membaca pikiranku...Sara mengangkat wajahnya sedikit dan merasa salah tingkah saat pandangannya bertemu dengan Taeil.
"Dan aku yakin ini adalah milikmu." Sara memandang cincin di tangan Taeil.
Bagaimana dia tahu? Bukankah sudah bertahun tahun  yang lalu?
"Cincin itu milikku....kau menyimpannya?"
Aku menyimpannya selama ini. Di tempat yang sangat dekat dengan hatiku....
Taeil tersenyum kecil,"Aku tahu kita akan bertemu lagi.",
"Maafkan aku,Taeil..."ucap Sara lirih.
"Aku datang ke sana untuk mengembalikan cincin ini padamu...aku menunggu selama sebulan....tapi kau tak pernah datang.
Apa yang terjadi?"
Sara mendengar nada suara Taeil yang sedikit berubah...ada sedikit nada sedih dan kecewa di sana.
"Maafkan aku..."
Kau menghancurkan hatiku,Sara..batin Taeil.
"Sungguh aku minta maaf....aku tak pernah bermaksud melakukannya."
"Aku tahu....aku telah menunggu begitu lama...aku tak tahu ujung penantianku....sampai aku melihat fotomu..."
Penantian panjang kini memiliki akhir yang indah. Karena dirimu,Sara. Bukankah itu cinta?
"Taeil..."
"Lihat aku,Sara."
Sara mengangkat wajahnya dan melihat Taeil berlutut di depannya dengan sebuah cincin lain di tangannya.
Sara merasakan airmatanya mengalir seperti tetesan hujan. Bukan kesedihan tapi kebahagiaan yang kini mengisi hatinya saat mendengar Taeil bicara dengan suara bergetar pelan,
" Maukah kau menikah denganku,Sara?"
Sara mengangguk pelan dengan tangis sekaligus senyum di wajah cantiknya.
"Aku mau menikah denganmu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

127 Big Family Stories:Touch Me With Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang