04. Kerinduan yang Membuncah

4K 409 7
                                    

Kejadian kemarin malam membuat Aska selalu ingin sendiri sampai sekarang, tangannya bergerak lihai di atas kertas gambar. Tubuhnya menyender pada kursi yang berada di atap sekolah. Lantunan dari musik galau menghiasi gendang telinganya.

"Galau banget sih rasanya, jadi pengin bedah hatinya Belalang."

"Ah elah, gue cariin di kantin nggak ada, ternyata di sini."

Suara dari belakang membuat Aska menoleh, Ara menghampirinya dengan dua kotak susu cokelat yang menghiasi tangannya. Menyerahkan salah satu susu itu ke arah Aska.

Aska mendongak, mengerjap beberapa kali. "Apa?"

"Ambil, iseng aja gue beliin lo ini."

Mengangguk, Aska menerima susu yang diberikan oleh Ara, menusuk dengan sedotan dan meneguknya pelan. Menaruh susu itu di sebelahnya, kembali berkutat dengan kertas yang berada hadapannya.

Ara bersila mengikuti gaya Aska, mengintip ke arah gambaran lelaki itu, dahinya tampak mengerut. "Siapa?"

"Apa?"

"Itu siapa yang lo gambar?"

"Apa?!"

"Siapa?!"

"APA?!"

Pukulan keras mendarat di paha Aska, kesal ketika cowok di sampingnya malah bercanda. Ara menyeruput susunya sambil membuang arah pandangan.

Meringis, Aska mengusap pahanya yang terasa perih. Melepas earphone yang menyumpal kedua telinganya, beralih memandang Ara yang tengah memalingkan wajah darinya.

"Lo ngomong apaan sih tadi?!"

"Lo budeg?" tanya Ara mulai mempertemukan wajahnya dengan wajah Aska.

"Enggak, gue tuli."

"Serius!"

Aska tertawa kecil, tidak melanjutkan ucapan dari Ara. Senyuman masih tercetak kala melihat gambarannya yang hampir saja selesai, tidak pernah melihat sosok sang Bunda membuat Aska berpikir dua kali lipat untuk membayangkan wajah Bunda sesuai dengan imajinasinya. Kini, pikirannya sudah terukir dengan jelas di sebuah kertas gambar.

"Bunda gue cantik, kan? Kayak anaknya."

"Lo kan cowok, berarti lo cantik?"

"Bukan gitu! Maksudnya, mirip sama gue. Ya dikit lah." Aska menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal.

"Emang lo udah pernah lihat Bunda?"

Aska terdiam, menggeleng sangat pelan tanpa menajawab dengan ucapan. Memang, selama ini Rean tidak pernah memberi bukti wajah sang Bunda dengan sebuah photo, kendati Aska sudah meminta sejak dulu, Rean terus saja menolak.

"Gue kangen, banget."

Mata Ara bergerak ke bawah, mengembuskan napasnya. Ia tahu bagaimana perasaan yang Aska rasakan sekarang, rindu mungkin terus membelenggu ketika sosok yang Aska inginkan tidak pernah ia lihat.

"Nanti pasti lo ketemu sama Bunda, gue yakin." Ara mengusap bahu Aska, berusaha menenangkan.

Aska menengadah, menatap awan yang berhasil membuatnya candu, ingin sekali berterbangan bebas di atas sana, mencari sosok sang Bunda dengan mudah, yang mungkin dapat mengobati rasa rindu yang membuncah di hatinya.

Telunjuk kanan Ara melayang untuk menyentuh pipi Aska, berhasil membuat anak itu menoleh dengan alis yang terangkat.

"Jangan galau, ayo lanjutin sampe selesai, gue temenin."

Just Once ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang