1. Orang Asing

24 5 0
                                    

Kenangan akan satu tahun yang lalu membuat dada Sarah sesak. Kenangan saat dia dan ayahnya masih tinggal di rumah kecil mereka dan saling membagi kebahagiaan sederhana yang berarti. Sekarang semuanya telah berubah.

Enam bulan yang lalu ayah memutuskan untuk menikah dengan Tante Ira, putri dari pemilik perusahaan tempat ayah bekerja. Awalnya Sarah marah dan tidak merestui hubungan sang ayah dengan Tante Ira. Namun karena ingin ayahnya bahagia dengan mencoba tidak egois, Sarah mencoba menerima keputusan ayah.

Sarah tau ayah mengambil keputusan tersebut bukan hanya karena Ia telah jatuh cinta pada Tante Ira. Ayah juga ingin Sarah mendapat kasih sayang seorang ibu lagi setelah ibu kandungnya meninggal 4 tahun yang lalu. Namun bagi Sarah tidak ada wanita manapun yang bisa menggantikan peran Sang Ibu.

Dan setelah enam bulan pernikahan tersebut Sarah belum juga bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya. Keluarga Tante Ira yang tergolong kaya raya membuatnya merasa tidak pantas berada di antara mereka. Apalagi Selin anak Tante Ira yang sering membuat Sarah merasa tidak nyaman.

Selin baik, sangat baik malah. Selin juga cantik dan cerdas. Sikapnya yang lemah lembut dan perhatian membuat banyak orang betah berlama-lama di dekatnya. Tapi tidak bagi Sarah, berada di dekat Selin seakan memaksa Sarah bercermin dan melihat betapa buruk dirinya.

Sarah tidak secantik Selin, Sarah juga tidak seceria gadis itu dan fakta bahwa dia dibesarkan dari keluarga sederhana menjadi alarm pengingat bagi Sarah untuk tidak terlalu bergaul dengan keluarga besar Aditama. Bagaimana pun dia menyadari bahwa dirinya hanyalah orang asing di antara orang-orang kaya itu.

Sarah menjadi bagian dari keluarga Aditama semata-mata karena putri kesayangan mereka, Tante Ira telah jatuh pada pesona ayahnya. Mereka bisa jadi terpaksa menerima Sarah karena dia adalah putri Pratama, lelaki yang dicintai Tante Ira sekaligus ayah yang sangat Sarah cintai dan banggakan.

Hanya satu yang bisa Sarah banggakan dari dirinya. Fakta bahwa Tuhan memberikan otak yang cerdas padanya membuatnya kadang merasa bersalah karena terlalu fokus pada kekurangan saja, sehingga dia lupa cara untuk bersyukur.

"Lagi ngapain?" Suara itu menyentak lamunannya. Sarah menoleh hingga dapat melihat wajah cantik dan lugu milik Selin. Dia sedang membaca buku di perpustakaan keluarga Aditama__atau bisa dibilang melamun sambil memandang buku, kala Selin menghampirinya dengan langkah anggun.

"Lagi baca." Balas Sarah dingin. Dia tidak tau mengapa, namun saat berbicara pada Selin dia tidak dapat mengeluarkan suara yang sedikit lebih ramah pada saudari tirinya itu. Dia selalu bertingkah seolah tidak menyukai Selin, tapi Sarah tau kalau dirinya tidak akan pernah mampu membenci gadis berwajah lugu dan bertingkah seperti malaikat layaknya Selin.

Bagaimana pun Selin telah menjadi saudaranya. Sarah hanya butuh waktu untuk beradaptasi dan menerima segalanya. Dia berjanji suatu hari nanti akan bersikap lebih baik dan menerima Selin sebagai saudaranya dengan tulus. Tapi tidak untuk sekarang, dimana hatinya masih sakit karena harus menerima wanita lain sebagai pengganti ibu yang sangat disayanginya.

"Kata Ayah, kamu suka banget baca buku dari kecil ya? Karena saking senengnya baca buku, katanya kamu bisa habisin waktu seharian cuman buat baca. Awalnya aku nggak percaya, tapi pas liat kamu lebih sering berada di ruang baca selama enam bulan ini, aku jadi sadar kalau Ayah benar, Kamu itu gila baca." Cerita Selin panjang lebar.

Sarah tidak tau harus bagaimana menanggapi ucapan Selin. Dia selalu kikuk sendiri di dekat saudara tirinya itu. "Aku gak tau kalau Ayah sering cerita tentang aku ke kamu." Akhirnya Sarah bisa menimpali walau dengan nada datar yang sebenarnya tidak ia rencanakan.

"Aku duluan yang nanya ke Ayah. Jujur aku ingin tau banyak hal tentang kamu Sarah, kita jadi dekat dan berinterksi layaknya saudara kandung," balas Selin dengan nada sendu

"Tapi faktanya kita saudara tiri, Selin!" Ucap Sarah dengan nada suara yang sedikit meninggi. Selin tersentak mendengarnya, ia tidak mengira bahwa Sarah masih mempermasalahkan status mereka yang merupakan saudara tiri.

Jujur ia sakit hati akan sikap Sarah selama ini padanya. Tapi ia tau Sarah hanya belum bisa menerima keadaan dan dia dapat mengerti hal itu. Lagi pula bukan hanya Sarah, dirinya pun masih sering merasa tidak nyaman dengan keadaan ini, dimana mamanya menikahi pria lain yang tak pernah ia kenal.

Ayah Tama adalah orang yang baik dan tulus. Sikap ayah yang perhatian dan penuh kehangatan sering kali membuat Selin lupa bahwa tidak ada ikatan darah di antara mereka. Dan Selin berharap hubungannya dan Sarah bisa seperti itu juga. Dia berharap bisa membangun hubungan persaudaraan dengan Sarah tanpa mengingat status mereka yang sebenarnya.

Namun sepertinya Sarah berpikiran berbeda dengan dirinya. Selin tau, dari awal Sarah terlihat sulit menerima kehadirannya dan mama dalam kehidupan gadis itu. Tapi Selin tidak akan menyerah untuk menjadi saudara yang baik untuk Sarah. Ia akan berusaha sebisa mungkin untuk membuat Sarah nyaman dengan keberadaannya. Ia akan membuat Sarah menyadari bahwa Selin akan selalu ada untuk Sarah baik susah maupun senang. Selin juga akan ada selayaknya saudara kandung untuk memberi rasa sayang pada Sarah.

"Aku tidak pernah merasa bahwa kita saudara tiri, karena bagiku kau sudah selayaknya saudara kandung. Dari kecil aku selalu ingin punya saudara, tapi saat orang tuaku bercerai 2 tahun lalu, aku tau keinginanku akan sulit untuk jadi kenyataan. Tapi saat tau bahwa Mama akan menikah lagi dengan seorang pria yang memiliki putri seumuran denganku, aku pikir tidaklah buruk memiliki saudara yang tidak sedarah denganku." Ucapan Selin terdengar tulus, tapi hal itu sepertinya menyalurkan keyakinan yang dimiliki Selin pada Sarah.

"Maaf karena tidak bisa merasakan hal yang sama sepertimu, Selin. Dan terima kasih karena sudah mau menerima aku dan Ayah dalam keluargamu." Ucap Sarah, lalu pergi meninggalkan Selin sendiri di ruang tersebut. Entah kenapa pembicaraan dengan Selin selalu menguras energi Sarah. Ia benar-benar merasa lelah sekarang.

***

Sarapan hari ini terasa tidak seceria biasanya. Mungkin karena Selin yang selalu berceloteh untuk menghangatkan suasana mendadak menjadi pendiam. Sedangkan Sarah, sulit untuk tau apa yang gadis itu rasakan karena ia selalu menunjukkan ekpresi datar di depan keluarganya, kecuali pada ayah, tapi itu hanya berlaku saat hanya ada ayah dan dirinya saja. Ayah keheranan sendiri melihat ada yang tidak beres pada gadis yang sudah ia anggap putri kandungnya itu. "Ada apa, Selin? Kau terlihat berbeda hari ini." Ucap ayah berusaha mengambil atensi Selin.

"Tidak ada masalah yang serius, Yah. Selin hanya kepikiran ujian akhir semester nanti. Selin belum mempersiapkan diri, jadi Selin sedikit khawatir akan hal itu," balas Selin bohong. Selin tidak pernah bermasalah pada hal akademik atau hal yang menyangkut pelajaran di sekolah. Selin hanya masih kepikiran akan perbincangan antara dirinya dengan Sarah kemarin. Jujur ia masih kecewa akan jawaban Sarah malam itu.

"Jangan terlalu dipikirkan sayang, kamu kan tau mama gak pernah maksa kamu buat selalu dapat nilai bagus di sekolah. Yang penting kamu selalu punya kesadaran buat belajar,"  kata mama menimpali ucapan putrinya. Percakapan keluarga bahagia itu mengusik Sarah walau dia tidak menunjukkannya. Sarah selalu merasa tersisihkan saat berada di antara mereka.

"Sarah sendiri, bagaimana persiapan ujianmu Nak?" Pertanyaan itu bukan datang dari ayah, mama apalagi, melainkan dari kakek Aditama, satu-satunya orang yang selalu peduli padanya di rumah ini, kecuali ayah. Perhatian dan kepeduliaan kakek Aditama yang terasa benar-benar tulus membuat Sarah harus berpikir dua kali untuk bersikap cuek padanya. "Lancar Kek, aku tinggal cuma ngulang materi sebelumnya aja kok," balas Sarah.

"Bagus. Kakek tau kamu bisa mengatasi banyak hal dengan baik," puji kakek membuat tante Ira menatap tajam kepadanya. Bagaimana mungkin sang Papa dengan mudah memberi pujian pada Sarah sedangkan Selin_cucu kandungnya sedang mengalami masalah. Harusnya papa Aditama mamberi semangat pada Selin dan meyakinkan Selin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Bukannya malah memuji Sarah dan secara tidak langsung menyindir Selin yang tidak bisa membereskan masalah sekolahnya sebaik Sarah.

Sedangkan Selin yang mendengar pujian itu hanya bisa tersenyum kecut ditempatnya. Selin tau kakeknya adalah orang berkepribadian dingin. Kakek jarang mencampuri hal yang menurutnya tidak penting, bahkan Selin sendiri jarang menerima kepedulian dari sang kakek. Tapi entah mengapa saat dengan Sarah, kakek berubah menjadi orang yang hangat dan penuh perhatian, seakan cucu kandung kakek adalah Sarah bukan dirinya. Dan jujur Selin merasa kecewa akan hal itu.

***

vote and comment ya guys

SarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang