Dua

11 1 0
                                    

Derap kaki terdengar nyaring disepanjang koridor. Seorang wanita sedang berlari tergesa, beruntung ia membawa buah apel; sogokan paling ampuh untuk satpam sekolahnya.

Dengan kesadaran yang diambang batas, wanita tadi mendobrak pintu kelas. Membuat dirinya menjadi tontonan seisi kelas.

Bu Rani yang tengah mengajar Matematika menoleh saat mendengar suara pintu bedebum. Ia memperbaiki letak kacamatanya, "Avella Seina?"

Yang dipanggil tersentak. Seolah nyawanya diletakkan kembali pada tubuhnya. "Iya, saya bu."

"Tolong tutup pintunya." Saat Avella sudah meraih handle pintu, Bu Rani menambahkan, "DARI LUAR."

Hampir seisi kelas menahan tawa, namun tidak ada yang berani melepas suara. Bu Rani menjadi orang terakhir yang ingin diusik para murid di SMA Aksana.

Avella meringis, benar-benar memalukan. Kalau tahu begini ia tidak akan masuk sekolah sekalian. Sudahlah. Ia menutup pintu dan memilih memangkas waktu di kantin. Menunggu pelajaran Matematika selesai dan mendapat hukuman–hiks.

***

Avella menutup pintu ruangan guru dengan sangat amat pelan. Tadi Bu Rani sudah membakar telinganya dengan berbagai anjuran berkualitasnya.

"Hmp..." Avella melirik kertas berisi sepuluh soal ditangannya. Tanpa perlu bertanya alasan keterlambatannya, Bu Rani langsung memberinya tugas yang membuat kepala Avella berdenyut hanya dengan melihatnya.

Pasti sulit.

Karena berjalan sambil menunduk, Avella menabrak bahu seseorang. Ia tidak menoleh karena mood-nya sedang buruk. Diangkatnya sebelah tangan, "Sorry gue gak sengaja," lalu kembali meneruskan jalannya.

"Minta maaf tapi kayak gak niat banget."

Avella berhenti, ia mengenal suara ini. Diputarnya tubuhnya, "Rio?" Ia berjalan mendekati lelaki itu, "Maaf ya, aku gak fokus tadi."

"Gitu doang?"

"Hah?"

Rio menyeringai melihat Avella mengangkat alisnya. "Sebagai tanda maaf, malam ini lo traktir gue, oke?"

Avella diam beberapa detik, mencerna perkataan lelaki di depannya. Ia maju selangkah, telapak tangannya memegang kening Rio. "Kamu sakit?"

Rio berdecak kesal. Beginilah jika memiliki kekasih yang bego sejak dalam perut. "Mau gak?"

"Mau-mau." Avella tersenyum, diambilnya ponselnya dari saku, "Aku pesen meja dulu."

Rio tersenyum? Benar-benar senyum bukan seringaian seperti biasa? Wah, daebak.

"Nanti gue jemput."

"Oke."

"Jangan dandan."

Hah? What the?!

Jangan dandan?

Walaupun enggan, Avella tetap mengangguk. Iyain aja dulu, tapi nanti tetap dandan. Sip. Emang Avella yang paling pinter.

"Bagus. Gue duluan, ya. Kania udah nungguin."

"Oh, em oke. Duluan aja, aku juga udah mau ke kelas kok."

"Gak makan?"

"Udah. Tadi pas kamu sama yang lain belajar Matematika."

Rio terkekeh. Mengangguk sekali, lalu pergi meninggalkan Avella tanpa menoleh lagi.

Aaaaaaaaa ... Rio kok manis banget, sih?!

"Ngapain lo senyum-senyum kayak gitu, ngeri tau gak."

"Bukan urusan lo. Bilang aja kalo gue cantik."

Not Your TypeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang