twenty one

13.2K 1.5K 286
                                    

Aku ingin menangis, ingin menangis sekeras-kerasnya. Kalau saja air mata ini tak mengering, pasti aku sudah melakukannya.

Haechan... kamu bodoh. Kamu adalah pacar terburuk di dunia. Seharusnya kau lebih mempercayai Jeno.

Apa kau tak ingat masa-masa yang kau jalani bersama Jeno? Tak mungkin bukan, dia pacaran denganmu sedangkan dia menyukai orang lain?

Aduh, mikir apa sih aku ini?

Kalau berpikir seperti ini, malah memojokkan diriku sendiri! Aku malah tambah stress kalau begini. Seharusnya aku lebih mempercayai Jeno.

Selama ini aku telah menolak untuk mempercayainya dan membuatnya terluka berulang kali, tetapi kenapa aku malah melakukannya lagi?

Aku juga sudah terus mengatakan kepada diriku agar mempercayainya, tetapi mengapa diriku menolak untuk percaya? Apakah sesungguhnya aku menjadi penghalang Jeno dan Jiyeon?

*NYUUT*

Dengan menyebutkan nama Jiyeon saja, hatiku sudah senyeri ini.

Aku tak mau Jeno kembali kepadanya, aku ingin menahan Jeno disisiku. Tapi apakah aku boleh menjadi begini egois? Oh ya ampun Haechan, berhenti memikirkannya! Dari tadi aku hanya menatap layar televisi tanpa satu acara-pun yang dapat masuk ke otakku.

Walaupun aku terlihat sedang menonton, tapi pikiranku tetap fokus kepada Jeno. Kenapa aku jadi stress begini sih cuma gara-gara mimpi?! Bodoh! Bodoh!

"Ngapain kamu mukulin diri sendiri? Seperti idiot saja." komentar Jeno, heran melihat tingkahku.

"Jeno?! Mengagetkan saja, kamu sudah bangun?!" tanyaku kaget.

"Tentu saja, kau pikir jam berapa sekarang?"

Heuk! Sudah jam setengah sepuluh?! Berarti semalaman aku tidak tidur?! Tak bisa kupercaya aku jadi se-sinting ini!

"Kamu yang merawatku semalam?" tanya Jeno lagi.

"Eh? Uh, i- iya"

Jeno tersenyum kecil, "Oh... heum, te- terima kasih untuk kemarin..."

Wajah apa itu?! Jeno bisa juga malu-malu?! Hahaha! Wajahnya culun sekali kalau malu-malu begitu! Dan lagi dia berterimakasih padaku, jarang-jarang ini terjadi!

"Hahaha, hei-" baru saja aku bermaksud meledeknya, tapi tiba-tiba rasa nyeri melanda hatiku lagi. Begitu nyeri dan pedih sampai sulit bernafas.

"Hm?" tanya Jeno.

Aku memalingkan wajahku, "Eh.. ti- tidak apa-apa.."

"Kenapa kamu? Aneh sekali, seperti idiot saja."

Sakit. Terlalu sakit. Aku harus pergi dari sini. Hatiku sakit sekali melihat Jeno. Aku tak tahan lagi.

"A- aku pulang dulu."

"Heh? Kau pulang secepat ini?"

"I- iya..." kataku sambil mengambil tas-ku bersiap untuk pergi.

Jeno menangkap tanganku, "Hei, kau aneh sekali. Ada apa sih? Setidaknya sarapan dulu disini."

"Eh- uhm, a- aku.. i- ibuku mencariku, di- dia butuh pertolonganku karena kepala adikku nyangkut di pintu." Kataku. Aduh, bodohnya aku. Spontan aku jawab seperti itu. Mana mungkin Jeno percaya!

"Oh, baiklah." Dia percaya...

"A- aku pulang!" Kataku langsung berlari keluar.

"Eh- tunggu dulu, hei!" sebelum Jeno dapat menangkapku lagi, aku menutup pintu tepat di depan wajahnya.

CRAZY! [ nohyuck ] - under constructionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang