01

19 3 0
                                    

Apa pantas dia sebut bangunan ini rumah? Padahal rasa nyaman itu tak pernah ia rasakan. Apa pantas ia sebut mereka keluarga? Peduli padanya pun tidak.
Kebahagiaan yang terus terpancar kala itu membuat sedikit rasa nyaman padanya. Namun, terkadang saat kepingan kenangan itu terus berputar-putar. Api kebencian akan merambat dengan cepat. Ia marah. Ia benci. Ia kecewa.

Kemewahan memang mengelilinginya namun kebahagiaan begitu jauh darinya. Ia memang punya keluarga, tapi hanya sebatas formalitas pun hanya tercantum pada kartu keluarga. Tidak pada kehidupan realitasnya. Jujur, ia tidak butuh itu semua. Ia hanya ingin perhatian dari kedua orang tuanya. Memberinya uang saku sebelum berangkat sekolah, memasak makanan lezat untuknya, bermain bersamanya, memarahinya ketika berbuat salah, dan memujinya saat ia mendapat peringkat di sekolah. Hanya itu saja, perlakuan sederhana yang begitu susah untuk ia gapai.

"Aku iri padamu." Jeno menatap Renjun sekilas dan duduk di bangku dengan asal. Renjun yang tak mengerti ucapan si pria terdingin di sekolah itu hanya termangu. Ini pertama kalinya seorang Lee Jeno mau mengajak orang lain berbicara. Apa harus Renjun mengumumkannya di pengeras suara sekolah?

"Wow! Jeno kita membuka mulutnya!" Heechan tiba-tiba datang dengan senyuman lebarnya dan merangkul Jeno. Jeno segera menepis dan menatap Heechan dengan tajam.

Untuk kesekian kalinya Jeno menghembuskan napas berat. Mereka bertiga terus saja berada di dekatnya. Sudah beberapa kali Jeno menghindar, melontarkan kata-kata pedas, bahkan kalimat macian pada mereka. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Mereka bertiga terlalu penasaran dengan perkataan Jeno kala itu dan mereka terlalu bahagia dengan tingkah Jeno.

"Menjauhlah. Kalian sungguh mengganggu."
Mereka bertiga terkekeh geli. Wajah Jeno merah padam dan sebentar lagi Jeno akan meledak. Untuk berjaga-jaga Renjun sudah memakai penutup telinga, Jaemin berdiri di belakang Heechan dan si ceria Heechan menutup wajahnya. Siapa tahu hujan asam akan terjadi.

Tak seperti ekspetasi yang mereka buat. Jeno hanya membuang muka dan berlalu begitu saja. Meninggalkan keadaan kelas yang baru saja senyap setalah Mr. Kim datang. Tanpa memperdulikan Mr. Kim mereka bertiga berlari menyusul Jeno. Jaemin tahu, ada yang salah dengan Jeno dan mereka bertiga merasa bertanggung jawab untuk memberikan setidaknya setetes kebahagian untuk Jeno.

Jeno berlari tanpa tujuan. Ia terus menepuk dadanya. Entah kenapa setiap kali Jaemin dan yang lainnya mencoba mendekatinya membuat hati Jeno menghangat dan si air mata sialan selalu berusaha menerobos kantung matanya. Pria Lee ini tidak mau terlihat lemah. Ia tidak mau orang-orang melihatnya karna kasihan. Jeno benci itu.

Jaemin tersenyum saat melihat Jeno duduk di sudut taman sekolah. Mereka bertiga perlahan mendekati dan merangkul Jeno. "Tak apa jika tak mau cerita. Kita-"

"kalian berempat sekarang juga lari dilapangan 20 kali!!!"

"SIAL!" Malas tapi takut ditambahkan hukuman mereka berempat berlari mengelilingi lapangan.
"SEMUA INI KARENA KAU LEE JENO!" Heechan mengjulurkan lidahnya dan tentu saja..

"APA KAU BILANG?!" Jeno marah dan mengejar Heechan.

Indahnya pertemanan adalah saat dihukum bersama bukan?

 Untold Story [NCT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang