Kopi Cokelat

20 1 0
                                    

Tama menghela napas agak panjang, akhirnya ia bisa bebas dari tugasnya 5 hari ini. Tak seperti biasanya, ia datang sendirian di kafe kegemarannya, sambil memesan sebuah kopi cokelat kesukaannya.

"Tak ada hal yang lebih menenangkan dari pada kesendirian" ucap Tama dalam hati.

"Tak apalah tak ada mereka, emang aku suka mendadak" gumamnya sambil menggeser beranda instagram-nya. "Emang gini-gini amat ya suasananya" tambahnya saat mulai menyadari bahwa kafenya tidak seramai sebelumnya. Sekitar, enam orang yang ada di ruangan cukup luas itu.

"Mbak, tambah kentang goreng" ucapnya ke pelayan kafe yang kebetulan lewat dihadapannya.

"Tumben kamu datang sendirian? Dimana cogan satunya?" Tanya pelayan tersebut.

"Bukannya yang kau maksud itu aku?" Tanya Tama balik sambil merenges.

"Pede amat si, temenmu yang pendiem itu lo, cool abis liatnya" tanya pelayan balik.

"Oh si Revan, dia ada urusan, rebahan mungkin" jawab Tama.

Ia pun bicara dalam hati "cool dari mananya?"

"Titip salam boleh ngga?" Minta pelayan kafe dengan rona merah dipipinya.

"Oh iya gampang, mau nomernya, mbak namanya siapa si? " timpal Tama.

"Makasih, itu aja dulu, namaku Kezia, salam kenal" jawab pelayan itu.

"Ya salam kenal" Tama sambil tersenyum .
"Udah sering kesini baru tau namanya aku" bicaranya dalam hati.

Tak terasa 20 menit berlalu, saat itu cuaca memang agak mendung. Tama mulai bosan dengan kesendiriannya, yang ia kira dapat mengobati penatnya tugas seharian ini.

"Ternyata bisa krik juga ya disini tanpa kalian" gumamnya sambil tawa kecil. "Mataku mulai panas liat ginian melulu" keluhnya sambil meletakan smartphone-nya. Sebuah panggilan  muncul di layar tersebut.

"Halo, datanglah kesini, aku mulai kesepian" Tama menelfon duluan.

"Aku ada urusan, aku menghubungimu bukan untuk mendengar keluh kesahmu, bukannya kau sudah terbiasa sendiri" ternyata panggilan dari teman sekantornya, Revan.

"Hmm Memang benar ucapanmu, tapi setidaknya aku manusia biasa, punya rasa kesepian, mau bilang apa kau?" Jawab Tama dengan cepat.

"Ternyata si solo fighter bisa kesepian, aku ada kabar gembira untukmu, cuti kita mungkin bertambah 2-3 hari" jawab Revan.

"Itu bukan kabar gembira, tak ada hal yang lebih menyenangkan daripada menyelesaikan tugas, kau lupa mottoku?" Tama bicara dengan lantang.

"Mottomu sampe terngiang-ngiang dikepalaku, tapi setidaknya aku juga manusia biasa, punya rasa cape, dahlah aku tutup"

"Eh aku punya berita baik untukmu, Van, Revan, halo" Tama mulai bicara cepat, tapi panggilan di ponselnya sudah ditutup oleh Revan.

"Jika aku mengatakannya, mungkin dia bisa punya pacar" Tama termenung sebentar.

"Ah apa itu pacar?, sudahlah, lupakan" Tama menggerutu sendiri sambil mengamati luar jendela kafe.

Hujan mulai turun, tiba-tiba datang dua motor matic warna hitam dan putih yang familiar. Tama mengamati sekilas ke arah parkiran. Mata nya terbelalak, dia kaget melihat wanita yang baru saja melepas helmnya. Wajah wanita tersebut bak rembulan. Rambut panjang hitam, pipi chubby, rambut halus di pelipisnya, kemeja abu-abu terselip di jeans biru, dan canda kecil yang tersurat tipis diwajahnya saat turun dari motornya. Dia terpana, dia teringat dengan seseorang. Kilasan masa lalunya muncul kembali dalam benaknya.

Hujan jadi agak deras beriringan dengan ketiga wanita itu masuk kafe. Degap jantung Tama semakin kencang.

"Jangan-jangan ...." terkanya dalam hati sambil mengamati salah seorang wanita tersebut yang sangat menarik perhatiannya.

Ready To Shoot YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang