Senyuman Hangat

19 1 0
                                    

Tama mengamati dengan penuh seksama, matanya terbuka lebar. Salah satu wanita tersebut menoleh ke arahnya.

"Tama, bukankah itu kau?" Tanya wanita tersebut dengan nada tinggi.

"Hei, Laudya, tak ku sangka kau ada disini". Tama kaget melihatnya.

Wanita yang telah diamati Tama pun ikut menoleh.
"Tama?" Ujarnya dengan ekspresi kaget.

"Senang melihat kalian disini" sapa Tama dengan senyuman kecil.

Kedua wanita yang dikenalnya pun membalas dengan senyuman hangat.

"Sudah lama ya kita ngga ketemu" ujar Tama sambil menjulurkan tangan menyapa teman lamanya.

"Kau agak hitaman" kata Ananda dengan nada lirih.

"Iya hitam dan kuat" tambah Laudya dengan gurauannya melihat tangan Tama bersalaman dengan Ananda agak lama. Tama pun segera melepasnya dan lanjut bersalaman dengan yang lain.

"Sudah lamakah kau disini?" Tanya Ananda.

"Baru saja, aku lagi kosong makanya kesini, bagaimana kabarmu?" Tanya Tama balik.

"Alhamdulillah, sehat, kemana kau sekarang?" Tanya Ananda.

"Maksudnya? Apa yang ..." Tanya Tama.

"Ehem, kaki kalian ngga cape apa, eh ini, kenalin temenku kuliah" Laudya menyela.

"Aku Tama" salamnya dengan teman kuliah Laudya, Silvi.

"Salam kenal, aku Silvi" balasnya sambil mengangguk.

"Duduk sebelah sini" lanjut Tama.

Mereka pun duduk di meja yang sama dengan Tama. Ketiga kawan se -SMP itu merasa seperti kembali pada masanya.

"Kalian lanjut kemana ni? Tama membuka topik pembicaraan.

"Kalau aku si, lanjutin usahanya ibuku, kau tau lah, sesekali mampir dong" jawab Laudya dengan cepat.

"Kalau pengen tau aku lanjut kemana, jawab pertanyaanku dulu tadi" tambah Ananda.

"Oh iya aku baru paham sekarang, aku kerja di kantor kepolisian setempat kok, kamu?"

"Dia baru magang di Rumah Sakit Medika Jaya, kau taulah, anak kedokteran" saut Laudya.

"Ish, Dya, kita ini sama aja kok" jawab Ananda dengan wajah malu.

"Oh iya kamu, Silvi?" Lanjut Tama.

"Aku mau lanjut kuliah S2 kok" jawab Silvi agak malu.

"Eh ini kita sudah berapa tahun ya ngga ketemu?" Tambah Laudya.

"Emm, udah 3 tahunan mungkin" jawab Tama.

"Ngga 4 tahun ya, 3 tahun mu itu mungkin ngga ketemu sama Ana, eaa" tambah Laudya.

"Eh apaan si Dya" saut Ananda dengan nada agak tinggi.

Laudya dan Silvi tertawa kecil. Pipi Tama pun memerah, ia pun segera memalingkan wajah ke parkiran.

"Kalian mau pesan apa?" Tanya Silvi.

"Ingat ya hari ini kau yang bayar, aku seperti biasanya" jawab Laudya.

"Iyaaa, ngegas amat, kamu, Ana?" Imbuh Silvi.

"Paling ya matcha green tea" jawab Tama lirih.

Ana pun menatap wajah Tama.

"Nah itu sudah dijawab" Ana menyengir.

"Ayo, Sil, aku anterin nanti malu kamu pesen sendiri" Dya segera beranjak menyusul Silvi.

"Yee, aku juga mau ke kamar mandi" jawab Silvi.

Di meja tersebut hanya ada Tama dan Ana, sesekali mereka saling bertukar pandang, suasana menjadi agak canggung. Keduanya saling membisu.

Ana mengusap rambutnya dengan tangannya, seolah-olah dia mau ingin berbicara dengan Tama. Tapi keadaan membuatnya membeku.

"Hei" Tama memberanikan diri untuk berbicara empat mata.

"Apa?" Jawab Ana dengan singkat. Dia lalu memalingkan wajah seperti menyembunyikan sesuatu.

"Aku ingin bertanya sesuatu ..." tanya Tama.

Ana pun meliriknya lagi.

Keadaan menjadi hening. Di meja tersebut seperti terjadi pergulatan emosi yang terpendam satu sama lain.

"A..aku..a.aku ...." Tama mulai gugup. Dia menghadap ke gelas cokelatnya.

Ana mulai memperhatikannya dengan wajah penasaran.

"Dorr, hayoo apa yang kalian lakuin?" Tiba-tiba tangan Laudya menyentak bahu Ana.

Tama pun kaget, membuang rasa malunya, dan segera meminum cokelatnya dengan pelan.

"Apa aku mengganggu kemesraan kalian?" Tanya Silvi.

"Gitu aja mulu, aku kan sudah punya pacar" jawab Ana.

Tama spontan melihat ke Ana dengan wajah tak percaya.

Tiba-tiba ponsel Tama berbunyi.

"Halo siap ndan, iya siap saya segera kesana" Tama tiba-tiba berdiri sambil mengangkat telfonnya.

"Kelihatannya super sibuk sekarang?" Tanya Laudya sambil tertawa kecil.

"Hehe, maaf ya, aku pamit duluan" jawab Tama sambil memakai jaketnya.

"Hujan-hujan begini kau mau pergi?" Tanya Ana.

Tama segera keluar dan pergi dengan motor sport-nya, tanpa menjawab pertanyaan dari Ana.


Ready To Shoot YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang