dua | •Mimpi Itu

25 4 1
                                    

Ian membuka matanya, tatapannya menjadi sendu. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Mimpi itu, bukan hanya sekedar mimpi namun itu adalah sebongkah kenangan manis yang mereka ukir pada waktu itu. Kenangan manis itu sekarang hanyalah kenangan menyedihkan baginya. Tiap tidurnya ada saja waktu dimana ia akan memimpikan bertemu dengan sang gadis. Jika sudah seperti ini keadaannya, ia akan menjadi kacau. Andai saja waktu itu Ian sudah besar, pasti ia akan mencari tahu kemana gadis itu pergi.

Ian menghapus air mata yang sedikit jatuh di pipinya. Ia beranjak dari tempat tidur kemudian bergegas ke kamar mandi untuk merapihkan diri.

"Le, Kakak kangen kamu." Ian menatap dirinya di kaca membayangkan gadis itu dibenaknya.

Setelah kembali ke kamar, Ian bergegas menelepon Hanan agar menjemputnya nanti. Ia takut kacau kalau bawa motor sendiri.

"Nan, nanti bareng dong."

"Tumben amat. Motor lo kemana emang?"

"Ada, males nyetir."

"Males ah boncengin lo. Mending boncengin cewe."

"Kaya ada aja cewe yang mau digonceng sama lo."

"Eits, jangan salah bro. Banyak yang udah mengantri buat duduk di belakang jok motor abang ganteng."

Ian menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Yaudah mau enggak jemput kesini?"

"Boleh, tapi isiin bensin ya."

"Yaudah oke."

"Kenapa sampe bisa kebawa mimpi gini sih?" ucap Ian saat sedang bercermin.

Benar, ia sekarang akan segera berangkat kuliah, namun sejak pagi pikirannya kacau, seperti ada benang kusut di dalam pikirannya.
Hari ini pun terasa berat baginya, maka dari itu ia menyuruh Hanan untuk menjemputnya.

'Tin tin tin' bunyi klakson Hanan membuyarkan lamunan Ian.

"Fokus! Lo gaboleh ke distract cuma gara-gara cewe itu," ucapnya saat ingin beranjak keluar.

"Let's go broo! Bang Hanan udah siap nih." Hanan berteriak saat Ian baru saja keluar dari pintu kos nya itu.

"Cocot mu itu loh berisik banget," ujar Ian dengan nada yang terdengar lemas.

Hanan menatapanya dari ujung kaki hingga ujung rambut. "Weh kenapa lo? Tumben lemes bener."

Ian memang terlihat seperti orang sakit.
"Enggak apa-apa, udah yuk jalan gue lagi males debat sama lo," jawab Ian yang segera duduk di belakang jok milik Hanan.

"Yan, yakin enggak apa-apa? Masih kepikiran itu cewe?" tanya Hanan saat sudah tiba di parkiran kampus. Hanan, Saka dan Raden memang tahu kalau Ian seperti ini pasti karena kepikiran dengan gadis itu.

"Iya, Nan. Enggak tenang banget gue tidur tadi malem," jawab Ian sambil menendang batu kecil yang ada di depannya.

"Tenang aja, babang Hanan siap membantu," ucap Hanan berusaha mengalihkan pikiran Ian.
"Kalo butuh apa-apa bilang gue aja, oke?" lanjutnya.

"Thanks, Nan. Yaudah gue mau ke toilet dulu. Lo duluan aja, nanti kabarin posisi dimana." Ian mengangkat satu alisnya yang dijawab Hanan dengan mengacungkan jempolnya.

 • The Universe | -kang min hee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang