Asya merasa terlalu lelah. Akhirnya, ia berniat untuk tidur lebih cepat. Rasanya, ia begitu nyenyak sekali tidur. Kasurnya empuk tidak seperti di rumahnya dulu.
"Hei, apa kau ingin menggodaku?"
Suara berisik membuat Asya terbangun. Ia pun langsung membuka matanya. Asya tersentak kaget, melihat Arga sudah ada di depan matanya.
"Hei, kenapa kau ada di sini?!" tanya Asya langsung terduduk.
Arga terkekeh geli melihat ekspresi Asya. "Kau ini pura-pura bodoh, ya? Ini kamarku, jelas-jelas kau yang tidur di kamarku!" tukas Arga.
Asya langsung melihat sekeliling kamar. Benar, Asya memasuki kamar Arga tanpa izin. Bagaimana bisa ia jadi ceroboh. Padahal, Asya merasa kalau ia memasuki kamarnya sendiri.
"Maaf, aku akan pergi dari sini."
Asya langsung beranjak pergi dari kamar Arga. Namun, tangannya tiba-tiba dicekal dan membuat Asya kembali tertidur di kasur.
"Siapa yang menyuruhmu untuk pergi?" tanya Arga mulai mendekati wajahnya.
Asya melotot mendengar perkataan Arga. Apa maksud dari perkataannya? Ah sial, bagaimana caranya agar Asya bisa kabur dari pria ini. Ya walaupun, ia pernah menolongnya, tetapi tidak disangka, inilah sifat asli Arga.
"Hei, sedang apa kalian?"
Asya dan Arga langsung menatap ke sumber suara. Di sana Bayu sedang berdiri dengan tangan di depan dada. Asya berpikir, ia bisa memanfaatkan Bayu.
"Tuan Prama yang bijaksana, tolonglah pelayanmu yang malang ini," pinta Asya memohon.
Bayu terlihat bersemangat mendengar pujian dari Asya. "Baiklah, Nona. Kau akan kuselamatkan!" seru Bayu dan langsung bersiap-siap melayangkan tinjunya.
Bayu memukul Arga dengan cukup kuat. Ia tersenyum lebar bisa membantu Asya. Saat ini, Arga sedang meringkuk kesakitan.
Asya tersenyum menyeringai. Ia pun berhasil kabur dari pria gila itu. Segera Asya menuju ke kamarnya.
"Dasar sialan! Lihat saja, kau akan kubalas!" gumam Asya.
***
Keesokan paginya, mereka langsung pergi ke universitas Garuda. Di mana, universitas itu hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk.
Sesampainya di kampus. Semua wanita langsung mengerumuni ketiga pria itu. Siapa lagi kalau bukan pria gila yang disebutkan Asya.
"Uwah, tampan sekali mereka. Ya Tuhan, aku ingin sekali menjadi pacar mereka."
"Aku ingin berdiri bersamanya sekarang."
"Lihatlah, siapa wanita di belakang pangeran kita? Merusak pemandangan saja!"
Jlebb!
Omongan itu seakan menusuk ke jantung Asya. "Dasar manusia bermulut pedang. Seenaknya kalau mengatai orang. Dikira gak sakit hati apa?!" gerutu Asya dalam hati.
"Maaf ya para nona, saya selaku pelayan pribadi mereka. Melarang kalian untuk menghalangi jalan. Mohon menyingkirlah!" tegas Asya, dia benar-benar memendam amarahnya sekarang.
Di hari pertamanya. Tidak mungkin, Asya akan membuat masalah. Mungkin, hari-hari kedepannya boleh saja jika mereka memancing.
"Berani sekali kau? Bahkan, kau hanya seorang pelayan. Kau sama sekali tidak berhak untuk mengusir kami!" seru wanita berambut hitam keriting.
"Dasar sialan, kau membuatku marah!"
Wanita itu melayangkan tangannya ke arah Asya. Asya hanya menutup mata. Namun, menit kemudian tidak ada tangan kotor mendarat ke pipinya. Asya pun membuka matanya.
"Jangan sedikit pun menyentuh pelayan kami!" bentak Zee, tegas. Wanita itu langsung minta maaf dan lari menjauh.
"Terima kasih, Zee."
***
Pada istirahat pertama. Masalah baru datang lagi. Asya saat ini sedang berada di rooftop kampus. Ia datang bersama Ratih untuk menyelusuri tempat-tempat di kampus itu. Namun, hari yang sial bagi Asya. Ia harus bertemu dengan Kesa.
Ketua geng Diamond. Ratih sudah menceritakan semuanya tentang geng itu. Benar saja, model berandal dengan celana sobek-sobek. Asya tidak mengerti, kenapa di universitas seperti ini ada geng seperti itu.
"Kau pelayan tiga pangeran kami?" tanya Kesa dengan senyum dipaksakan.
"Kenapa? Kau tidak suka?" jawab Asya sok berani.
Kesa terkekeh. "Berani juga lo ternyata."
"Emangnya kalian siapa? Aku tidak akan takut dengan kalian. Tiga iblis sekaligus saja bisa kukerjai, apalagi kalian," celetuk Asya dengan memutar bola matanya malas.
"Rat, dalam hitungan ketiga kita harus lari ya. Tapi, gue saranin harus kenceng, kalau enggak lo bakal ketinggalan," bisik Asya tepat di telinga Ratih.
Ratih melongo. Dia kira, Asya orangnya memang pemberani. Ternyata, hanya berani ngomong doang. Mau tidak mau Ratih hanya menuruti perintah dari Asya.
"Lo nantangin kita?"
"Satu," ucap Asya pelan, agar gerak-geriknya tidak ketahuan.
"Woi! Lo budek, ya?!"
"Dua."
"Wah, bener-bener nih anak. Hajar mereka!"
"Tiga, lariiii!"
"Hei, jangan kabur lo!"
Mereka menuruni tangga untuk turun ke lantai 2. Tempat yang paling aman untuk Asya, yaitu ruang kelasnya sendiri. Di sana, ia bisa meminta tolong dengan Arga dan Zee.
Namun, tangga yang mereka turunin terlalu banyak. Membuat Asya sedikit ngos-ngosan. Tetapi, tidak dengan Ratih, ia terlihat sangat cepat menuruni tangga itu. Padahal, Asya kira dia yang akan tertinggal, eh malah sebaliknya.
Tiba-tiba, seseorang menarik Asya dan membekap mulutnya. Asya terkejut dan mulai memberontak.
"Mmm!"
"Sssttt, jangan berisik."
Asya mendongak melihat sang pelaku. Ternyata, itu adalah Arga. Dia membekap mulut Asya, agar tidak menimbulkan suara.
"Cepet banget tuh anak larinya," ucap Kesa sedikit kesal.
"Paling punya ilmu gaib kali, Bos."
Kesa langsung menoyor kepala anak buahnya. Mereka kalau berbicara asal ceplas-ceplos saja. Terkadang juga perkataannya tidak nyambung.
"Muncung lo lama-lama makin aneh aja, ngomongnya. Mau gue jahit, tuh."
"Enggak, Bos. Ampun, janji gak bakal ngomong itu lagi."
"Ngomong apa?"
"Itu ... apa ya?"
"Kalau ngomong yang bener dong. Mau gue sikat lo, kesel juga gue lama-lama!"
Kesa pun mulai menuruni tangga. Anak buahnya juga mulai mengikutinya dari belakang. Asya menghela napas panjang. Arga pun melepaskan tangannya.
"Makasih," ucap Asya sambil mengatur napasnya.
"Cuma makasih, doang?"
Asya baru sadar, lelaki di depannya ini bukan pria biasa. Bagaimana mungkin Asya sampai lupa. Asya pun mencari cara agar terlepas dari Arga.
"Eh liat, ada cicak!" Asya mencoba mengalihkan perhatian. Namun, Arga tidak sebodoh Bayu yang mudah ditipu. Ia hanya diam menatap Asya dengan senyum menyungging.
"Apa kau mencoba menipuku? Caramu itu masih kekanakan."
Asya benar-benar kehabisan akal. Mereka berada di lorong sempit di celah-celah tangga. Sangat sulit bagi Asya untuk bergerak tanpa sepengetahuan Arga.
"Bentar lagi masuk, nanti aku bisa telat," ujar Asya.
"Kau tidak ingat siapa aku? Aku anak tunggal dari Diego. Mereka, tidak akan berani membantah perintahku."
"Dasar sialan! Berani-bera---"
Asya melotot dengan perlakuan Arga. Ia langsung mendorong Arga hingga terjedut ke tembok tangga. Asya tidak peduli, ia harus pergi sekarang juga.
"Akhhh, kepala gue." Arga mengusap-usap kepalanya. Detik berikutnya ia tersenyum sinis dan langsung pergi menuju ke kelas.
"Dasar gila! Kok ada, ya, lelaki seperti itu. Berani-beraninya mengambil kesempatan dalam kesempitan!" gerutu Asya sangat kesal.
__
_
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda Tampan(Telah Terbit)
RomanceSiapa sangka, seorang gadis sederhana bernama Asya dapat bertemu dengan ahli waris keluarga besar. Bahkan, ia sempat direbutkan dengan kedua lelaki bersaudara. Karena kejadian itu, banyak yang salah paham dan membuat Asya bingung. Siapakah yang akan...