O

1.2K 111 4
                                    

9 Februari 2019

Gracia POV

Aku terbangun dengan terengah. Dia masih mengejarku sekalipun dalam mimpi dan aku sangat membenci fakta itu. Brengsek yang sekarang terkubur di bawah tanah itu seperti tidak rela melihat aku bahagia.

Aku membencinya.

Dia membuatku menderita. Sangat!

Hari-hariku sekarang berjalan lebih baik setelah dia temukan bunuh diri di rumah, begitulah yang didapat polisi dari hasil penyelidikan mereka. Aku tidak terlalu peduli bagaimana manusia itu mati. Toh aku akhirnya dapat terbebas.

Sialnya aku tidak dapat terlepas sepenuhnya.

Aku masih merasakan bagaimana sentuhannya di kulitku setiap malam, lewat mimpi yang terus mengejarku. Aku frustasi.

Sekarang, semuanya sedikit lebih baik. Ya, setelah aku bertemu dengan Shani. Dia membuatku tidak mengalami banyak mimpi buruk.

Aku perlu mendinginkan kepalaku.
Ini baru pukul dua dini hari kekika aku terbangun. Ku putuskan untuk beranjak dari ranjang danmenuju kamar mandi, melepas tiap helai pakaianku, lalu berjalan ke bawah shower. Aku tidak terlalu peduli dengan betapa dingin suhu air saat ini.

Aku butuh menenangkan pikiranku.
Masih sangat terasa bagiku mimpi tersebut, membuatku menggigil ketakutan daripada dinginnya air yang melintasi kulitku.

Pikiran-pikiran itu, suara-suara itu, dan sentuhan-sentuhan manusia itu membuatku gila.

Aku terduduk di lantai, menangis keras. Ketakutanku membuatku tidak berdaya. Sial, aku membutuhkan sentuhan manusia brengsek yang sudah membuatku kecanduan.

Aku benci sekaligus butuh, itulah kenapa aku tidak pernah bisa melarikan drii darinya. Tubuhku membutuhkannya.

Aku terisak. Hidupku sangat menyedihkan dengan semua omong kosong yang kujalani selama ini.

Ku rasakan air tidak lagi melintasi kulitku, kali ini kurasakan sebuah pelukan familiar menyelimutiku. Kata-kata penenang di bisikkan ketelingaku.

"Tenang, Gre... Aku ada di samping kamu sekarang"

Shani.

Gadis yang lebih tua dariku ini memelukku, menyelipkan tangannya di bawah lutut dan belakang punggungku. membawaku ke kamar, lalu membaringkanku dengan lembuembut8t seolah aku adalah bayi.

Aku tidak peduli lagi. Kutarik leher Shani, menabrakkan bibir kami sehingga aku bisa merasakan sentuhannya. Tubuh Shani menegang sebelum membalas lumatan kami lebih dalam.

“I need you~” bisikku terengah setelah ciuman kami terlepas. Mata Shani menggelap begitu juga hawa panas yang menyelimuti kami berdua yang semakin intens.

Aku tahu, pada akhirnya aku akan kecanduan dengan sentuhan Shani.

Yellow HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang