~Eps 01 : Penculikan~

1.4K 42 6
                                    

Aku benci hari senin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku benci hari senin. Memang sudah sepatutnya hari senin dibenci banyak orang karena alasan yang sama, tapi kali ini berbeda untukku. Dada ku sesak dan pikiranku tak terkendali karena nya. Pagi ini sebelum aku berangkat sekolah, ayah memberi kabar buruk mendadak, dia ingin aku berhenti sekolah. Tentu aku sudah meminta penjelasan, tak lupa tolakan secara terang-terangan, tapi itu keputusan ayah, keputusan seorang kepala keluarga adalah mutlak. Dan memang sudah seharusnya kami mengambil tindakan ini. Dan aku membenci nya.

"Dasha!" Seseorang memanggil namaku, aku sangat mengenal suara ini. Tidak seperti biasanya, aku berbalik kearahnya dengan wajah datar. Lelaki itu berlari menghampiri sambil mengangkat kamera yang menutupi sebagian wajahnya, aku bertaruh pasti dia akan memencet tombol besar diujung atas benda kotak itu.

Cekrek! Cekrek!

Benar kan. Aku tersenyum kecil menyambut kedatangannya, dia menurunkan kamera sambil melihat gambar hasil bidikkannya, tanpa memperdulikan aku.

"Waw, kau sangat berantakan sekali." Komentar nya tanpa melihat lengkungan di bibirku yang bergerak turun. Dia mengomentari hal buruk tentang diriku yang menjadi target fotografi nya barusan, benar-benar tipikal seorang Ian.

"Jadi, hal itu benar?" Akhirnya dia mendongak setelah beberapa kali mengabaikanku, alis mataku berkerut. "Kau akan berhenti?"

Mataku semakin memicing memandang wajah cemasnya yang entah sedari kapan, darimana dia tahu tentang itu? Aku belum cerita pada siapapun bahkan wali kelas, kecuali— "Elina,"

"Dia memberitahu mu?" Sedikit kaget tapi tidak begitu membuatku panik karena hal ini sudah biasa terjadi. Kulihat bibirnya dilipat kedalam dan kedua alis matanya terangkat bersamaan, jawaban dari dugaanku adalah benar. Meski aku sudah memprediksikan sebelumnya, tetap saja kulakukan curhatan masalahku pada gadis itu, sahabatku.

Mau bagaimana lagi, aku tak bisa menutupinya dari Ian, dia juga sahabatku, hanya mereka berdua yang kupunya. "Iya, itu benar."

Suara yang keluar terdengar berat sekali, seberat itukah kenyataan pahit ini?

Ian menundukkan kepala, ia tampak sedih mendengar kebenaran itu. "Oh..."

Hanya itu yang keluar dari gerakan mulutnya, ini semakin membuatku benci akan hari senin. Otak ku berputar mencari alasan untuk mengembalikan semangat Ian, sampai aku menemukan nya yang entah kenapa aku pun tidak yakin benar adanya. "Aku berhenti bukan berarti pergi, Ian."

Kubuat nada itu selembut dan sehangat mungkin yang tak pernah didengar orang lain sebelumnya, kepala Ian kembali tegak perlahan-lahan, matanya menatap mataku dan mencari sesuatu disana, kuharap sedikit ketidakyakinan ku bisa membuatnya kembali bersemangat. Aku berharap-harap cemas untuk ini. Beberapa detik kemudian senyum lebar nya kembali mengembang, disaat itu juga aku bisa bernafas lega dan ikut tersenyum.

"Hahaha..." bahkan ia sedikit tertawa, entah menertawakan apa, "Haha... oh hey, lihat ini!"

Kedua tangan itu menyodorkan kamera yang sedari tadi dipegangnya, ada foto diriku yang barusan ia ambil, aku memperhatikan setengah penampilanku di layar itu. Ckck, Ian benar, aku berantakan sekali disana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pent Up #SlaveRemakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang