Dimensi part 2

38 1 0
                                    

Sssrrrrhhhhh...
Terdengar alunan suara gesekan daun tertiup angin malam di hutan.
Turunnya hujan membuat perjalanan kami terhenti untuk pulang dan terpaksa untuk menginap di hutan yang lebat. Hanya ditemani pencahayaan lampu minyak tanah dan bekal sisa cukup untuk memenuhi kebutuhan kami semalam saja.

Kruukkk... Kruukkk...

"Duh, perut gue laper.." Ujar Prakasya sembari membangunkan kami yang sedang tertidur.

"Kalian masih punya cadangan makanan engga, gais?" Ujar Prakasya sekali lagi.

"Gue masih ada nih sosis, tapi harus dimasak dulu." Kata Fahreza sembari tangan mengocek tas.

"Tapi kan kita engga punya kayu bakar, lagian diluar hujan rintik, Sya." Saut gue.

Dengan bodohnya si Prakasya membulatkan tekad untuk mencari kayu bakar sendirian hanya bermodalkan senter yang menempel dikepala nya.

"Hei, jangan masuk ke dalem. Bahaya." Kata gue yang mencoba ingatin sahabat gue itu.

Hutan ini memang rawan. Sudah banyak pendaki yang mati sia - sia. Nampak bahaya bukan, nyawa menjadi taruhan.

Prakasya, sahabat yang gue tegur malam ini di hutan yang lebat dan menghiraukan peringatan dari gue demi mementingkan diri sendiri.

..........

Pletaakk!! Suara bola yang mengenai punggung Prakasya.

"Woii.. Monyet.. Siapa yang lempar sih?!" Gerutu Prakasya.

"Bang.. Balikin bola kami. Jangan ambil bola kami dong bang." Ujar salah satu anak kecil.

"Bocil?? Di hutan kaya gini? Bola apa?? Lagian ngapain mereka main bola tengah malam kaya gini??" Ujar Prakasya dalam hati.

Bola yang terpental dari punggung Prakasya menggelinding ke arah semak - semak. Namun, apa yang Prakasya lihat tampak seperti bukan bola biasa.

"I... I... I... Itu mirip kayak..." Ujar Prakasya heran.

"Ah... Engga asyik... Bola nya udah di hilangin sama abang itu. Hei bang, gantiin bola kami dong." Kata anak kecil berbaju merah.

"Iya... Engga asyik banget Abang satu ini... Payah... Gantiin dong bang." Kata anak kecil yang memegang tongkat panjang.

"Bola apa dek? Adek ngapain main bola disini? Dan, itu yang adek pegang tongkat apa? Ko warna nya putih." Tanya Prakasya bingung.

Tiba - tiba datanglah sosok anak kecil perempuan berpita hello kitty menarik tangan Prakasya.

"Ayo kaka, ikut aku aja. Kita main masak - masakan disana. Daripada sama mereka, cuma tau main bola aja." Ujar anak perempuan itu.

"Oh iya hayuk dek... Kaka temenin main masak - masakan. Tapi, kalian semua ngapain disini? Orangtua kalian dimana?" Tanya Prakasya.

"Udah ah kaka ikut aku aja dulu. Ayo kita main masak - masakan, teman - teman aku udah pada nunggu disana ka. Biarin aja para cowo - cowo cari bola mereka sendiri." Ujar anak perempuan berpita hello kitty itu.

"Yaudah kaka ikut kamu dulu okey. Nanti kaka ganti bola kalian. Oiya, kenalin nama kaka Prakasya." Jawab Prakasya.

Terlena dengan bujukan anak kecil perempuan itu, Prakasya tak menyadari kalau dia sudah dibawa ke tengah hutan. Tapi...

"Var... Bikinin teh dong buat aku sama ka Prakasya. Eiya ka hehe... Aku lupa, nama aku Resya dan ini teman ku Varelia." Kata Resya.

"Oke Resya, nih teh buat kamu sama ka Prakasya." Ujar Varelia sembari menyodorkan gelas ke arah mereka.

"Makasih yah adek manis, kaka minum dulu." Jawab Prakasya.

Sluuuuuuurrrrrpppppp...
Huuueeeekkkk!!!

"Ini air tanah?? Yang benar saja." Ujar Prakasya dalam hati.

"Ih kaka kenapa dibuang? Aku kan udah cape - cape bikinin buat kaka. Yaudah kalo kaka engga mau minum, aku kasih kaka sop aja." Gerutu Varelia.

"Haduh gue lupa kalo mereka lagi main masak - masakan." Ujar Prakasya dalam hati.

"Maaf yah adek manis... Wah ini sop nya enak yah, ada potongan daun sama batu nya... Mirip kentang yah... Ada bakso nya juga... Ehh... Bakso???" Seketika obrolan Prakasya terputus, pasalnya ada yang aneh dengan sop itu.

"Hmm... Bentuk nya aneh... Ini... Ini... Bola mata manusia!!!" Ujar Prakasya kaget dalam hati.

"Kenapa ka? Kurang yah? Kalo kurang, kita masih banyak ko bahannya. Tuh disana..." Ujar Resya sambil menunjuk baskom berisi potongan tubuh manusia.

"Whaaattt!!! Cuiihhh... Kalian ini apa??" Teriak Prakasya.

Dengan perlahan Prakasya melangkah mundur dan tak sengaja menendang baskom berisi potongan tubuh manusia lainnya.

Brraaakkkkk!!!
Kloonntaaanggggg!!!

"Kaka... Kaka kenapa rusakin mainan kami? Kaka harus ganti... Kaka harus ganti... KAKA HARUS GANTIII!!!" Teriak Varelia.

"Yaa... Kaka harus ganti mainan kami, kami mau yang kaya gini!!!" Ujar anak kecil laki - laki itu sambil menendang bola ke arah Prakasya.

"Hah!!! Ini... Ini... Ini kan kepala Adit!!! Ini Adit... Dia yang sedang dicari... Adit hilang sebulan yang lalu itu kan yang ada di berita..." Kata Prakasya seraya tak percaya.

"Kami mau yang seperti itu... Kami mau yang seperti itu... KAMI MAU YANG SEPERTI ITU!!!" Teriak anak - anak itu.

"Pergi kalian... Pergi... PERGIII!!!" Teriak Prakasya.

..........

Hadeuh, satu lagi nyawa anak manusia menjadi tumbal keganasan dihutan ini. Ntah sampai kapan hal ini akan terus terjadi.

"Pus, sahabat lu lama juga ye nyari kayu bakar nya." Ujar Fahreza.

"Iya nih... Duh gue jadi khawatir. Gue takut dia kenapa - napa, Za. Kemana yah dia?" Jawab gue dengan khawatir.

Buuukkkk!!!

Tepat mengenai tenda kami, kami pun keluar untuk memeriksa apa yang sedang terjadi dan betapa terkejut nya kami.

"Hei kalian." Teriak anak kecil berbaju merah itu.

"Ayo ikutan main bola bersama kami, yukk..." Kata anak kecil berbaju merah sambil lihainya ia mendribble kepala Prakasya.

DimensiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang