21# Kolase Ingatan Tentangmu

379K 50.7K 21.4K
                                    

Luka tak dapat kuhindari
Meski bersembunyi darinya
Engkau telah membunuh mimpiku
Tuk selamanya denganmu

- ALIKA -

○○○●●● 》♤♤♤《 ●●●○○○

Malam itu hujan turun semakin deras. Jika awalnya hanya ada sunyi, kini suara petir menggelegar dari sudut langit. Cahayanya sedikit menyulut nurani. Seolah-olah tiap terang yang hadir mampu merenggut sebuah nyawa.

Jef memberhentikan mobilnya disebuah pelataran kos-kosan dua lantai dengan tubuh menggigil. Masih jelas dalam ingatannya tentang tubuh Sastra yang bersimbah darah. Laki-laki itu sama sekali tidak bergerak saat Jef pergi meninggalkannya.

Saat suara petir terdengar sekali lagi, Jef memutuskan untuk keluar dari mobil. Dengan langkah gemetar, ia buru-buru menapaki anak tangga disudut bangunan. Pikirannya semerawut. Disaat seperti ini, Jef takut untuk pulang. Lalu ada satu nama yang terlintas dikepalanya, untuk itulah Jef kemari.

"Kav!!" Jeffery benar-benar tidak tahu harus melakukan apa selain mengetuk pintu kamar Kavi dengan terburu-buru.

"Kavi!! Ini gue, Jef!"

Tak berapa lama, seorang laki-laki dengan tampang mengantuk muncul sembari membetulkan letak kacamatanya. Laki-laki bernama Kavi itu nampak keheranan saat Jef tiba-tiba saja menyerobot masuk ke dalam kamarnya dengan pakaian yang lembab.

Ditatapnya wajah Jef yang nampak berantakan. Bibirnya pucat keunguan, sementara tubuhnya gemeteran.

"Lo-- kenapa?" Kavi memutuskan untuk bertanya, tapi Jef tidak menjawab apa-apa. Laki-laki berjaket coklat itu menatap kosong kearah galon disudut ruangan. Giginya bergemelatuk, menggigiti kuku-kukunya sampai berdarah.

"Jef! Muka lo pucet banget. Lo kenapa sih? Sakit? Kalau sakit mah ke rumah sakit, bukannya ke sini. Ganggu orang tidur aja lo." Kavi berdecak, tanpa tahu alasan kenapa Jef tiba-tiba datang ke tempatnya.

"Gue nabrak orang, Kav."

Pengakuan itu berhasil membuat Kavi berhenti melangkah.

"Lo ngomong apa sih?"

"Gue serius!! Gue barusan nabrak orang, Kavi!!"

Jef bangkit dari duduknya dengan gusar. Saking bingungnya harus bagaimana, dia sampai menarik surainya kuat-kuat.

"Terus orangnya gimana? Parah?"

Jef menggeleng lemah. "Gue nggak tahu, Kav. Gue nggak tahu."

"Lo lari?!" hanya seper sekian detik saat Kavi menarik kerah jaket Jef dengan tatapan nyalang. "Jeffery, jawab gue!!"

"Gue takut, Kav!! Gue takut!! Waktu itu hujan deras dan jalanan sepi banget. Gue sama sekali nggak tahu harus ngapain. Gue bingung banget, Kav. Gue harus gimana?"

"Nggak punya otak ya lo?! Kalau sampai tuh orang mati gimana?! Lo harusnya nggak kesini, Jeffery! Lo harusnya bawa orang itu ke rumah sakit!"

Jef kembali terduduk tanpa tenaga. Pikirannya kalut. Sempat terbesit dalam kepalanya tentang kemungkinan paling buruk. Bagaimana kalau Sastra mati?

"Goblok!" Kavi mengerang. Sampai-sampai pemuda berkacamata itu turut menyugar rambutnya dengan kasar.

Dalam keheningan itu, Jef menangis tanpa suara. Dia memang tidak menyukai Sastra, tapi tidak pernah terpikirkan sekalipun dalam kepalanya untuk membunuh Sastra. Jef mungkin laki-laki brengsek, tapi dia jelas bukan orang yang sejahat itu. Kejadian yang barusan benar-benar diluar dugaannya.

Tulisan Sastra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang