2. Perkenalan

33 2 0
                                    


"Bi, es jeruk satu ya." Pesan ku pada bibi kantin. Tak menunggu lama setelah pesanan ku mendarat di meja ku aku langsung menyedotnya. Tiba-tiba seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan kaos hitam serta celana jeans sobek-sobek bak pengamen jalanan tapi bagi sebagian kaum pria itu terkesan keren.
"Gue mau dong." Tanpa izin ia merebut gelas es jeruk milik ku.
"Gak sopan ya kamu!." Mata ku melotot menatap sinis laki-laki songong itu.
"Hhmm nanti gue ganti deh tenang aja pesanan gue lama banget sudah dehidrasi."
Tanpa basa-basi aku meninggalkannya,masih dengan ekspresi sinis dan tak suka akan sikapnya.
"Woi, purik lo ya?." Aku tak menjawab dan mengabaikan teriakannya yang berkali-kali memanggil ku.

***

Hari pertama terlewatkan meski sedikit menjengkelkan. Bukan karena perbuatan kakak tingkat ku, melainkan si cowok tidak beretika yang merebut es jeruk ku. Aku menunggu angkutan umum di halte dekat dengan gerbang kampus ku, lagi-lagi cowok itu datang menaiki kuda besi berwarna hitam. Awalnya aku tak mengenali, toh ia memakai helm serta jaket kulit.

"Hey, mbak nungguin apa sih?" Sapa nya sambil membuka helm.
"Kamu lagi? Kamu ngikutin aku ya? Jangan-jangan..."
"Sstt, nethink terus lo sama gue. Oh iya gue Genta. Btw kita satu fakultas lho"
"Hhmm"
"Yailah cewek masih jutek aja. Oke oke gue ganti nih uang es jeruk lo."
"Mending kamu pergi deh."
"Oke ngusir gue nih? Asal lo tahu ya jam segini angkutan umum itu penuh semua, lo nggak bakal bisa balik."
Aku menghiraukan ucapan nya sambil melihat sekeliling, sepertinya benar ucapan Genta.
"Oh kalo nggak, pesan grab aja deh ya."
Haahh grab? Handphone ku bahkan bukan handphone android. Baik Nirmala kau harus tetap fokus pada jalanan saja.
"Hemat banget suara deh lo, yaudah gue pergi. Kalo ada apa-apa kabarin gue nih." Genta menulis nomer ponselnya di notebook pribadinya lalu merobek dan memberinya pada ku.
"Bye!!"

Aku masih terdiam dan tentu saja bingung, sebenarnya siapa Genta? Apa cara beradaptasi orang-orang kota ini sama seperti Genta?. Empat puluh menit setelah kepergian Genta dari indera penglihatan ku, ternyata benar ucapannya tak ada satu pun angkutan umum yang kosong bahkan beberapa angkutan umum yang lewat penumpangnya sampai berdiri di depan pintu. Sering kali aku menghela nafas agar sedikit tenang, ternyata semua hal tentang menunggu itu membosankan . Seandainya aku menerima tawaran Genta akan memesankan ku grab tadi, ah tapi bagi ku merespon laki-laki yang baru saja kenal itu terkesan murahan.

***
20 : 15 pm

Aku merebahkan tubuh di kasur, langsung ku cari nama Banar di kontak ponsel.
"Hallo" selang beberapa detik kami terhubung.
"Hallo, Banar apa kabar?"
"Baik, bagaimana hari pertama kuliah mu?"
Aku bercerita panjang lebar tanpa ada sedikit pun yang terlewatkan, tak terasa hingga larut malam. Sebenarnya Banar tak akan bosan mendengar keluh kesah ku, ia juga selalu siap mendengarkan. Aku mengantuk dan mengakhiri obrolan kami, meskipun sebenarnya Banar juga mengantuk atau bahkan ia jauh lebih lelah daripada ku karena seharian bekerja membantu papa nya.

***

Tak terasa tiga bulan berlalu aku masih sedikit kesal dengan Genta, perilaku nya semakin menjadi-jadi satu hal yang belum lama ku ketahui ternyata ia anak seorang dosen di kampus, pantas saja terkadang sikapnya menjengkelkan. Setelah beberapa event di kampus terlewatkan, Genta mengetahui nama ku. Aku sedikit akrab dengannya karena beberapa event tersebut bahkan sering makan bersama di kantin, ternyata Genta baik dan asik. Ia memang sering tebar pesona kepada banyak wanita, buaya darat gelar yang pantas untuknya.

"Mal, kok lo nggak pernah hubungin gue sih sombong banget. Lo juga nggak pernah muncul di grup telegram." Aku yang sedang menguyup kuah bakso sampai tersedak dengan pertanyaan Genta.
"Eh santai habisin dulu deh makannya. Sorry, nih es nya minum cepet."
"Iya iya." Aku meminum es teh manis
"Handphone aku bukan android ta."
"Oh...hmm tapi bisa SMS gue kan?"
"Bisa sih, tapi nggak penting."
"Sini handphone lo."
"Buat apa?." Aku sempat ragu memberikan ponsel kepada Genta, dan persetan dengan kelakuannya ia membanting ponsel ku.
"Eh kamu gilak ya, Genta ini tu satu-satunya yang aku punya."
"Nanti gue ganti. kita beli oke."
"Nggak!" Jawab ku sebal sambil pergi meninggalkannya sendirian.


""Nggak!" Jawab ku sebal sambil pergi meninggalkannya sendirian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AsmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang