Hari ke tujuh setelah hancurnya ponsel ku. Aku merasa suntuk hidup tanpa ponsel ternyata membosankan. Sejak itu pula aku tak menghubungi Banar, lagi pula ia juga sedang sangat sibuk. Pernah aku menelponnya hanya dua menit dengan suasana bising khas pasar, aku tahu Banar pasti sedang mengirim hasil tangkapan para nelayan ke pasar. Telpon ku juga pernah ia tolak, tak lama ia mengirim pesan singkat 'maaf nir lain waktu saja ya.'
LDR memang melelahkan, sesekali aku merasa ingin menyerah dan berserah namun kisah ku dan Banar terlalu bersejarah."Permisi." Suara lantang bak kurir JNE terdengar dari luar, samar-samar dengan rintikan air yang jatuh ke bumi dengan aroma yang khas. Aku bergegas keluar untuk memastikan indera pendengar ku masih normal. Ku intip dari gorden jendela. Bukan, ini bukanlah kurir JNE, aku tak asing dengan wajahnya meskipun ia sedang menunduk terlihat menggigil.
"Kamu mau apa malam-malam kesini?" Sapa ku dari balik jendela.
"Kalau ada tamu ya disuru masuk dong! Jauh-jauh gue dateng kesini, sial banget hujan ditengah jalan."
"Siapa suruh datang kesini?" Aku berusaha membela diri.
"Mal, gue mau minta maaf nih. Kata bokap gue minta maaf tanpa salaman kurang afdol."
"Iya, udah aku maafin. Pulang sana"
"Hatttchimm." Tiba-tiba Genta bersin, aku khawatir langsung membuka slot pintu dan menemuinya.
"Cie perhatian... Nih mal, gue kesini cuma mau ganti handphone lo."
"Apaan sih, gak lucu ya ta!"
"Hatttchimm" kedua kalinya ia bersin, kali ini seperti keluar lendir di hidungnya.
"Anjir gue ingusan. Udah ya Mal, gue pamit bye."
"Aaa..."
"Oh iya, ini udah gue daftarin WhatsApp, Instagram, Twitter. Nanti gua vc kalau gue udah di rumah."Aku terdiam sedikitpun tak bicara sebab tak ada ruang Genta terus melanjutkan ucapanya, dan langsung meninggalkan ku. Kuda besinya melaju kencang.
***
"Asikkk, mal lo beli berapa uang nih iPhone? gue aja masih pake Andro, oh lo mau bersaing sama Jessy ya" Eriska merebut ponsel pemberian Genta semalam. Eriska dan Jessy adalah dua sahabat ku selama ini, kami bertetangga. Diantara kami Jessy lah yang paling unggul dalam segi penampilan, sosial, serta ekonomi, ia salah satu korban broken home tak jarang ia pergi ke kelab setiap Minggu atau setiap libur kuliah. Eriska juga tak kalah dengan Jessy, mereka berdua sudah berteman sejak SMA.
"Mmmm... Ini dikasih sama Genta." Jawab ku santai sambil terfokus pada MacBook milik Jessy.
"What... Gue sih udah yakin banget Genta bener-bener suka sama lo. Tapi hati-hati aja, dari SMA dia emang royal ke cewek." Saut Jessy sambil mengelap rambutnya yang habis keramas dengan handuk kecilnya.
"Betul tuh, dia juga badboy dari dulu kasus terus. Ayo dong Mal nanti malam ikut sekali aja ke kelab bareng Jessy juga, Genta sering kesana tauk." Eriska merayu ku dengan wajah penuh harap.
"Punya Instagram kan sekarang? Nah biar lo cepet famous lo harus sering ngeposting foto-foto, sama harus sering bikin snapgram juga Mal."
Mereka terus merayu ku. Kedua sahabat ku ini memanglah toxic, mereka sering menyuruh ku untuk berinteraksi dengan kata ganti 'lo-gue' tapi tetap saja aku tak bisa.***
"Mal, gilakkk. Kalau gini caranya Jessy juga bakalan kalah sama lo." Eriska terus memuji ku malam itu. Kali pertama aku ke kelab, dengan dress sepanjang lutut berwarna kuning soft, dan rambut di curly bagian ujung sedikit oleh Jessy, serta makeup yang sangat natural, sangat sederhana aku tak suka gaya berlebihan lagi pula tak pantas orang miskin seperti ku bergaya high class seperti Jessy ataupun Eriska.
Setibanya di kelab mata ku otomatis terfokus pada laki-laki yang sudah duduk di sofa dengan jaket kulitnya yang berwarna hitam, ia sedang memegang gelas berisi air berwarna putih. Bukan air mineral tentunya, di hadapannya terdapat beberapa botol white wine. Ia tak melihat ku, akan tetapi Jessy melambaikan tangannya pada Genta.
"Ta, liat deh gue ajak siapa nih." Genta terlihat heran melihat keberadaan ku di kelab, sepertinya ia tak suka dengan adanya diriku disini. Ia membisiki Jessy yang jaraknya agak jauh dengan ku, aku yang sedang menunggu Eriska memesan minuman.
"Kenapa lo ajak dia ke sini?"
"Bukannya lo seneng."
"Dia itu anak baik-baik Jes, nggak pantes ada disini. Lo jangan menyebar toxic ke dia dong, nakal ya jangan ngajak-ngajak!!"
"Lho kok lo nyolot ya!"Percakapan antara Genta dan Jessy terhenti ketika Eriska menepuk pundak Genta.
"Woii.. long time no see you brader."
Aku terdiam kebingungan melihat Eriska bersalaman ala-ala anak bar pada umumnya.
"Cheers.."
Lagi-lagi aku merasa tak nyaman, Genta beberapa kali melirik ku. Ia terlihat gelisah melihat aku yang tak nyaman.
"Ikut gue!" Ajaknya
"Kemana" jawab ku polos.
"Hhmm.." mengarah pada pintu keluar dengan bahasa mata."Lo kok mau aja sih diajak Jessy?" Tanya Genta seraya kesal dengan ku
"Aku bosan di kost an"
"Gue bisa ajak lo main kemana aja Mal."
Aku menunduk merasa bersalah, lalu kedua tangan Genta memegang rahang ku.
"Jangan kesini lagi ya, gabaik buat lo. Cukup gue aja yang rusak lo jangan." Nadanya merendah bak seorang ayah menasihati putri kecilnya. Aku mengangguk isyarat menjawab 'iya'.
"Gue antar lo pulang. Tunggu disini, gue ambil mobil."Aku tersenyum lega, perasaan Genta sangatlah peka, pantas saja banyak sekali wanita yang terjebak dengannya. Laki-laki memang seperti itu, berjuang mati-matian hanya awal. Ah sudahlah aku sudah hafal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmaraloka
RomanceBagaimana perasaan seseorang terhadap masa lalunya? Bagaimana kalau kisah sebelumnya ternyata masih bersambung,akan tetapi keduanya merasa canggung. Tentang perasaan yang tertunda,belum tuntas sepenuhnya dan masih penuh tanda tanya, entah dibenak...