Rasa Rahasia

731 5 0
                                    


Ada kafe baru di kota, dan Tio baru saja menghabiskan waktu dengan teman-temannya disana. Teman-teman Tio masih mau melanjutkan kebersamaan di tempat lain, tapi Tio tidak berminat. Ia lebih memilih kembali ke rumah. Tadi dia tertawa-tawa saat bercengkrama, tapi dalam hati tak yakin dirinya betul-betul gembira.

Di rumah kondisi sepi, toko sudah tutup. Semua orang tampaknya sudah di kamarnya masing- masing. Sebenarnya rumah  itu juga bukan rumahnya sendiri, namun sudah tiga tahun dia tinggal disana karena menjadi orang kepercayaan untuk mengelola toko dan dianggap anak oleh si pemilik rumah. Tio dianggap sebagai anak yang santun, jujur, dan memberi pengaruh yang baik pada anak mereka yang sebaya dengan Tio.

Tio masuk ke kamar, langsung merebahkan diri di kasur. Tubuhnya lelah, mencoba terpejam. Satu jam…dua jam…dia belum berhasil untuk tidur. Tio keluar kamar, mengambil segelas air putih, memandang sekilas pintu kamar yang tertutup rapat di ujung lorong tempatnya berdiri. Pintu kamar yang beberapa bulan lalu masih bebas dia masuki, tapi kini tidak lagi. Tio kembali ke kamarnya, berusaha untuk terpejam lagi, namun gelisah lagi-lagi membuatnya terjaga. Menjelang subuh Tio baru bisa tertidur.

Suara kesibukan orang-orang di luar membangunkannya. Tio melihat jam, menunjukkan pukul 7 pagi. Sudah waktunya bagi Tio untuk bangun, bersiap, toko harus mulai dia buka pada pukul 8, namun sebulan terakhir ini Tio selalu terbangun dalam kondisi seperti ini. Tubuh lemas, dada terasa sesak…rasanya ingin terus tertidur saja. Tio tidak mau melihat lagi dan lagi, hal yang membuat tubuh dan hatinya sakit seperti ini. Sudah sekian kali muncul pikiran untuk mati. Agar tak perlu terbangun dan merasakan sakit lagi.

“Yo…bangun!” suara Beny dan ketukan pintu membuat Tio mau tidak mau berusaha untuk bangun.

“Tumben bangun lebih dulu dari aku Ben?masih ngantuk banget aku Ben”

“Mama tadi minta tolong kamu nganterin pesanan budhe, nggak bisa diangkut pake motor. Motorku pas mogok pula. Anterin aku ke kantor ya?Lia  juga ikut sekalian, minta di-drop di studio tempat dia Yoga”

Tubuh Tio seketika merasa semakin lemas, tapi dia hanya bisa mengangguk meng-iyakan permintaan Beny

Di mobil Lia bicara panjang lebar mengenai antusiasmenya ikut Yoga, tentang agenda konsultasi ke dokter kandungan, juga tentang rencana menghabiskan waktu di malam tahun baru nanti. Sesekali Beny menanggapi perkataan istrinya itu dengan kalimat-kalimat pendek, sementara Tio terus diam berusaha tetap fokus pada kemudi dan pemandangan jalan di depannya. Tio merasa lebih bisa leluasa bernafas, setelah Lia turun dari mobil.

“Yo, kamu kok diem lemes amat gitu? tanya Beny kemudian.

“Udah berminggu-minggu aku lemes begini Ben. Baru ngeh kamu?” tanya Tio dengan nada kesal.

“Kok sewot sih?aku tanya baik-baik”

“Sory Ben, aku kayanya udah bener-bener nggak kuat lagi kaya gini terus. Aku harus keluar dari rumah kamu”

“Nggak segampang itulah Yo. Nanti siapa yang bantu mama?mama pasti kecewa banget. Apa kata mama nanti?”

“Aku juga peduli banget sama mama kamu, aku sadar kok Ben utang budi banyak banget sama keluarga kamu. Tapi kamu harusnya juga peduli sama yang aku rasain!”

“Aku nggak mau kehilangan kamu Yo..”

Tio menepikan mobil, berhenti menyetir, dan menatap Beny lekat-lekat, “Kita udah berulang kali bahas ini Ben. Nggak bisa kamu mempertahankan aku di tangan kiri sementara ada Lia di tangan kanan kamu! Lia perempuan baik-baik Ben, kasihan kalau sampai lama-lama dia menyadari ini semua. Aku juga udah nggak kuat lagi setiap hari lihat kalian berdua”

“Aku mau berusaha sesegera mungkin cari pinjeman untuk kredit rumah Yo. Aku dan Lia akan keluar dari rumah. Tapi please kamu jangan pergi dari sana….”

“Ini nggak akan ada selesainya Ben…kamu nggak ngerti juga”

Tio dan Beny lalu sama-sama terdiam. Sama-sama tak tahu lagi apa yang harus diucapkan…

Sepanjang perjalanan ke rumah Tio merenungi perkataan Beny, merenungi dirinya sendiri, merenungi nasibnya…

Dadanya kembali sesak, Tio merasa sudah saatnya dia memberanikan diri untuk pergi

Dibukanya list contact person di HP-nya, dia kirimkan pesan,

"Bro, aku lagi butuh banget kerjaan. Tapi cari yang di luar kota. Bisa bantu aku?”

Dua ArahWhere stories live. Discover now