Sakit

14 8 0
                                    

   Leo turun dari mobil dan berjalan memasuki rumah. Malam itu ia hanya mengenakan pakaian casual. Di ruang tamu, ia tersenyum pada seorang wanita cantik dengan pakaian mewahnya. Di sampingnya, seorang pelayan berjalan membawakan nampan berisi minuman.
   “Halo, Leo, lama ngga ketemu, ya.” sapa wanita itu, Hestia.
   “Iya, Tante.”
   “Ayo duduk.” Hestia menuangkan teh ke dalam cangkir dan mendekatkannya ke Leo.
   “Makasih, Tante.” Leo meminumnya seteguk dan meletakkannya ke atas meja.
   “Jadi gini, Leo, sekolah kamu mau ngadain kemah lusa, kan?”
Yang ditanya hanya mengangguk.
   “Besok Tante harus pergi ke Jerman untuk meeting dengan klien. Kamu tolong jaga Sylvie, ya. Kamu tau kan dia gimana.” pinta Hestia dengan wajah penuh harap.
   As I expected, batin Leo.
   Leo tak menjawab, ada rasa ragu dalam hatinya untuk mengiyakan permintaan keluarganya itu. Tapi di sisi lain, ia tidak enak jika harus menolaknya.
   “Leo? Kok bengong, kenapa? Berat ya harus menjaga Sylvie?” tanya Hestia cemas.
   “Bukan gitu, Tante.”
   “Tante tau, kok, anak kaya dia itu selalu bikin susah orang,”
Bukan selalu, tapi udah dasarnya bikin susah. Batin Leo sambil mengingat kejadian beberapa waktu lalu.
   “Tapi Tante tau, dia ngga bermaksud nyusahin orang lain.” sambungnya.
Lagi-lagi Leo hanya terdiam, ia tidak bisa membayangkan bagaimana repotnya jika harus mengatur kemah sambil menjaga cewek keras kepala itu.
   “Kalau berat, seengganya pantau ia dari jauh aja, Tante udah cukup tenang kalau kamu mau.” Hestia menggenggam tangan Leo, memohon cowok itu untuk mengiyakan permintaannya.
   Merasa terpojok dan tak punya pilihan lain, Leo akhirnya mengangguk.
   “Oke, Tante.” cowok itu hanya tersenyum simpul.
   “Makasih, ya, kamu emang bisa diandalkan.”
   Leo tak membalas, matanya sibuk mencari seseorang. Namun seakan paham, Hestia langsung memberitau dimana orang itu berada. Leo kagok, tak menyangka jika Hestia akan menyadari tindakannya barusan.
   “Dia lagi di kamar, tengok aja.” ujarnya sambil membawa Leo ke lift.
   “Tante mau ke dapur sebentar, kamu anggep di rumah sendiri aja.”
   “Makasih, Tante.”
   Selepas kepergian Hestia, Leo pun masuk ke lift dan sampailah ia di lantai tiga. Sudah tiga kali ia datang ke lantai itu, tapi selalu ada rasa canggung yang menyelimuti hatinya. Apalagi saat melihat foto seorang cewek dengan dress putih di sudut ruangan. Ia berjalan memasuki kamar di salah satu sudut dan mengetuk pintu beberapa kali. Namun hasilnya nihil, tidak ada balasan. Penasaran, ia menggeser pintu itu dan menemukan sosok yang dicarinya tengah tidur dengan selimut tebal.
   Leo mendekati kasur dan menemukan setumpuk obat di nakas. Ia meraih satu persatu dan memotretnya dengan HP. Tatapannya beralih pada cewek yang tadi ia pinjami jaket itu.
   “Nes?” panggilnya lirih, alisnya berkerut saat melihat wajahnya yang agak pucat dan berkeringat.
Tangan Leo terjulur ke dahi Ernesta dan kaget saat merasakan panas yang menjalar cepat ke tangannya. Ia berdecak dan membangunkan cewek itu.
   “Nes? Nesta?” panggilnya sambil mengguncang pelan bahunya.
Tak perlu menunggu lama, Ernesta membuka mata dan mengerutkan keningnya saat melihat Leo yang berjongkok di depannya.
   “Ngapain?” tanyanya lirih.
   “Mampus.” ujar Leo dengan wajah tak berdosa.
   Ernesta berdecak dan memunggungi Leo, kurangajar sekali cowok itu. Kalau bukan karena rasa pusing yang membuatnya lemas, sudah ia ajak berantem cowok itu.
   “Makan.” Leo menarik pelan lengan Ernesta.
   “I’m not hungry.” Ernesta mencoba memunggungi Leo lagi, namun tangan cowok itu menahan lengannya.
   “Makan.” ulangnya.
   “Can't you just go away?” usir Ernesta.
   “No, I can't. ” tolaknya.
   “You’re so annoying.” gumam Ernesta.
   Ia lalu bangkit dari kasur dan meraih semangkuk bubur yang hampir dingin. Namun tangannya yang lemas membuat mangkuk itu nyaris terjatuh jika saja Leo tidak menangkapnya dengan cepat.
   “Stubborn girl.” umpat Leo.
   “What?” Ernesta mendelik.
   “Just Shut up and eat.” balas Leo sambil menyuapi cewek itu.
Ernesta hanya diam sambil mengunyah makanannya, sedangkan Leo sibuk memisahkan bagian bubur yang sudah mulai mengeras.
   “What my mother said?” tanya Ernesta memecah keheningan.
Leo terdiam sesaat, “nothing.” balasnya kemudian.
   “She didn’t tell you to look after me, right?
   “No.”
   Ernesta mengangguk, ia tidak akan senang jika ibunya menyuruh Leo untuk menjaga dan mengawasinya besok di perkemahan. Memangnya ia anak kecil apa yang harus dijaga? Apalagi oleh Leo yang merupakan musuhnya. Yah, meski mereka tidak pernah bertengkar secara fisik, tapi perdebatan mereka atau melihat cowok itu sudah membuatnya sebal.
   Usai menyuapi cewek itu, Leo duduk di sofa dan melihat Ernesta meminum semua obatnya. Memastikan cewek itu tidak tidur tanpa meminum obat. Lima menit kemudian, Leo beranjak dari sofa dan keluar dari kamar. Setelah berpamitan dengan Hestia, ia pergi ke tempat lain dan menghabiskan malamnya di keramaian Jakarta.

*Sorry guys klo banyak yg salah. Apalagi bahasa Inggrisnya karena aku asal asalan hehe. Klo ada yg salah comment aja ya.
Thanks:)

US Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang