Second : Inner Voice

51 3 0
                                    

Tepat pada hari ini di mana para mahasiswa akan menempuh masa orientasi pengenalan kampus atau akrab disebut OSPEK. Hannah terburu-buru ke kampus karena jika tidak, ia akan kena marah oleh para senior.

Jarum jam terus berputar mengelilingi angkanya. Waktu menunjukkan lebih dari lima menit kegiatan OSPEK dimulai. “Woy kamu, rambut pendek. Sini kamu!” teriak Yuda. Salah satu anggota senior yang melihat Hannah terlambat.

“Berani ya, jadi mahasiswa baru terus terlambat. Ingat! Kamu bukan anak kecil lagi yang suka kejar-kejaran sama guru. Kamu jadi mahasiswa nggak ada gunanya kuliah jika tidak disiplin. Hari pertama OSPEK sudah terlambat, bagaimana bisa jadi mahasiswa kalau gini? Kenapa kamu terlambat?”

“Ma— a— f, Kak. Saya terlambat, tadi saya bangun kesiangan Kak,” jawab Hannah dengan gugup.
“Kesiangan, kamu ingat hari ini OSPEK hari pertama?”
“Iya Kak ingat, sekali lagi saya minta maaf.”
“Silahkan kamu menuju pojok halaman kampus. Setelah upacara pembukaan OSPEK, silahkan lari mengelilingi halaman ini sebanyak dua puluh putaran”
Hannah hanya bisa diam dan harus menerima resiko dari senior tersebut. Hari pertama sudah seperti ini, mati rasanya sama senior itu. Pikir Hannah dalam hati.
Setelah upacara selesai. “Cepat lari, sekarang juga upacara sudah selesai,” tegas Yuda.
“I— ya, kak,” jawab Hannah.
Tujuh kali putaran Hannah sudah sangat kelelahan, ia berusaha sekuat tenaga untuk tetap melakukan hukuman tersebut. “Ayo, Hannah. Kamu bisa, kamu bisa…,” lirihnya.
“Lari bukan jalan!” teriak senior pada Hannah.

***

Setelah kegiatan OSPEK Hannah pergi ke kantin. Ia hampir pingsan karena hukuman senior tersebut.
“Hannah, kamu…,” sapa Raka pada Hannah tidak sengaja bertemu.
“Raka, kamu beneran di sini, berarti kita satu kampus dong!”
“Kamu senang kan bisa ketemu aku lagi.”
“Ih, yang ada aku tidak ingin melihat wajahmu lagi selamanya.”
“Berarti kita dipertemukan di sini supaya bisa memperbaiki hubungan kita dari yang dulu. Selamat ya… kamu diterima di fakultas kedokteran,” ucap Raka.
“Baru kali ini, aku pernah mendengarkanmu memberi ucapan yang baik. Selamat juga deh buat kamu, menjadi mahasiswa teknik.”
“Jadi sekampus beda fakultas ni ya, untung deh kalau gitu. Kamu kayaknya terlihat capek sekali. Habis ngapain saja kamu?”
“Itu senior seram dan menjengkelkan. Hari pertama, udah dapat hukuman lari sebanyak dua puluh putaran. Bayangkan, nggak mikir apa ya senior itu, kalau aku cewek.”

“Seru banget Han lari, hitung-hitung buat olahragalah. Senior mana yang menyuruhmu lari?”
“Mana aku tau siapa dia? Pokoknya dia itu tinggi, putih, lumayan ganteng sih, tapi bukan hatinya.”
“Jangan bilang… senior yang pakai baju warna biru!”
“Nah betul, senior tadi pakai baju biru. Kamu kenal? Apa jangan-jangan kamu juga dihukum olehnya?”
“Dia adalah ketua dari senior namanya Yuda. Jelas sekali dia menghukummu seperti itu.”
“Pokoknya hari ini adalah hari terburukku di kampus ini.”
“Jalani aja apa yang ada mungkin bisa jadi kenangan juga.” Raka bermaksud untuk menertawakan Hannah.

***

Sejak Hannah dan Raka satu kampus, mereka jadi akrab. Padahal waktu SMA mereka tidak pernah seakrab ini.
“Hannah nanti malam, aku jemput ya! Aku traktir kamu deh, gimana?” ajak Raka yang ingin makan malam bersama Hannah.
“Gimana ya?”
“Ayolah Han, jarang-jarang kita jalan berdua!”
“Iya deh, yang penting ada traktiran nih, lumayan.” Senyum manis Hannah membuat Raka tak ingin berpaling darinya. “Woy, Raka! Udah ya aku mau pulang dulu.”
“Sampai ketemu nanti malam Hannah.”
“Iya, duluan ya.”

Konsep romantis sudah Raka bayangkan demi mendapatkan cinta Hannah. Ia menyewa tempat istimewa di restoran termahal, lagu dan alat musik mengiringi mereka saat memasuki lokasi, bunga di sepanjang jalan restoran menuju tempat duduk, dan tersenyum indah menyapa Hannah dan Raka.
“Maukah kamu menerima cintaku, ratu cantik?” ungkap Raka dengan posisi di bawah Hannah dan membawa bunga di tangannya untuk Hannah.
“Apaan sih, kamu ini Raka? Ada-ada saja.”
“Tidak, ini aku serius.”
“Bagaimana, ya?” Hannah bingung, ia tak tau harus menerima atau menolaknya. “Harus sekarang aku menjawabnya.”
“Iya, sekarang. Jujur aku dulu sangat benci kamu waktu SMA. Tapi, sejak kita sekampus ada rasa yang berbeda ketika bersamamu, Han. Kamu mau menerimaku?”

Hannah menganggukkan kepalanya dengan sedikit malu isyarat bahwa ia menerimanya. “Jadi, kamu mau menerimaku untuk menjadi kekasihmu?” tanya Raka.
“Iya, aku menolak untuk tidak menerima cintamu,” jawab Hannah.
“Serius?” tanya Raka.
“Iya aku serius. Dua rius deh bagaimana?”
“Berarti kita pacaran nih sekarang.”
“Iya,” balas Hannah.

***

Walk of MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang