3. Mama

1.2K 71 4
                                    

"Mama kenapa naik taksi? Bukannya Ian sudah kirim supir untuk jemput mama dibandara?" seruku agak sebal, kemudian kuarahkan pandanganku kearah perempuan yang sedang duduk disofa dengan kaki ditumpuhkan ke atas meja.

"Yak, kau tidak tau adab bertamu? Taruh kakimu kembali kelantai!" seruku dengan nada marah.

"Kak, aku merayakan ulang tahunmu setiap tahun, disana aku berdoa agar kau tidak menjadi tua yang menyebalkan dan lihat hasilnya," perempuan itu dengan wajah mengejeknya kembali berbicara

"Memang Tuhan tidak pernah mengabulkan permintaanku apapun yang berhubungan denganmu."

Aku melengos dan menurunkan kakinya dengan kasar.

Mama yang sudah menua hanya tersenyum menanggapi tingkah laku kami yang memang jarang akur.

"Ana, jangan begitu dengan kakakmu,"tegur mama dan aku tersenyum penuh kemenangan.

Memeluk mama dan memapahnya pelan menuju sofa.

"Mama, kami hanya berjarak beberapa menit. Masih beruntung aku mau memanggilnya kakak."

"Ian baik-baik saja selama disini?"

Aku tersenyum dan mengangguk.

Sebenarnya aku pun tidak tau mengapa aku harus melakukan ini. Menyembunyikan Tiyah dari keluargaku. Bukankah bisa saja aku memperkenalkan dia ke mama sebagai teman?

Tapi aku ngga sanggup, aku ngga pernah bisa bohong ke mama.
Mama orang pertama yang akan tau kalau aku sedang berbohong. Aku heran kenapa dia bisa tau dan pernah aku tanyakan dan dijawab insting wanita.

Satu kata yang aku ucapkan setelah itu, serem. Jadi sejak itu aku ngga bakat buat bohong ke mama.

Ah, memang hanya mama satu-satunya yang mengerti aku dan aku ngga mau mengecewakannya.

Aku masih menyengir lebar dan mengganggu kembaranku yang paling menggemaskan ini. Dia akan menikah dengan rekan kerjanya sesama dokter bulan depan.

Aku heran sebenarnya, dari banyak orang yang aku tau jika profesi mereka seorang dokter pasti pasangan hidupnya ngga jauh dari yang bekerja hukum atau sesama jubah putihnya. Itu hukum alam atau bagaimana?

Baru sebulan yang lalu aku hadir dipernikahan yang ketika pengantin masuk udah disambut pake pedang macam mau perang. Kata si Tiyah itu yang lagi diimpikan banyak cewek, Nikahan cowoknya pake seragam militer, ada pedang pora didalem acaranya.

Yang mau aku tanyakan ada apa dengan pesona cowok berseragam?

Kata siTiyah lagi, cowok kalau pake seragam gantengnya bertambah.

Aku ngga perlu seragam sudah ganteng dari orok.

Sebenarnya,

Kami para cowok tidak merasa seperti itu. Dari pada membayangkan cewek berseragam, kami lebih memilih membayangkan cewek telanjang.

Aku tertawa keras dengan pemikiranku sendiri hingga melupakan mama yang menatap menyelidik kearahku.

"Kenapa kamu tertawa? Ian ya, kamu denger ngga sih yang barusan mama bilang?"

Baguss.

Mampus gue, emang barusan mama ngoceh apaan?
Kenapa telinga ku mendadak tuli?

Ini namanya cari mati.

----

Sudah dua hari mama menginap disini dan selama itu pula aku seperti anak kecil.

Bagaimana tidak? Setiap apapun yang kulakukan tidak pernah beres dan memicu omelan khas mama yang selalu aku rindukan.

Kalian tidak bertanya apa yang kulakukan selama dua hari ini?

Aku bermalas-malasan, kerjaanku hanya bermanja, makan dan tidur bersama mama.

Rasanya aku tidak mau waktu cepat berlalu.
Kulit keriput mama, tangan yang dulu bekerja sangat keras menghidupiku kini sudah agak rapuh.
Ditambah mama sering sakit-sakitan akhir-akhir ini.

Menatapnya tertidur semalaman membuatku menyadari banyak waktuku yang terbuang bersama mama.

Ada perasaan gelisah setiap kali aku melihatnya tertidur terlalu nyaman. Bahkan aku selalu menatap dada nya hanya untuk memastikan beliau bernafas.

Untuk aku yang berumur hampir kepala tiga dan aku masih belum siap jika harus kehilangan mama.

Dan tidak akan pernah siap sampai kapan pun.

Harus kalian tau para perempuan, bagi sebagian lelaki mama adalah dunianya. Makanya jangan heran saat sebagian lelaki kehilangan mamanya dia seperti kehilangan separuh nyawanya.

Karena memang mama adalah cinta pertama, cinta satu-satunya yang tidak akan pernah bisa digantikan oleh siapapun.

Bahkan saat kita dikucilkan dunia, tangannya akan selalu ada untuk merengkuh kita dalam pelukannya.

Kalian jangan tanya lagi seberapa sayang aku pada mama karena bahkan jika aku menjual semua harta Mandhela mama tetap bernilai tak terhingga.

Mama adalah segalanya bagiku.

----

"Bagaimana dengan panti asuhan yang sering kamu bantu itu nak?"

Aku yang sedang minum segelas air sebelum tidur pun tersedak.

Kami sedang bersiap tidur dikamar yang memang khusus untuk mama kala dia datang kemari dan tentu saja kamarku kututup rapat lengkap dengan kunci di saku celana tidurku.

Karena seperti malam malam sebelumnya, aku kembali ingin tidur dengan tangan mama yang mengelus rambutku meski kadang beliau selalu tertidur lebih dulu.

Seperti biasa, kami akan bercerita tentang apapun bahasan yang ada.

Dan aku tidak menyangka, kali ini beliau membahas panti asuhan tempat Tiyah berada.

Sekali lagi aku tegaskan, aku tidak pernah bisa berbohong kepada mama.

Karena dari penglihatanku sekarang aku tau mata indah mama kembali menatapku penuh selidik.

"Mama, Ana juga mau tidur disini."

Dan sekali lagi aku bersyukur mempunyai kembaran gila ini. Dia memang kadang datang disaat yang tepat saat aku butuh bantuan.

---

TBC

Ian mah cuma ada butuhnya aja itu nganggep Ana kembarannya :P

karena aku udah capek nungguin vote jadi aku post aja.

Kalian jangan lupa follow @Mandhelafam 

bakal aku follback kok. Tenang aja.

Di instagram itu aku bakal sering-sering kasih spoiler.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adrian Mandhela Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang