Masih Belum Move On?

20K 900 27
                                    

Bara berdiri bersisian bersama Alika, melihatnya yang ikut menertawakan tingkah Samudera di pelaminan. Baru beberapa minggu yang lalu Alika hendak mendekati Samudera lagi, setelah selama masa kuliah dulu gagal mendekatinya karena... Kata orang, Samudera kaku dan tidak peka. Tidak ngeh pada Alika yang mendekatinya. Sekarang, Alika malah melihat Samudera di pelaminan dengan wanita lain.

"Pulang deh."

Bara mengerjap, "kenapa?"

"Apanya yang kenapa?"

"Kenapa pulang?"

"Udah suntuk..."

Bara menaikan sebelah alisnya, "suntuk atau..."

"Atau apa?" tanya Alika mendadak judes.

See, perempuan memang tidak bisa menyembunyikan perasaan. Bukan berarti Bara paham. Dari sejak kuliah dulu, Bara sering dicap 11 12 dengan Samudera. Malah dicap lebih parah darinya. Kaku, tidak pekaan, dan mulut pisau. Saking tajamnya mulut Bara jika diminta mengomentari sesuatu. Bara sih tidak merasa seperti itu.

Dan melihat sendiri sikap Alika di depannya, masa tidak ngeh?

Bukan benar-benar paham, sebenarnya, Bara mengakui dalam hati. Ada sesuatu yang membuat Bara menjadi memerhatikan Alika akhir-akhir ini.

"Masih belum move on?"

"Move on apa sih," Alika meletakan gelas di meja panjang yang sengaja disiapkan untuk meletakan piring kotor bekas prasman, "mau pulang gak? Aku mau nebeng."

Bara melihat sekeliling, Azka dan Dinda yang masih berbaur, mengobrol dengan teman yang lain. Dia juga melihat jam tangan, memang sudah waktunya kembali bekerja.

"Boleh," Bara meletakan gelasnya. Mengajak Alika menghampiri Azka dan Dinda untuk pamit, kemudian menghampiri Samudera dan istrinya, meminta maaf karena tidak bisa tinggal lebih lama.

Bara membawa Alika ke tempat mobilnya terparkir.

"Kalau gak salah ini mobil yang dari waktu zaman kuliah, kan?" tanya Alika saat duduk di bangku depan, "awet ya."

Bara bergumam. Alika mencebik bete, memilih memainkan ponsel, memilah foto yang akan diupdate statuskan.

"Ini bagus gak?" Alika menunjukan layar ponselnya.

Bara menoleh sekilas, tidak benar-benar melihat apa yang Alika tunjukan.

"Bagus."

"Beneran bagus?"

Bara mengangguk, tahu Alika menyipit tidak percaya namun tidak memprotes. Sepanjang perjalanan menuju rumah juga gadis itu tidak banyak bicara.

"Eh, Bar," tegur Alika saat mereka akan melewati persimpangan, "aku turun di sini deh."

"Kenapa?"

"Aku mau ambil bahan kue di toko."

"Tinggal ambil atau harus tunggu?"

"Tinggal ambil."

Bara memelankan mobilnya, mengambil jalur kiri, masuk ke jalan pertokoan.

"Kok masuk?"

"Saya tunggu, tinggal ambil saja, kan?"

"Iya, sih."

Alika menunjukan toko yang dimaksud. Bara tidak benar-benar memarkirkan mobilnya, hanya berhenti di pinggir jalan.

"Beneran tinggal ambil kok, tunggu bentar ya."

Alika buru-buru melepaskan seatbealt, turun dari mobil. Bara bersandar melihat ponselnya, ada sederet chat dari Putri, adik perempuannya, menanyakan keberadaan Bara.

Mapan 2 (vers. Cetak Tersedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang