1. Adhisty Kanna and Her Small Circle.

79 8 3
                                    

"Na, bawa payung nggak?" tanya Asna padaku ketika gadis itu mendengar gemuruh petir di luar sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Na, bawa payung nggak?" tanya Asna padaku ketika gadis itu mendengar gemuruh petir di luar sana.

Aku sontak menoleh ke arah gadis itu, "Bawa kali, jangan ganggu dulu. Gue lagi fokus."

Setelah itu aku kembali memfokuskan diri ku pada laptop di depanku, membuat gadis di samping ku ini memberenggut kesal.

"Di cek dulu, Na. Nanti kalau ternyata kamu
nggak bawa payungnya dan di luar udah hujan, gimana? Repot sendiri nanti," Seru Asna kembali.

"Duh bentar sih, bentar. Sumpah ini mumpung otak gue lancar, Na. Lagian kalau nanti hujan turunnya air ini, bukan batu." Jawab ku, kali ini tanpa menoleh ke Asna.

"Cek dulu Na, sekarang. Aku sebentar lagi di jemput Kak Mahes, kamu pulang sendiri loh. Ayo, di cek dulu Na." Paksa Asna, kali ini sambil menggoyangkan tangan kanan ku.

Gadis itu memang benar-benar pemaksa.
Dia, Asna Anindhiya, sahabatku satu-satunya. Maksudnya sahabat perempuan ku satu-satunya, karna sahabat ku yang lainnya adalah laki-laki. Pertemuan kami itu ketika aku masih kelas 2 SMA, Mahesa (atau yang biasa ku panggil dengan nama rumahnya, Talenka) yang mengenalkan kami ketika itu. Talenka Mahesa, tetangga sekaligus sosok abang bagiku. Asna adalah kekasih Mahesa, waktu itu Talen membawa Asna kerumahnya, dan kebetulan aku sedang menunggu kepulangan lelaki itu.

Aku dan Asna satu angkatan, sedangkan Mahesa Satu tahun di atas kami. Lalu kami menjadi satu angkatan saat kuliah, karna Mahesa lebih memilih gap year. Katanya sih ingin beristirahat, padahal aku tau pasti, lelaki itu ingin satu angkatan dengan pacarnya.

Asna dan Mahesa sudah berpacaran dari gadis itu masih kelas Satu SMA. Sebenarnya kami satu sekolah, tapi aku tidak mengenal Asna sama sekali kalau bukan Mahesa yang mengenalkan. Asna adalah perempuan paling lemah lembut, sedangkan Mahesa adalah lelaki paling pengertian. Kombinasi pasangan sempurna, setelah ayah dan ibu ku tentunya.

Baru saja aku mau menyahuti Asna, kalau saja aku tidak melihat Mahesa berjalan ke arah kami, "Tuh pangerannya dateng, sana pulang. Gue masih mau ngerjain tugas disini, lagian gue mau ketemu Juna sama Mandala abis ini. Sana-sana, Pulang!"

Asna berdecak pelan, lalu mulai merapihkan barang-barangnya yang masih di atas meja, selama beberes wajahnya menekuk kesal, sampai usapan lembut di kepalanya membuatnya tersenyum tipis.

"Kenapa sih? Dari jauh keliatannya ribut banget. Kenapa, Na?" tanya Mahesa pada kami.

"Lo nanya 'Na' yang mana?" jawabku, tanpa menjawab pertanyaannya.

"Asna, Kanna. Gue nggak kenal 'Na' lainnya, menurut lo 'Na' mana?" lelaki itu malah bertanya balik dengan wajah tengilnya. Aku mendelik pada Mahesa dan kembali fokus pada laptop di depanku, tidak mau menjawab pertanyaan Mahesa.

Sampai akhirnya Asna menyahut, "Nih Kanna, aku cuma suruh dia meriksa payung aja sebentar, tapi berkilah lagi fokus. Di luar udah mendung Kak, pasti bentar lagi hujan. Tadi juga pas di kelas aku ajak balik bareng dia nggak mau, katanya masih ada urusan, so sibuk."

TAKIKARDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang