Rena & Dewa - 3

336 88 35
                                    

"Sepiku telah menoreh luka,
Sunyiku telah meluluhlantakkannya,
Dan bertemu denganmu membuatku bertanya,
Apakah kau obatnya?"

-Dewa Aditya-

***

Langit malam ini begitu indah. Bintang bertebaran di atas sana. Rena masih setia menatap ke atas. Ia terpana akan keindahan cahaya yang berkerlap-kerlip di atas sana. Kadang ia akan menghubungkan bintang yang satu ke bintang lainnya membentuk sebuah gambar seperti yang dilakukan ibunya dulu.

Ibu Rena sangat menyukai bintang. Dulu ibu sering mengajaknya duduk di balkon untuk melihat bintang-bintang sambil menceritakan sebuah dongeng. Tiba-tiba saja Rena merindukan ibunya. Jika ibu masih hidup, Rena pasti akan sangat bahagia.

Tapi takdir berkata lain, ibunya meninggal dalam kecelakaan 10 tahun yang lalu. Hal itu menjadi pukulan terhebat bagi Rena. Tapi Rena mencoba untuk ikhlas. Mungkin ini yang terbaik untuk ibu, di jemput sang pencipta terlebih dahulu sebelum luka itu menusuk hingga ke kalbu.

Rena tidak bisa membayangkan jika ibu masih hidup dan tahu sebrengsek apa kelakuan suaminya. Laki-laki yang selalu dia puja, ternyata diam-diam menoreh luka.

Rena ingat saat itu belum genap seminggu ibu meninggal, ayah membawa seorang wanita pulang. Ternyata wanita itu adalah istri siri yang ayah nikahi satu tahun lalu. Semuanya terkejut. Nenek sangat marah dan kecewa.

Bahkan ayah lebih memilih wanita itu daripada Rena. Ayah dengan tega mengusir Rena dan nenek dari rumah. Sejak saat itu Rena tidak pernah bertemu ayahnya.

Rena kadang bingung dengan perasaannya. Ia membenci dan merindukan ayahnya secara bersamaan.

Menyadari langit semakin gelap, Rena melirik jam tangan. Ternyata sudah pukul 9 malam. Rena baru sadar ia sudah duduk 2 jam di taman itu. Nenek pasti khawatir. Ia beranjak dari ayunan yang ia duduki sedari tadi kemudian bergegas untuk pulang.

Baru beberapa langkah, tampak dari arah berlawanan seorang laki-laki berjalan menuju arahnya. Suasana yang gelap membuat Rena ketakutan. Perlahan Rena melangkah mundur. Namun laki-laki itu terus mendekat dengan langkah sempoyongan dan tidak beraturan. Rena yakin laki- laki itu pasti mabuk.

Dari balik kegelapan, perlahan Rena dapat melihat wajah laki-laki itu. Wajah itu adalah wajah dari seseorang yang selama ini ia puja. Wajah yang hanya berani ia tatap dari kejauhan saja. Namun saat ini berada tepat di hadapannya. Seketika jantungnya berdetak dengan kencang.

"De-Dewa . . . " ucap Rena terbata-bata.

Dewa semakin mendekat dan tiba-tiba jatuh tepat di pelukannya. Rena yang terkejut hanya bisa diam. Kaku. Bagai patung tak bernyawa tapi jelas Rena sedang menahan napasnya.

Wajah Dewa berada di ceruk leher Rena. Ia dapat mencium aroma mint yang menyegarkan dari rambut Dewa. Ia mencoba melepaskan pelukan itu, tapi apalah daya tenaga Dewa lebih besar dari pada tenaganya.

Tiba-tiba tangis Dewa pecah. Rena dapat merasakan air mata Dewa yang membasahi pundaknya.

"Ma . . .  Pa . . .  Dewa kangen. Kenapa kalian tega ninggalin Dewa?" kata Dewa di sela-sela isak tangisnya.

Rena dapat merasakan kesedihan Dewa karena ia juga merasakannya. Mereka sama-sama kehilangan orang tercinta.

Pelukan Dewa semakin erat seiring dengan kuatnya isak tangis Dewa yang terdengar memilukan. Rena membalas pelukan Dewa. Ia mencoba memberikan kehangatan.

Rena & DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang