GANANG JULIAN PRATAMA

27 3 7
                                    

(I)

Ana PoV


Setelah banyak yang sudah dia lakukan di dalam rangka mendekatiku, waktu akhirnya datang tanggal 16 Februari tahun 2002 di Bandung. Tepatnya di jalan Asia Afrika aku resmi berpacaran dengan Ganang Julian Pratama.

Saat itu, masing masing merasa dunia hanya milik kita saja. Membiarkan diri dikuasai oleh harapan untuk mencapai kesempurnaan didalam hubungan. Masing masing merasa layak bahagia dan hanya selalu ingin berdua.

Aku pribadi tidak tahu apa lagi yang aku inginkan, barangkali aku hanya ingin tetap bernafas agar bisa bersamanya setiap saat.

Aku senang akhirnya bisa berpacaran dengan Ganang. Bagiku Ganang adalah laki-laki yang memiliki semua yang aku sukai.

Aku suka ketika dia ada. Aku suka ketika dia berbicara. Aku suka saat dia tersenyum. Aku suka ketika dia memboncengku di motornya. Aku suka ketika dia mampu membuat lelucon agar aku bisa meladeninya berbicara.

Aku senang berpikir segala hal tentangnya, yang bisa bisanya memilihku untuk menjadikan seseorang disisinya.

Aku suka ketika dia yang selalu berbicara tentang hal buruk yang tidak boleh aku lakukan dan mengatakan apa yang baik yang harus aku ikuti.

“Kau lihat, kalau cuma cantiknya doang, disana juga banyak,” Kata Ganang menunjuk ke sebuah tempat yang sedang ramai banyak orang. “Tapi yang aku mau cuma kamu.” katanya lagi.

Aku ketawa. “Kan, si Linda mau ke kamu.”

“Linda pasti ingin jadi kamu.”

“Kenapa?”

“Biar aku mau ke dia.”

(II)

Kalau di pikir pikir sebetulnya aku bisa merasa cukup enak, bagaimana bisa dicintai dan diperhatikan oleh orang yang tampan seperti Ganang, disaat dimana ada banyak orang diluaran sana yang mau jadi pacarnya.

Setelah aku pacaran dengan Ganang, aku mencoba membawanya untuk selalu lebih dekat denganku, untuk selalu bisa bersama sama denganku, untuk selalu bisa berdua denganku dan untuk selalu bisa seperti itu setiap saat.

Kalau sedang tidak ada acara, aku suka mengajak  Ganang main ke rumahku. Dirumah hanya ada aku, Ganang, dan si Bibi. Ibu sedang mengantar Feby les bahasa inggris di daerah Dago, lokasinya tidak jauh bisa ditempuh dengan cara naik becak.

“Aku ambil air dulu, ya,” kataku. “Mau apa? Jangan ngerepotin!”

“Aku mau...” katanya terlihat sedikit agak mikir. “Es duren.” katanya kemudian.

“Gak ada! Air teh aja, ya?”

“Teh nya jangan manis! Nanti dia cemburu!”

“Kenapa?” kataku.

“Karenaa...” dia berfikir. “Yang ngebuatnya lebih manis.”

“Ha ha ha.”

Itulah Ganang. Minimal itulah Ganang menurut pendapatku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Akhir CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang