Raison d'être

282 2 10
                                    

17:31 WIB

23 Oktober, 2014


DIR EN GREY & DB5K (JYJ) Fic / Half Canon-AU

Rated T . Angst . YAOI Fic, don't like don't read . DieJae

Main Unofficial BGM, "Raison d'être" by Dir en grey

A/N: Bagi anda-anda Kpoppers yang gatau, Dir en grey itu band metal Jepang yang dulunya termasuk dalam gerakan Visual Kei. Tapi sekarang mereka sudah lepas kostum kecuali mungkin bassist-nya, Toshiya, yang masih suka pake rok (tapi dia bukan banci-_-) XD haha

Anyway, just so you know... sebelom kalian cari-cari tau tntg mereka; the guitarists are MINE!

Ngaahahahah~ XD

Anyway, aku uda post cerita ini di blog-ku, kalau mau lebih banyak lagi ceritanya, mampir aja kesana! Ada di profile-ku kok^^

A lone pierrot performing before the mirror, softly comes before me to say...

Is it me or is it her who makes you suffer?

–Raison d'être (by Dir en Grey)

[Sisi Die]

Siang itu terik sekali.

Kalau bukan karena Toshiya yang merengek minta ditemani beli ice cream di depan gedung studio tempat mereka—Dir en grey—latihan, Die tidak akan ada disini. Meskipun mungkin, akan beda ceritanya seandainya Shinya yang memintanya.

Seharian pun akan dia temani anak itu, kemanapun yang ia mau.

Si gitaris itu sampai tertawa dalam hati, senyum tersungging di bibirnya yang diselipi sebatang rokok berasap. Jadi rindu.

Sudah tidak tahan lagi rasanya, bagi Die, ingin segera bertemu kekasihnya.

"Die, sini bentar!"

Buyar lamunan Die dibuatnya.

"Apa, sih?" jengkel sekali, baru juga bayangan Shinya kelihatan dalam benaknya.

"Sini, mau eskim rasa apa? Totchi traktir, deh!"

Die yang baru saja menatap Toshiya dengan dahi berkerut langsung sumringah, "Bener, nih?"

Toshiya angguk-angguk saja, "Iya! Cepet, nanti Kaoru marah lho,"

Die merengut lagi, bukankah yang mengajaknya keluar tadi itu Toshiya?

Baru saja ia hendak membalas, satu suara asing mengaburkan niatnya.

"Pak, eskrim vanillanya satu ya,"

Die menoleh mendengar suara itu.

Lembut sekali, suara itu lembut sekali.

Selembut kulit pemiliknya, pikir Die spontan.

Di sebelahnya terlihat sesosok tinggi—hanya beberapa centimeter lebih pendek dari Die—pria dengan rambut hitam ligam dan setelan kasual. Kedua matanya seperti mata kelinci betina, bibirnya merah, hidungnya mancung nan tajam... ah, Die hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Die tak bisa melepas tatapannya dari orang itu kalau bukan karena Toshiya yang menyerobot lamunannya, sekali lagi.

"Heh, antri dong! Saya duluan disini," sembur Toshiya garang, memelototi pria di samping Die.

Raison d'êtreWhere stories live. Discover now