Hari Yang Tak Pernah Ditunggu

38 9 2
                                    

   Malam berganti menjadi pagi, rembulan berganti menjadi mentari. Burung hantu yang lembur tadi malam, telah tidur dengan pulas. Ayam jantan yang semalam terlelap dalam tidurnya, telah bangun dan berkokok dengan suara yang lantang.

   Raka dan Candra masih berkelana di dalam mimpinya, padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Mereka terlalu lepas tadi malam, entah malam yang terlalu sulit tuk ditinggalkan, atau pagi yang terlalu membosankan tuk dinanti.

   Alarm dari handphone Candra berjerit keras untuk ke – 4 kalinya, namun mereka tak ada yang merespon, seolah – olah telinga mereka seketika tuli. Tak lama setelah itu, Raka dengan tubuh yang lemah bangun dari kasurnya, dia duduk sejenak di kasurnya, seperti biasa. Ketika matanya sudah bisa melihat dengan jelas, ia pun menoleh ke arah jam yang menunjukkan pukul 8 : 11.

Oh. Masih jam 8. Batin Raka.

   Raka memang sudah biasa dengan yang namanya kesiangan, ia seperti kebal dan selalu siap jikalau hal itu terjadi. Lalu Raka pergi menuju kamar mandi, mencuci mukanya, dan bercermin sebentar.

Yaampun. Kapan bekas jerawat ini hilang? keluh Raka yang belum memakai kacamata.

   Raka mengeringkan mukanya, lalu dia berjalan keluar kamar mandi.

"WOII!!!" Raka kaget melihat Candra yang berdiri dengan muka lusuh di depan pintu.

"Lu kenapa ngagetin banget, sih?" ucap Raka dengan nada kesal.

"Salah gue apa? Gue cuman diem lho, Ka." jawab Candra lemas.

"Ya. Ga harus di depan pintu juga, tolol. Gue kaget, bangke."

"Makanya. Kacamata tu dipakek, biar pas liat gue ga kaget – kaget amat."

   Lalu Raka pergi ke kasur tanpa membalas Candra. Dia duduk sejenak, mengambil kacamatanya, dan lalu membuka Instagram sebentar.

"Ka, lu ikut ke kampus, kan?" tanya Candra dengan handuk di pundaknya.

"Ga ah. Males gue" jawab Raka.

"Ayolah, Ka. Kita main – main aja di sana, bareng anak – anak."

"Ga." jawab Raka yang masih melihat ke arah handphone.

"Yaudah. Gue pinjem motor lu, yak?"

   Raka menoleh sinis. Ia langsung teringat kejadian dua minggu lalu, di mana Candra memakai motornya terlalu lama.

"Aaaa...."

"Ga deh. Lu naik angkot aja. Lagi pula, jalanan ga macet – macet amat."

"Ha? Apa, Ka? Ga denger?" ucap Candra sembari memainkan kunci motor Raka.

Sialan emang nih anak. Raka membatin kesal.

"Ahhh! Yaudah!" Raka pasrah.

   Entah apa yang terjadi dengan mereka. Mereka sering bertengkar, namun mereka sudah berteman selama 7 tahun.

"Yes. Gitu dong! Itu baru anak komunikasi."

"Ga ada hubungannya, Can."

"Lu mandi duluan sono, gue yang bikin sarapan." kata Raka sembari menuju dapur

"Begitulah yang seharusnya, Tuan Koki" balas Candra yang pergi ke kamar mandi.

   Raka hanya membuat mie instan, mungkin dia kesal karena sikap jengkel Candra, tapi hal itu sudah terjadi berkali – kali.

   Masakan sudah siap santap, namun Candra belum keluar dari kamar mandi. Mungkin dia sedang menghabiskan album Hindia. 

   Baru sudah Raka menghabiskan makanannya, dan Candra pun baru selesai mandi.

Antara Muka Dan EtikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang