Matahari tersenyum lebar, awan – awan indah membentuk gelombang. Kehidupan di langit sedang baik – baik saja, mungkin karena angin tak membawa pesan tentang orang – orang yang mengeluh atas panasnya matahari.
Halaman kampus sedang ramai, banyak orang – orang yang berlalu – lalang, ada yang datang, dan ada yang pulang. Ada yang di taman, berdua, bertiga, dan ada yang sendiri.
Di tengah keramaian halaman kampus, ada dua gadis yang berjalan bersamaan.
"Tadi siapa, Ca?" tanya seorang gadis.
"Gatau. Kakak senior, mungkin..." jawab Ava kepada gadis itu.
"Gila, ya. Lu baru masuk kuliah udah ada yang ngejer." ucap gadis itu sembari mencubit kecil pipi Ava.
"Dan lu kira itu enak?" ucap Ava sedikit keras.
"Lagi pula, kita gatau kalo kakak itu bakal ngejer, mungkin dia cuman pengen tau aja yakan, Rel?" kata Ava yang menatap muka gadis bernama Iva Aurellia.
"Iya, sih." balas Aurel.
"Yaudah deh. Yok cepet - cepet ke mobil." ucap Aurel sembari mempercepat jalannya.
"Hmm..." balas Ava yang ikut mempercepat laju jalannya.
Lalu mereka pergi menuju parkiran.
Ketika mereka sampai di parkiran, mereka langsung masuk ke dalam mobil berwarna biru.
"Ahhh... Akhirnya." ucap Aurel yang duduk di kursi pengemudi.
"Panas ya hari ini."
"Perasaan hampir satu bulan ini panas, deh." balas Ava yang duduk di sebelah Aurel.
"Ihhh... tapi ga tau kenapa, hari ini tu lebih panas aja, Ca." ucap Aurel sembari menaruh tas warna ungunya di kursi belakang.
"Iya, sih. Yaudah. Yoklah, Rel. Hidupin mobilnya." ucap Ava seraya menaruh barang – barangnya di bangku belakang.
"Iyaa... " balas Aurel sembari menghidupkan mobil.
Lalu mereka pergi keluar kampus, menuju tempat mereka tinggal : rumah Ava.
Jalan sedang tak padat – padatnya, mungkin karena masih banyak orang yang sibuk di kantor, masih banyak murid yang sibuk di sekolah, dan masih banyak insan yang sibuk memperbaiki hubungannya dengan semesta.
Ava melamun memandang ke arah luar.
"Rel..." ucap Ava.
"Ya, Ca?" balas Aurel sontak melirik.
"Kenapa langit tak menangis hampir satu bulan ini, ya? Apakah langit mendapat kabar gembira dari Tuhan, yang membuat langit gembira tak karuan?" ucap Ava tanpa mengalihkan pandangannya dari langit.
Aurel gemas mendengar ucapan dari sosok gadis yang sudah ia anggap seperti saudarinya itu.
"Iya. Mungkin Tuhan memberi kabar gembira kepada langit, kepada langit yang senantiasa menerangi hari kita, kepada langit yang bulan lalu sering menangis, itu hadiah dari Tuhan karena langit sudah bersabar." balas Aurel sembari memainkan rambut Ava.
Langit yang beruntung. batin Ava.
"Eh, by the way. Gimana kakak senior tadi?"
"Ya.... gatau."
"Ih, masa gatau. Kan lu ngeliat dia, mukanya, abis itu ngedenger suaranya."
"Ya, penampilannya biasa – biasa aja, sih. Ga mencolok banget dan ga norak pokoknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Muka Dan Etika
RomanceMuka tidak selalu berperan dalam masalah percintaan, muka dapat ditaklukkan oleh etika. Tergantung apakahv etika itu kuat seperti pohon jati yang tetap kokoh meski badai menghampiri, atau etika itu rapuh seperti senja yang mudah diterka oleh malam.