Saat saat pagi ini aku jalani hari hari seperti biasa. Kubuka warung untuk memenuhi kebutuhan hidupku. Aku tinggal bersama ibuku, ayahku sudah tiada lagi, kakakku pun sudah menikah dan sudah tidak tinggal bersama lagi, adikku pun masih SMA, ibuku juga sakit, jadi sebisa mungkin aku membantu ibuku mencari uang.
Ramai pembeli....
"kak pesen kopi 1 ya kak?" ucap salah satu pembeli.
"siap bang" ucap diriku dengan senyum.
"nih bang kopinya" sambil memberi kopi ke pembeli itu.
(Sambil melihat sekeliling warung)"Alhamdulillah hari ini ramai" ucap diriku senang.
Hari sudah pukul jam 5 sore. Waktunya untuk menutup warungku. Aku pun harus bergegas pulang ke rumah agar tidak kemalaman sampai rumah.Aku berjalan sendiri di sore menjelang magrib ini. Setiap hari aku lalui hari hariku seperti ini. Aku harus bekerja pada pagi hari dan pulang sore hari. Dirumah pun aku harus mengurus ibuku yang sedang sakit. Aku tidak tau ibuku sakit apa, karena aku tidak punya cukup uang untuk membawa ibu kerumah sakit, apalagi rumah sakit disini sangat jauh sekali. Aku harus pergi ke kota jikalau aku ingin ke rumah sakit. Maklum, aku hanya gadis desa yang malang. Tidak ada ayah yang menafkahiku. Kakakku? Jangan ditanya. Dia sudah lupa dengan keluarganya sendiri. Semenjak menikah kakakku tinggal diluar kota dengan istrinya, dan tidak membantu keuangan kami di desa. Makanya, aku harus berjuang sendiri untuk mencari uang. Untung ayahku mempunyai warung. Setelah ayahku meninggal ibuku yang menggantikan ayahku untuk menjaga warung. Tapi kini ibuku sedang sakit. Jadi yasudah, akulah yang menjadi tulang punggung untuk keluargaku. Untung ada warung. Kalau tidak, aku harus mencari pekerjaan ke luar kota dengan meninggalkan ibuku dan adikku di desa. Apalagi aku juga tidak punya uang cukup untuk tinggal diluar kota.
Sungguh malang nasibku memang. Tapi bagaimanapun aku harus bangkit dari keterpurukan ini. Aku tidak boleh mengeluh. Karena kalau aku mengeluh, siapa lagi yang bisa diandalkan untuk mencari uang?... Adikku? Tidak mungkin, dia masih sekolah. Aku tidak mau menyusahkan adikku. Sebenarnya adikku mau membantu, tapi aku tidak membolehkannya, agar dia bisa belajar sungguh sungguh dan bisa mengejar cita citanya. Aku memang harus terlihat kuat agar keluargaku tidak sedih.
Om, Tante, dan sepupuku merasa kasihan melihat aku harus mencari uang sendirian. Apalagi aku ini wanita. Disini wanita selalu dianggap lemah. Tapi aku tetap harus terlihat kuat, dan membuktikan kepada mereka semua bahwa aku bisa bangkit dari keterpurukan ini. Aku sangat bersyukur, dikelilingi orang orang baik disini. Mereka mau menjaga ibuku ketika aku pergi.
Tetapi...... Aku benci mereka yang selalu berusaha menjodohkanku dengan orang lain. Aku bisa kok bekerja mencari uang sendiri. Harusnya mereka ga perlu ikut campur soal pernikahan. Jujur, aku belum siap untuk berumah tangga. Umurku pun masih terbilang sangat muda 19 tahun. Aku tidak mau melepas lajang aku di usia dini. Apalagi pernikahan itu sangat sakral.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSCURITY
RandomKisah tentang rumah tangga yang begitu rumit dijalankan http://www.id.joylada.com/story/5ec5ee756c6bb40001c94bbc