Anak Yang Bertahan Hidup

12 3 5
                                    

" bawa anak kita pergi dan selamatkan dia " ucap ayahku. Aku tidak bisa melihat wajahnya, yang kulihat hanya siluetnya saja. " Jaga dirimu baik-baik " ucap ibuku yang memelukku dengan erat. Terdengar bunyi orang orang menjerit dan kerumunan orang yang datang. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, aku hanya bisa merasakan detak jantung ibu dan pelukannya yang hangat. Aku dimana dan apa yang terjadi aku tidak tahu. Terdengar bunyi seseorang yang berlari menghampiri kami. Ibu mendekapku begitu erat, nafasnya terengah-engah dan detak jantungnya yang semakin cepat begitu terasa. Tiba-tiba ia berhenti dan melepaskan pelukannya, aku diletakkan disebuah keranjang kecil dan ditutupi dengan selimut " jadilah anak yang kuat, ibu dan ayah menyayangimu " aku ingin berkata tapi tak bisa, yang keluar hanya suara tangisan. Terdengar bunyi suara langkah kaki " percuma lari, kamu tidak akan selamat " ucap seorang wanita yang aku tidak tahu dia siapa " aku tidak akan menyerahkan anakku, lebih baik aku mati daripada harus menyerahkan anakku kenapa kalian" ucap ibuku yang masih terengah-engah. Dor! Terdengar bunyi pistol membuatku terbangun dari mimpi dan menangis. Ada apa dengan ibu dan ayahku, bagaimana nasib mereka berdua. Aku memegang kedua pipiku yang basah dan mengusapnya, Aku sangat merindukan mereka.

Suara biola yang lembut memecah kesedihanku, ternyata itu Arthur yang sedang bermain biola disudut ruangan. Dia adalah anak dari paman Jo. Paman Jo adalah orang yang mengurusku sejak aku masih kecil, dialah orang yang menolongku ketika aku ditinggalkan orangtuaku. Menurut Paman Jo, ia menemukanku ketika ada seorang petani jerami yang sedang sedang duduk didepan tokonya terkejut ketika mendengar suara tangisan bayi di gerobaknya, bayi itu adalah aku. Paman Jo sudah menganggapku sebagai anaknya sendiri, walaupun aku dan Arthur sudah kenal sejak kecil tetapi kita tidak pernah akur dan akrab. Arthur memiliki kepribadian yang dingin. Berusaha aku mencoba untuk dekat dengannya sama sekali tidak berhasil.
" Berapa lama kamu disitu? "
" Sejam "
" Sejam? Kenapa ga bangunin? "
" Emang perlu? "
Aku hanya diam dan tidak menjawabnya, karena aku tahu semakin dijawab dia akan menjadi seorang yang menyebalkan.

Arthur memasukan biolanya kedalam kotak biolanya dan pergi meninggalkanku. " Aku mau tidur, dan kamu jangan tidur diatas meja makan lagi, air liur kamu itu bikin kotor, nanti aku dan ayah ga napsu makan "
Aku langsung berdiri sambil menatapnya dengan tajam dan mencoba untuk membalasnya tetapi aku tahan karena aku sedang tidak mood untuk ribut dengannya. Sampai sekarang aku masih tidak mengerti kenapa aku bisa bertahan dengan orang seperti dia. Ya walaupun dia itu dingin tapi aku yakin dia orang yang baik, seumur hidup aku tinggal dengannya, dia tidak pernah berkata kasar atau jahat padaku.

Aku melihat jam dan ternyata sudah jadwalku untuk kerja. Aku bekerja disebuah cafe yang jaraknya agak jauh dengan rumah. Aku langsung pergi ke kamar dan bersiap untuk berangkat. Setiap harinya aku pergi menggunakan sepeda, itu adalah hadiah ulang tahun dari paman Jo untukku ketika aku berumur 15 tahun.
Sesampainya aku tiba-tiba madam Susan menghampiriku " cepet kerja, rame tuh banyak pelanggan ", tanganku ditarik olehnya untuk segera bekerja. Memang madam Susan suka seenaknya sendiri. " Emang Rani kemana, dia kan siang juga " tanyaku pada masam susan. " Dia habis kontrak, ga mau perpanjang , jadinya out "
" Hah? Aku sendirian dong, mana banyak banget pelanggan "
" Kalau ga mau kerja yaudah pulang aja sana "
Dengan ketus madam Susan pergi meninggalkanku dan kembali ke ruangannya. Bakal capek banget pasti aku kerja hari ini. Demi bisa menemukan orangtuaku aku rela kerja berjam-jam di cafe ini, karena cafe ini sangat terkenal, sampai dari daerah lainpun datang kesini.

Setelah berjam-jam aku melayani orang-orang, saatnya aku mencari tahu orangtuaku.
Aku melihat sekeliling memastikan bahwa madam Susan tidak ada. Aku menghampiri panggung dan mengambil gitar, aku menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan ibuku. Hanya itu yang bisa aku ingat dan mimpi yang sama terus berulang. Aku mulai menyanyikannya dan berharap orangtuaku akan datang. Tapi sayang, tidak ada satupun yang mengenalinya, tidak ada satupun tanda-tanda keberadaan orangtuaku, hanya tepuk tangan dari pelanggan atas penampilanku. Akupun meletakkan gitar dan kembali bekerja. Terlihat madam Susan sudah menungguku didepan pintu pantry siap untuk memarahiku. " Bukannya kerja malah nyanyi-nyanyi kamu, kamu dibayar disini buat jadi pelayan bukan jadi penyanyi, kaya enak aja " aku hanya diam dan mengangguk, Madam Susan pergi kembali ke ruangannya.
Sudah 2 bulan aku bekerja dicafe tapi belum ada satupun tanda-tanda bahwa orangtuaku masih hidup. Aku hanya berharap bahwa ada salah satu dari pelanggan yang datang adalah orangtuaku atau ada yang mengenalnya. Terkadang aku merasa ingin menyerah tapi aku tidak bisa karena aku ingin tahu siapa aku dan siapa orangtuaku.
Sudah berjam-jam aku bekerja dan ini waktu sudah menunjukkan pukul 8, sebentar lagi aku selesai, tetapi malah semakin malam pelanggan semakin banyak yang datang. Akupun bersiap-siap dan bergegas untuk pulang. Aku pergi keruangan madam Susan untuk pamit " madam, aku pulang ya sudah selesai jam kerjaku "
" Besok kamu jadwal sampai tengah malam ya "
" Loh aku kan besok cuman sampe jam 8 malem aja "
" Udah bosen kerja? "
" Iya iya madam "
Akupun pergi meninggalkan ruangan madam Susan, kalau bukan karena aku ingin mencari orangtuaku, sudah pergi dan pindah cari tempat kerja yang lain.

Saat aku akan meninggalkan cafe, aku mendengar bunyi gitar yang memainkan laguku. Dengan cepat aku mendekatinya, terlihat seorang pria duduk disana memainkan laguku. " Ayah " ucapku sambil mendekatinya.

THE HERITAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang