Uranus

56 3 3
                                    

"Lo itu adem, kayak uranus. Sampe hati gue beku pas ada di deket lo"
~ Fidelia Allins Taner~

Bola matanya terus menyapu sudut per sudut dari halaman sekolah. Mencari mobil hitam yang seharusnya terparkir rapi dan siap menghantarkannya pulang. Tatapannya nanar seketika.
Melihat banyak notifikasi yang masuk, dan salah satunya dari Raja.

Abang ganas😪:
Sory, lins! Gw bener buru-buru nih. Lo pulang nge-grab atau pake taksi online ya!!!

Tega banget sih lo bang.

Abang ganas😪:
Soalnya gw harus ngurus segala macem untuk persiapan besok!

Abang ganas😪:
Gak papa ya, adek manis. Abang tinggal bentar. Muach😘

Idih...gak usah lebay segala napa.

Tak biasanya Raja memperlakukan adiknya seperti ini. Jika ia tidak bisa, ayahnya yang akan menjemput. Tapi sampai saat ini, kedua orang tua mereka masih berada di London karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan.

Sekolah sudah sangat sepi. Hampir seluruh siswa dari SMA Milnas telah pulang ke rumahnya masing-masing. Tinggal tersisa anak osis yang selalu pulang terakhir hanya untuk mengurus tugas mereka.
Jam menunjukkan pukul 03.13.
Allins berdecih kesal.
Hampir saja ponsel yang digenggam dilemparkannya begitu saja.
Allins menghentikan gerakannya sekedar meluapkan kekesalan.
Ia hanya bisa pasrah, dengan semua keadaan. Dan memutuskan untuk duduk di salah satu bangku yang sengaja disediakan bagi para siswa yang sedang menunggu jemputan.
Tangannya dengan lihai menari-nari di atas ponsel miliknya,
dan keputusan utamanya yaitu memesan taksi online.
Tak butuh waktu lama bagi driver taksi untuk menjemput sang customer.

Pulang dah gw akhirnya. Awas lo bang sampe rumah.

Tangannya meraih step pintu mobil dan akan membukanya. Tiba-tiba sebuah bola basket mengenai punggungnya.

Bugh.
Argh.

Allins sedikit merintih kesakitan sambil memegang bagian tubuhnya yang terkena lemparan bola basket. Tatapannya menangkap seseorang yang sengaja melemparkan benda ini kepadanya. Dan tak salah lagi dia adalah...

※-※

"Apa-apaan sih lo? Hah?"emosinya memuncak dan tak terkendali.

"Gue cuman mau, lo tanggung jawab atas kejadian tadi!" Pekik lelaki pembawa sial itu.

"Tanggung jawab lo bilang? Lo yang udah ngerusak buku perpus ngapa harus gue yang bertanggung jawab!" Allins meremas tangannya di depan lelaki itu. Sambil menggigiti bibir bagian bawah.
Tanpa disadari, lelaki itu segera memberi uang kepada driver taksi dan menyuruhnya segera pergi dari tempat ini.
Allins yang menyadari bahwa taksi yang dipesan pergi begitu saja, ia tak terima dengan apa yang sudah dilakukan oleh lelaki tak kasat hati itu.
Lelaki itu segera menstat motor ninja miliknya. Dengan tujuan agar Allins ikut bersamanya.

"Mau lo apasih? Gue gak kenal lo," Allins menyilangkan tangannya dan membuang wajah datarnya.

"Lo gak kenal gue? Pertama kali ada cewek dengan polosnya bilang gak kenal gue" lelaki itu berbicara dengan gaya dan logat yang aneh bagi Allins.

"Paan sih lo, gaje tau gak"

"Oke_Kenalin gue Satria. Calon ketua OSIS SMA Milenium Nasional" katanya sambil menunjukkan name tag yang berada di atas kantong bajunya.

Tanpa berkutip panjang Satria langsung menyambar lengan Allins dan menariknya agar segera naik ke atas motor. Allins sedikit melawan tapi tak ada bandingannya dengan Satria yang kekuatannya lebih besar. Yah_walaupun ia mengikuti ekskul bela diri. Dan pada akhirnya ia harus pasrah berada di atas kuda putih milik Satria.
"Lo ngajak gue beli buku untuk nyogok ya? Biar gue milih lo pas Re Or. Iya kan? Ngaku gak lo" Satria terus fokus pada jalanan kota Jakarta yang terlihat sedikit lenggang. Ia melihat Allins dari sudut matanya yang mengarah ke kaca spion.

"Gak usah halu lo. Gue tanpa suara lo juga pasti menang! Dasar Ka PMR songong tembus kulit."

Matanya membulat seketika mendengar julukan yang yang tak asing lagi bagi seorang Ketua PMR "Apa lo bilang???"

Nih orang lama-lama ngeselin! Awas lo ya, gue gak akan milih lo sebagai ketua OSIS. Camkan itu.
Allins hanya mampu berkata dalam hati.

Sesampainya di tempat, keduanya turun dari motor. Dan langsung menuju ke dalam.
Suasana kembali seperti awal, diam.
Mereka hanya sibuk mencari buku yang tak sengaja mereka rusak. Tak butuh waktu lama untuk mencari buku tersebut.
Satria segara membayar buku tersebut dan beranjak untuk keluar.

" Lo ikut agen rahasia ya? Apa FBI, CIA atau BIN?" Sahut Allins yang bingung dengan keadaan.

"Gaje lo" jawab Satria datar.

"Lo yang gak jelas, mendadak sok akrab mendadak jadi dingin." Sambil memaju-majukan mulutnya.

Lama-lama gue kucir tu mulut.

※-※

"Gue laper, makan dulu!" Pinta Satria yang langsung berjalan menuju kafe yang berada tak jauh dari toko buku tersebut. Allins hanya mengikuti dari belakang.

Satria pun langsung duduk di salah satu bangku yang disediakan kafe tersebut.
Bangku itu tertata rapi, bunga-bunga indah menghiasi dinding bangku tersebut, lengkap dengan karpet merah bak sebuah permadani Raja dan Ratu.

Kilauan lampu - lampu menambah kesan mewah. Memamerkan gaya ke Italia an. Simpel si tapi glamour.

Romantis, bisa dikatakan begitu. Yah, mungkin ini bangku bagi para calon pasutri baru.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SAINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang