Hanum membaca catatannya sekali lagi lalu melirik ke arah bi Darmi, " Bi ini aja kan yang mau dibeli nggak ada lagi yang lain lagi?"
"Iya neng itu aja, yang lain bibi beli di warung saja."
Hanum mengantongi selembar kertas berisi daftar belanjaan itu. Ia hendak pergi ke pasar bersama Elin.
Pasarnya tak terlalu jauh hanya berjarak sekitar setengah jam jika ditempuh dengan sepeda motor. Tidak setiap hari di kampungnya ada pasar hanya hari Kamis dan Ahad saja.Suara klakson terdengar dari luar. Elin datang dengan motornya, lebih tepat motor abangnya. Di kampungnya punya sepeda motor adalah hal yang luar biasa, hanya beberapa orang yang memilikinya. dan tidak banyak perempuan yang bisa mengendarai motor Elin salah satunya.
Hanum biasanya memakai sepeda saat akan bepergian. Memang dirumahnya ada motor butut ayahnya tapi Hanum kesulitan untuk memakai motor itu. Selain karena dulu motor itu selalu dibawa ayahnya pergi, motornya pun sudah sangat butut sulit untuk dinyalakan.
"Han aku nggak bisa lama di pasar motor mau dipake si a ujang nanti."
"Iya aku juga nggak lama belanjanya, emang a Ujang mau kemana?"
"Mau nganterin emak ke rumah saudara. Tapi makan baso nya tetap jadi ya?"
"Jadi atuh aku juga udah lama nggak makan baso" jawab Hanum.
Bermotor seperti ini di kampungnya adalah hal yang paling menyenangkan. Pemandangan yang sangat indah udara yang selalu sejuk menimbulkan perasaan damai.
Saat mereka tiba, pasar sudah dipenuhi banyak orang beberapa orang yang dikenalnya dan sebagian lagi dari kampung sebelah. Bisa dibilang Pasar dikampunynya ibarat mall, satu-satunya pusat perbelanjaan yang selalu ramai dikunjungi warga.
Setelah memarkirkan motornya Elin dan Hanum mulai memilih barang yang akan dibeli tiba-tiba seorang ibu tak sengaja menabrak mereka tas belanjaan ibu itu terjatuh.
"Eh punten nggak sengaja," seru Hanum.
Kemudian membantu memungut tas belanjaan yang terjatuh tadi. Ia lihat sekilas tas itu masih kosong ternyata Bi Karsih, ibunya Lukman lah yang ditabraknya tadi. "Punten bi nggak sengaja" Hanum mengulang permintaan maafnya lagi."Nggak apa-apa," Bu Karsih cepat-cepat mengambil tas belanjaan yang Hanum berikan, "emak kamu nggak ke pasar Lin?" Bi karsih mengalihkan pandangannya pada Elin. Ia terlihat sungkan mengobrol dengan Hanum.
"Nggak bi, soalnya bentar lagi emak mau ke rumah Wak Diman" jawab Elin.
"Oh gitu, ya udah bibi duluan atuh." Bi Karsih buru-buru meninggalkan Elin dan Hanum.
Hanum membatin merasa sikap Bi Karsih tak seperti biasanya, agak lain terhadapnya. Entah ia yang terlalu sensitif dengan hal hal semacam ini atau memang apa yang diceritakan Lilis itu benar adanya.
"Woi ngalamun wae, ayo cepetan belanjanya ingat! waktu kita terbatas!."
"Ya udah ayo cepat!" Hanum menyambar lengan sahabatnya.
Setelah semua yang dibutuhkan selesai dibelinya. Hanum dan Elin bergegas menuju warung bakso favorit mereka dari dulu yang terletak disebelah pasar. Tempat itu sangat nyaman tepat terletak dibawah pohon rindang. Beberapa meja dan kursi sudah tersusun disitu. Sebagian sudah diisi orang dan beberapa yang lain masih kosong. Saat melihat ada meja kosong dan posisinya terlihat nyaman Hanum dan Elin bergegas kesana tapi beberapa orang yang mereka kenal mendahului mereka. Mayang dan teman-temannya.
"Hai Kalian mau ngebakso juga?" Endah terlihat antusias bertemu Elin dan Hanum. Momen seperti ini sangat jarang terjadi pikirnya, "duduk bareng kita aja ya!" Pinta Endah kemudian melirik Mayang minta persetujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanum
RomanceKisah cinta dalam diam antara Hanum, muslimah taat, anak seorang pekerja pabrik teh biasa dengan seorang Arya Atmaja putra tunggal juragan Surya, pemilik pabrik teh sekaligus tuan tanah di desa Bojong. Walau semua orang sepakat bahwa Arya tercipta u...