IV || Dia

63 10 2
                                    

2,1k+

⚪  A n g k a s a  K a r y a ⚪

Masa lalu berlabuh kembali di dermaga hati
Dia kembali, tanpa disengaja hadir di sini
Merobohkan pilar yang kupikir kuat membatasi
Aku kalah, kau kubiarkan menjajah hatiku berulang kali.

⚪  A n g k a s a  K a r y a ⚪

Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh tujuh menit. Tiga menit lagi bel masuk berbunyi, gerbang tak punya toleransi untuk dibuka kembali, baik gerbang depan maupun belakang. Langit yang tadinya mulai panas, mendadak mendung dan mulai turun hujan.

Ezra mengumpat, berlari lebih cepat sambil mendorong sepedanya yang kempes. Ada-ada saja musibah anak kos yang polos serta berbakti kepada ayah seperti Ezra ini.

Gerbang sudah terlihat, ada dua orang lain yang sedang berlari dari arah berlawanan. Ezra menarik napas dalam, siap-siap berteriak. "Pak sebentar! Saya belum terlambat!"

"Cepat!"

Ezra masih selamat. Kini tinggal berharap belum ada guru yang menuju atau sudah berada di kelasnya. Sepedanya dia parkirkan sembarangan, lantas langsung berlari tanpa menghiraukan teguran dari satpam. Ezra akan mengurusnya nanti di jam istirahat.

"Buset, gede banget nih sekolah. Gak sampai-sampai perasaan." Buru-buru Ezra menaiki anak tangga. Melambatkan langkahnya ketika melihat dari jauh pintu kelasnya sudah tertutup. "Mampus gue."

Ezra mengatur napasnya yang tak karuan, mengetuk pintu lalu menunggu jawaban. Namun, hanya hening dari dalam. Alhasil Ezra memberanikan diri menggerakkan gagang pintu, lalu mendorongnya pelan.

"Assalamualaikum." Ezra menatap beberapa temannya yang melotot. Sudah Ezra duga dia akan terlambat. Menurut rumor, Pak Rian adalah guru yang tidak mentolerir keterlambatan.

"Masuk."

Ezra menelan ludah. Membuka pintu lebih lebar lantas mendekati meja guru sambil menunduk siap dimarahi.

"Maaf, Pak. Ban sepeda saya bocor di tengah jalan."

Tidak ada jawaban. Sepatu pantofel yang Ezra lihat justru menjauh dari meja guru. Seketika dia mendongak, melihat siapa yang beranjak. "Sialan," umpatnya melihat ternyata Arion sedang mengerjainya.

"Ngapain kamu di situ?"

"Astaghfirullah!" pekik Ezra bersamaan sambil membalikkan tubuhnya yang nyaris terjungkal. Matanya membulat sempurna, itu baru Pak Rian sungguhan. "Ampun, Pak. Mau nyambut Bapak, kok."

Ezra menarik kursi guru, mempersilakan Pak Rian duduk lalu berlari ke bangkunya sendiri. Tak lupa melemparkan tatapan tajam ke Arion yang berlagak tak terjadi sesuatu. Yang lain pun sedang menahan tawa.

"Siapkan."

"Siap di tempat!" Logan memulai instruksi.

"Siap!"

"Berdiri, beri salam."

"Selamat pagi, Pak."

"Pagi, duduk." Pak Rian mengedarkan pandangannya. Menatap satu persatu wajah murid baru yang akan dia ajar dua semester ke depan. Pria itu mengambil spidol, membuka tutupnya lantas mulai menuliskan sesuatu di papan tulis.

Anka EnamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang