01

0 0 0
                                    

Selamat membaca!

...

“Do not dwell in the past, do not dream of the future, concentrate the mind on the present moment.”

- Buddha. -








Bisakah hari ini dinobatkan saja sebagai hari tersial gue. Untuk kesekian kalinya gue pindah sekolah lagi.iya lagi.

Oke, gue bisa aja nolak buat pindah tapi nyatanya dari dulu gue itu gabisa nentang perintah bokap maupun nyokap. Jadi, sekalinya mereka ngomong apa langsung gue turutin gitu aja.

Tapi, ada sisi baiknya kepindahan keluarga gue ke kota ini, karena cukup meringankan abang gue, dia ga perlu bolak-balik sebulan sekali rumah-kost kayak dulu. Jadi dia bisa kuliah dengan nyaman.

Vangelis Hestia, begitulah gue dikenal. Nama yang cukup aneh? Iya, gue tau. Kalo mau komen sono sama bokap gue.

Pagi ini gue udah berada di koridor sekolah baru gue, setelah sebelumnya memohon susah payah sama ayah untuk numpang mobilnya demi kelancaran gue sampe sekolah.

Gue terlalu fokus menatap sekeliling, yang tentunya sepi sebab baru saja terdengar bel masuk berbunyi. Akhirnya tanpa sengaja menabrak tubuh seseorang hingga gue sedikit terdorong mundur kembali beberapa langkah.

Baiklah, salahkan abang gue itu yang memilih meninggalkan gue dan berangkat duluan menuju kampusnya. Harusnya dia mengantarkan sampai dengan selamat di kelas gue yang baru ini. Sekarang gue yang kebingungan dengan tata letak sekolah ini, ditambah barusan gue menabrak seseorang? Oh ayolah, ini baru hari pertama. Memang hari sial.

Seperti yang banyak terjadi dalam cerita, setelah tidak sengaja bertubrukan lalu aku segera meminta maaf. Semoga tidak berlanjut kami saling jatuh cinta. Itu menggelikan

"Eh, sorry." Gue menunduk meminta maaf.
"Makanya, kalo jalan tuh pake mata." Bias suara cowok menyahut dengan agak sarkas terdengar.

Gue mendongak dan pandangan gue langsung bertemu dengan sepasang netra hitam kelam yang menatapku sedikit tajam?

'Mampus gue mampus!' batin gue berteriak

Cowok tersebut melangkah melewati gue yang cuma bisa diem, tetapi setelah 3 langkah, dia berkata tanpa berbalik, "Ruang kepsek lurus terus belok kanan, pintu warna coklat."

Setelah mengatakan itu, dia melanjutkan langkahnya kembali, menghilang dibelokan koridor sana.

Gue memilih melanjutkan langkah sesuai arahannya tadi, masa bodoh dengan cowok itu, jangan cari masalah di sekolah baru dan sampailah gue didepan pintu coklat dengan papan nama bertuliskan kepala sekolah itu.

"Permisi." Gue masuk setelah sebelumnya mengetuk pintu dan dijawab seseorang yang ada didalam.

"Ah iya, sini duduk Va." ucap seorang lelaki yang gue taksir mungkin berumur sekitar 30 tahunan.
"Baik, pak." balas gue kemudian melangkah mendekat dan duduk di kursi depan mejanya tersebut.

"Gausah terlalu formal gitulah sama Om, cuma ada kita berdua ini." kekehnya.

Iya, sosok didepan gue ini merupakan adik dari ayah, karena beliau lah proses pindah sekolah gue kesini lebih mudah. Memanfaatkan orang dalam kesannya? oh tidak, gue bahkan nggak mengeluarkan uang untuk hal ini. beliau hanya sedikit membantu persoalan berkas-berkas dan lainnya. jangan salah paham

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

31 days in DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang