(1)

6 1 0
                                    

"Siska.... Siska.... Siska! Cepat kemari, tolong mamah nak" ujar seorang wanita dari belakang rumah yang kelihatannya sedang membereskan sebuah barang yang baru saja tiba dari tempat lain.

"Iya mah sebentar" ujarku dan berpamitan pada salah seorang anak yang tengah duduk di kursi taman.

"Aku pergi dulu ya? Soalnya mamah panggil aku, nggakpapa kan kamu aku tinggal dulu? Nama aku Siska, nanti kita ketemu lagi ya?" ucapku dan meninggalkannya sendirian di kursi taman dekat rumah.

Anak itu hanya menganggukan kepala tanpa menjawabku, aku segera berlari menghampiri mamah dan membantunya sampai semuanya rapih kembali.

"Kamu tadi ngobrol sama siapa Sis?" ucap mamah sambil membersekan barang yang ada di atas meja.

"Siska juga nggak tau dia siapa, tadi aku keburu pergi mah" ujarku yang sedang membantu mamah merapihkan barang.

"Loh kamu belum kenalan sama dia?" tanya mamah.

"Belum mah, tadinya sih Siska mau kenalan tapi mamah udah manggil Siska duluan, yaudah Siska nggak jadi kenalan sama dia" ujarku dan mengangkat sebuah dus kecil ke dalam kamar.

"Oh gitu, maafin mamah ya. Mamah nggak tau kamu lagi kenalan sama anak itu, yaudah besok aja kamu kenalan sama dia ya?" jawab mamah menghampiriku dan memelukku.

"Iya mah" ujarku dan senyum bahagia karna akan segera mempunyai seorang sahabat.

Pagi sekali mamah sudah membereskan rumah dan masak untuk aku dan ayah sarapan.

"Sis, ayo makan! Kita makan yuk? Pasti kamu udah laper kan?" ujar seorang wanita paruh baya yang datang menghampiriku di dalam kamar.

"Makan sama apa mah?" Tanyaku pada mamah.

"Sama telor goreng kesukkan kamu" ujarnya dan tersenyum.

"Yeeee sama telor" teriakku bahagia.

Pagi itu aku sarapan dengan lahap sampai habis. Aku pindah dari rumah kakek ke daerah tempat tinggal ayah dulu, kakek ku di kampung dan aku tidak betah tinggal disana, 6 tahun yang lalau saat aku bayi aku pernah tinggal disin sampai usiaku berumur 2 tahun, aku di bawa pindak ke Jakarta. Aku tinggal disana hanya 1 tahun, karna saat itu mamah tidak betah dengan suasan kota yang gersang, akhirnya kami kembali ke kota asal kami, namun di daerah yang berbeda, dan setelah aku berumur 6 tahun, mamah dan ayah membawaku lagi ke tempat asal dimana aku di lahirkan.

"Haii, kamu anak yang kemarin ya?" tanya seorang anak perempuan pada seorang anak laki-laki yang sedang duduk di kursi taman kemarin.

"Iya, namaku Fathan, kamu Siska ya? Anak yang kemarin?" tanya anak laki-laki itu.

"Iya namaku Siska,kok kamu tau aku? Kenapa kamu sendirian disini? Kok kamu nggak sama teman-teman kamu mainnya? Aku lihat banyak sekali anak-anak yang main disini, kok kamu nggak ikut Han?" jawabku padanya yang sedang duduk dan mata pokus pada pohon mangga di hadapannya.

"Aku nggak punya teman, mereka semua nggak asik, aku selalu di larang keluar rumah jauh sama keluargaku" ujarnya.

"Kok gitu sih?" tanyaku heran.

"Aku juga nggak tau, aku benci keluargaku" jawabnya.

"Kamu nggak boleh ngomong kaya gitu, nanti alloh marah sama kamu. Sekarang kan kamu ada di luar, kamu bisa main sama aku" ujarku padanya.

"Kamu mau main sama aku? Kalo kamu mau, kita ke rumah yu" ajak anak itu padaku.

"Ayo!" jawabku bersemangat karna melihat dia tersenyum lagi.

Aku dan dia sampai di rumahnya, tak lama di hadapan kami ada seorang wanita paruh baya yang tengah berdiri memegang gagang sapu lidi yang terikat simpi.

"Adek? Kamu dari mana dek? Ini siapa?" tanya wanita itu.

"Adek dari taman mah, dan ini teman adek, namanya Siska" jawabnya dengan penunh raut kebahagiaan di wajahnya.

"Oh teman kamu? Kok perempuan?" ujar wanita itu.

"Mamah gimana sih, adek punya teman salah, nggak punya teman salah! Mamah mau nya apa? Adek nggak punya teman selamanya? Iya mah? Jawab adek?" ujar Fathan dengan nada marahnya dan seketika menghilangkan raut wajah yang cerianya tadi.

"I-iya maafin mamah, boleh kok dek kamu boleh main sesuka hati kamu, kamu juga boleh main sama perempuan teman kamu ini" ujar wanita itu mengelus kepalanya Fathan kemudian kepalaku.

"Rumah kamu dimana nak?" tanya wanita itu padaku.

"Rumhku di sebalah rumah tante, yang di sebrang kebun itu" ujarku pada wanita itu.

"Oh iya, siapa nama ibu kamu nak?" tanya nya kembali.

"Ibuku namanya Widia" jawabku dengan polos.

"Widia?" tanya wanita itu dengan nada kaget.

"Iya tante, tante kenal?" tanyaku.

"Oh, iya dulu ibu dari sahabatnya Fathan juga sama namanya Widia, mungkin cuman sama aja ya" ujar wanita itu.

"Iya, tante Widia membawa anaknya pergi ke Jakarta, lalu merka tidak kmbali lagi" ucap Fathan memberitahuku.

"Oh gitu ya, aku juga dari Jakarta. Eh kita main yu" ajakku memotong pembicaraan kami karna tidak mau memperpanjang obrolan tentang sahabat kecilnnya itu.

"Yuuk" ajak Fathan mengajakku melangkah menuju ruangan main.

"Apa jangan-jangan... Dia anak Widia?" gumamnya dalam hati. "Ah tidak mungkin, mana aku lupa lagi nama anaknya lagi" sambungnya dalam hati.

Disana aku dan dia bermain bersama, kami bagaikan anak kembar yang disatukan, kami merasa langsung di akrabkan dengan keadaan, seperti ada ikatan batin anatara aku dengannya.
Rasanya hari semakin larut dan aku memutuskan untuk pulang, karna aku takut mamah memarahiku.

"Han aku pulang dulu yah? Soalnya ini udah sore" ujarku sambil membereskan mainan kedalam tempat dia berasal.

"Iya, besok kita main lagi ya? Aku nggak sabar main lagi sama kamu, ternyata seru juga ya, hehe" ujar Fathan cengengsan karna bahagia.

"Iya Han, besok Siska kesini lagi, dan besok Siska bakal bawa mainan punya Siska" ujarku sambil berdiri.

"Emmm, gimana kalo besok aku sama kamu main di rumah kamu aja? Boleh kan?" tanya Fathan padaku.

"Emhhh, boleh" Jawabku dengan semangat, kemudian aku melangkahkan kakiku ke dekat pintu keluar rumah Fathan. Aku berpamitan pulang pada ibunya dan dia "Assalamualaikum tante, Fathan" ujarku dan pergi menutup pintunya.
Memang tidak terdengar olehku suara jawaban mereka membalas salam padaku karna aku kabur melarikan diri, karna ku lihat hari muali akan habis.

"Mah.... Mamah..... Mah" teriakku dari depan rumah yang masih jauh. Mamah tidak menjawabnya karna mamah tidak mendengarnya, namun ayah ada didepan rumah sedang menyiram tanaman kesayangannya.

"Siska, kamu kenapa teriak? Ada culik? Gimana kalo kaki kamu kesandung?" tanya ayah dan memperhatikan nafasku yang enggos-enggosan.

"Siska... Punya.... Teman baru yah" ujarku dengan nafas yang terpotong-potong karna capek berlarian sambil tersenyum bahagia.

"Teman baru? Siapa sayang, emang ada gitu anak seumuran kamu yang ada di sekitaran sini?" tanya ayah padaku.

"Ada yah, namanya Fathan anak tante yang ada di rumah sebelah kebun kita yah" jawabku pada ayah.

"Ohhh, yasudah. Mendingan sekarang anak sematawayang ayah yang cantik ini mandi terus makan" suruh ayah padaku.

"Siap bosss" jawabku dan lari ke dalam rumah.

Saat itu aku bercerita semuanya pada mamah tentang Fathan dan keluarganya, ternyata mamah mengenal ibunya Fathan. Yang namanya anak kecil pastinya tidak peduli dengan cerita asal-usul orang lain atau cerita keturunan, lagi pula mana paham. Saat di usiaku yang genap 6 tahun itu aku bahagia sekali karna baru satu hari pindah dari luar kota aku bisa menemuka teman baru yang begitu baik.

#VOTE CERITANYA YA🤗
#SAHARE KE SAHABATNYA YA☺
#TAG JUGA SAHABAT KALIAN JIKA SAMA CERITANYA🤗🤗🤗

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

4.FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang