"Kubiarkan saja rasa itu menari-nari kesana kemari"
.
.
.
.
.
.
.Diza berdiri didepan cermin kamarnya, menelisik penampilan dari bawah sampai atas. Memoles sedikit liptint untuk menambah kesan segar di wajahnya.
Pukul 07:30 itu artinya Azka akan menjemputnya tigapuluh menit lagi. Cewek itu memakai dress selutut berwarna navy, rambut pendek sebahunya itu ia biarkan tergerai. Simple dan elegan.
Kaisar bersandar diambang pintu dengan kaki menyilang dan kedua tangan terlipat di dada. Cowok itu menatap Diza yang sedari tadi asyik bercermin.
"Lo tuh ya. Deket sama cowok gak ngomong sama gue. Giliran gue aja baru punya gebetan udah lo pepet-pepet sama pertanyaan gak jelas." Kaisar angkat bicara setelah beberapa saat lalu hanya diam melihat kelakuan sang tetangga.
"Kai, lagian gue baru kali ini kok jalan bareng dia." Cewek itu menjawab tanpa mengalihkan tatapannya dari cermin.
"Udah berapa lama?"
"Hah!?"
"Ck. Lo sama dia udah berapa lama pacaran?" Kaisar berdecak, lalu berjalan masuk dan mendudukkan diri ditepi ranjang.
"Setaun." Cicit Diza memandang Kaisar dari cermin tak berani jika harus bertatapan langsung, hal itu membuat cowok bermata obsidian itu terkejut.
"Udah setaun dan lo ngerahasiain dari gue?" Kaisar tak percaya, hampir saja matanya menggelinding keluar saat melihat Diza mengangguk. "Gak usah tetanggaan sama gue lagi, Za." Putusnya cepat sambil memalingkan wajah ke arah lain.
"Kai, gitu aja ngambek." Tak ada jawaban, Kaisar malah menyilangkan tangannya.
"Kai~" Cewek itu meraih tangan Kaisar lalu mengayun-ayunkannya.
"Di sekolah juga kayak orang asing kok, malah bisa dibilang cuma Yuki yang tau kalo gue ceweknya."
"Heh? Orang asing?" Kali ini cowok itu lebih terkejut lagi.
"Santai aja dong mukanya."
"Ya bukan gitu, Za." Kaisar mengusap wajahnya gusar, "lo udah pacaran setahun, jalan baru hari ini terus di sekolah kayak orang asing? Gak diakuin gitu?" Mendengar itu Diza mengangguk dalam tunduknya.
"Sakit hati gak lo digituin?" Tanya cowok itu membuat Diza mengangguk lagi dan lagi.
Kaisar hanya mengela napas. Kemudian mengusap pelan puncak kepala Diza. Membuat cewek itu mengerjap lucu.
"Kalo sakit bilang. Biar gue bantu ngomong sama cowok lo."
Diza tersenyum hingga matanya tenggelam dalam lekukan.
Tiin tiin
Suara klakson mengalihkan pandangan keduanya. Diza bergegas meraih slingbag yang berada diatas meja. Lalu cewek itu berlari kecil menuruni tangga. Kaisar mengikut dibelakangnya.
"Pelan-pelan, Za." Peringat seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari dapur. Diza hanya menyengir.
"Ma, Diza mau keluar bentar yah." Cewek itu memeriksa isi slingbagnya memastikan agar tak ada yang ketinggalan.
"Mama nitip nih beli telur di minimarket, tiba-tiba jadi ngiler kue bolu." Mamanya meletekkan mangkuk berisi buah mangga yang sudah di potong dadu.
"Ma, Diza mau jalan sama cowok."
"Kai kan gakpapa, dititipin beli terasi juga gak gengsi gak kayak kamu."
"Diza gak sama aku, ma." Sahut Kaisar yang sejak tadi bersandar pada pegangan tangga. Mungkin karena gak punya sandaran hati makanya Kaisar bersandar pada benda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Overmorrow
Teen FictionKalau kamu mau pergi tolong sempatkan untuk pamit Sebab tidak semua hati bisa lapang menerima kepergian yang tiba-tiba Tidak semua rindu bisa diusir lalu pergi begitu saja Dan tidak semua kenangan mudah dibuang tanpa menyisakan jejak Setidaknya ucap...