Prolog

23 1 0
                                    


          Malam ini aku tak menyadari bahwa sosok itu masih mengikutiku di belakang, berkali-kali menghindar namun sesosok misterius itu tetap saja masih membayang seolah ia akan membuatku celaka. Aku bergegas ingin cepat-cepat keluar dari gedung ini, mencari teman-temanku yang lain lalu segera keluar bersama mereka. Namun setelah aku keluar dari ruangan lukis dan menuju lobi gedung utama aku tak menemukan mereka salah seorang pun. Padahal mereka berjanji akan menunggu di sana. Sialan, rutuk ku dalam hati. Aku takut sekali jika harus keluar dari gedung yang sunyi ini sendirian.

          Berjalan sendirian dari gedung klub seni membuat bulu kuduk ku merinding, namun aku tak memperdulikan hal tersebut dan tetap berjalan di sepanjang jalan kecil diantara gedung-gedung kuliah yang lain. Aku menyesal tak mengambil hasil lukisan itu tadi siang dan malah pergi ke Plaza Albatros bersama dengan teman-teman yang lain. Alhasil kerjaanku untuk menyelesaikan tugas yang di berikan oleh Samuel ku kerjakan menjelang malam hingga pukul sepuluh ini.

           Astaga suara-suara aneh itu makin terdengar jelas, seperti suara jejak-jejak kaki yang mengikuti dari belakang. Aku merasa bayangan-bayangan itu beberapa hari lalu itulah yang sama dengan bayangan yang mengikutiku saat ini. aku menoleh ke belakang, namun tak ada siapapun disana. Dan mataku kemudian memandang ke arah sekeliling gedung-gedung kuliah lain, namun juga tak ada satu orangpun yang ku lihat. Aku merasa aku mulai gila.

           Suara dari tapak kaki itu mulai mendekat cepat, jantungku berdegub tak karuan. Aku semakin ketakutan dan tak terbayang ketakutan seperti apa keadaanku saat ini. aku ingin menjerit dengan keras dan memanggil teman-temanku yang lain jika mereka masih ada di sekitar tempat ini. namun terlambat, bayangan misterius itu memukul kepalaku hingga aku kehilangan kesadaran.

*

            Ketika aku terbangun, aku merasa kepalaku terasa amat sangat sakit, aku mengira itu dikarenakan bekas pukulan benda tumpul yang menghantam kepalaku tadi. Itu belum jadi masalah bagiku, sebab keberadaanku saat ini masihlah menghantui pikiranku sekarang. Tubuhku terikat oleh rantai yang mengikat kaki dan tanganku dengan keaadaan terbaring di lantai. Mataku menatap sekeliling ruangan yang hampir gelap ini, yang tersisa dari kegelapan adalah cahaya fentilasi udara yang menerobos masuk dan membuat ruangan terasa remang. Aku tersenyum, sebab aku mengenali ruangan ini. Ini adalah ruangan bawah tanah yang ada di dalam gedung klub seni. Yang tepat di bawah ruanganku untuk mengambil lukisan-lukisan itu. sebab yang aku tahu ruangan lukis memiliki pintu rahasia di balik lemari untuk masuk ke dalamnya.

             Aku masih terikat dan pikiranku masih berpikir sekaligus bertanya-tanya, mengapa dan siapa yang berani menyekapku di tempat ini. jika aku tahu orang itu sebenarnya, bisa ku pastikan orang itu dapat berurusan panjang denganku.

Pintu terbuka..

             Seseorang berpakaian hitam dan bertopeng masuk ke dalam ruangan yang gelap ini, membuat orang misterius itu terlihat menyatu dengan gelapnya ruangan. Tapak kaki sesosok misterius itu mendekat, dan di balik belakang tangannya ia nampak sedang menggenggam sesuatu.

             "Mati sekarang atau beberapa jam lagi?" ucap sesosok misterius itu.

Aku masih terdiam dan tak menjawab pertanyaannya. Aku ketakutan dan sangat tak kuasa untuk menjawabnya.

           "Mati sekarang atau beberapa jam lagi?" katanya lagi, meminta jawabanku/

              Aku berusaha melepaskan ikatan dari rantai yang mengikat kaki dan tanganku, namun sia-sia, rantai itu sangat kuat dan bahkan membuat tangan dan kaki ku terasa sakit.

              Dengan kelakuanku yang dilihatnya barusan, ia malah mengeluarkan sebilah parang dari balik belakang jubahnya, ia memamerkan parang yang tajam itu kepadaku, seolah membuat tanda bahwa kematian ku tinggal di ujung tanduk. Aku menggeleng, aku tak ingin mati dengan cara yang sadis, aku masih ingin hidup.

           "Mati sekarang atau nanti?"

            "Aku tak ingin mati, siapa kau sebenarnya?" teriak ku keras.

             Terlambat, sesosok misterius itu malah menyemprotkan cairan ke wajahku hingga membuatku tak sadar untuk yang kedua kalinya. Aku merasa keadaan menjadi gelap. 

LABIRIN WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang