7: Taruhan

210 52 21
                                    

"Si Adek tuh kenapa, Kak?"


Semenjak pulang tadi siang, bukannya ditanya kabar, Clara malah dihujani pertanyaan tentang Felix.



"Gak tau, Mom. Kemarin kayaknya baik-baik aja deh," jawab Clara seadanya, memang dia juga tidak tahu-menahu soal kembarannya.





"Kamu tuh, baru pacaran udah langsung lupa punya adek," celetuk sang ibunda.





'Tiap hari juga suka lupa gue punya adek,' batin Clara, namun tentu saja ia tidak berani membalas demikian. Sudah jelas, demi keselamatan jiwa, raga, dan dompetnya di masa mendatang.





"Gapapa sih, yang penting jangan kayak Mbakmuㅡ"







Clara tahu ke mana arah pembicaraan ini, sambil mengangguk-anggukan kepalanya pertanda ia mendengarkan lawan bicaranya. Dalam hati, gadis itu menerka-nerka,





Pasti habis ini dibandingin sama orang lain.






















"ㅡApalagi anaknya Tante Mira itu, aduh!"











Gotcha.
















































































































"Besok bawa mobil gak?" tanya Haris.

"Bawa aja, ojol pasti traffic besok pagi," kata Hanna, "Parkirnya ntar agak jauhan dari pintu masuk kampus."

"Males gua, kudu jalan lagi," keluh Haris sambil mengacak-acak rambutnya. "Emangnya ospek jaman baheula apa sampe segininya?"

"Sambat mulu, noh si Sherin besok mau nebeng katanya," lapor Ayumi, menunjuk ke arah gawai Haris yang sedang di-charge.




































"Di luar tuh ada apaan? Kok rame?"

"Oh itu, biasa lah, rapat," jawab Dimas santai.



"Ga ikutan?" tanya Clara lagi, sementara dari seberang telepon terdengar suara kriuk. Sepertinya gadis itu sedang menikmati snack time-nya.


"Ngga penting juga," singkatnya. Ingin rasanya menimpali kalimat tidak lengkapnya dengan argumen lain, tapi ia urungkan karena terlalu menggelikan.


"Eh, udah malam. Buruan tidur, besok telat loh," Clara mengingatkan. "Matiin teleponnya."


"Gapapa, tadi kan kamu pingin cerita. Aku dengerin," kata Dimas.


"Udah lupa! Besok deh kalo inget, pasti aku cerita."



Pintu kamar terbuka, memunculkan Haris dengan kedua tangannya memegang masing-masing ponsel dan charger.


"Udah ya, aku matiin. Tidur, jangan begadang!" tegur Clara.

"Iyaㅡ"

Belum selesai bicara, pihak sebelah sudah memutus sambungan terlebih dahulu. Haris hanya melirik sambil berdehem.


"Nape lu?"

Haris menggaruk pelan lehernya, "Gatel, micinnya nyangkut di tenggorokan."








Sementara itu, ponsel Dimas kembali bergetar, terdapat notifikasi terbaru.









Clara: maaf!!!
Clara: tadi kepencet sumpahhh
Clara: tidur ya
Clara: awas kalo masih online

Dimas: iya clara

Clara: kenapa masih dibales???












Haris menatap ke arah sepupunya yang sedang tersenyum sendiri ke arah benda elektronik berbentuk persegi itu, sambil pikirannya melayang pada ingatan beberapa menit lalu.











"Ayo taruhan, siapa yang lebih bucin," kata Ayumi.



Hanna menunjuk ke arah Haris, "Udah pasti sih, emang siapa lagi? Gue kalah, 4 box pizza deh."



"Baru awal, ntar juga lama-lama keluar dah bucinnya," celetuk Haris. "Bener ya lu, Han? Ukuran jumbo ya."




"Iye, santuy."

























Haris tersenyum penuh kemenangan.





Mampus lu, Han.





























;a/n

tanggal 15 lama amat ya :(

EbullienceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang