Jaga Bareng Tim Ambyar

14 1 0
                                    

Alkisah di sebuah IGD rumah sakit tipe C yang bertempat di salah satu ibukota kabupaten, ada satu tim yang dijuluki 'tim ambyar', bukan karena jadi anggota fans club almarhum Didi Kempot. Tapi karena kelakuan salah satu diantara mereka yang suka error dan menular ke teman satu shift yang lain.

Mbah Kemeng, itulah sebutan yang disematkan dokter Rania pada salah satu perawat yang errornya sudah kebangetan. 'Kemeng' adalah kata dalam bahasa Jawa yang artinya semacam 'error karena kebanyakan pikiran jadi kurang fokus'. Mbah Kemeng satu shift bertiga bersama Bu Bidan Harti, dan perawat sebut saja Dik Glendoh.

Kisah ini terjadi saat shift pagi, di mana Dik Glendoh kebetulan sedang cuti. Dan seperti biasa shift pagi selalu ada Pak Habib, kepala ruangan IGD. Dan kisah error Mbah Kemeng bermula. Entah mengapa pagi itu terjadi serangan pasien, tempat tidur IGD penuh. Rania tidak terlalu bermasalah dengan kondisi seperti ini, toh sudah biasa. Yang penting semua pasien tertangani dan prioritas ditentukan berdasarkan triase. Kalau termasuk triase label hijau bisa disuruh antre. Tapi tidak begitu dengan pak Habib, emosinya memuncak jika suasana hiruk pikuk. Apalagi ditambah kinerja Mbah Kemeng yang dinilainya lamban.

"Mas, tolong anter pasien ke radiologi ya! Itu post KLL, ngeluh pinggulnya sakit. Mau tak rontgen VLS, takute ada kompresi," ucap Rania sambil menulis pengantar rontgen.

Sambil menunggu hasil rontgen Rania menyempatkan diri untuk menyelesaikan sarapannya yang tertunda. Usai makan kilat, ia melongokkan kepala dari dalam kamar jaganya. Tampak pasien yang tadi sudah dibawa kembali ke IGD. Rania berasumsi bahwa hasil rontgen sudah jadi dan siap dijelaskan pada pasien dan keluarganya.

"Lho, Mbak? Hasil rontgene mana?" tanya Rania pada Bu Bidan Harti.

"Lha tadi Mbah Kemeng yang dorong bawa balik pasiennya, katanya udah jadi. Lha hasile apa nggak ikut dibawa, Dok?"

"Trus saiki Mbah Kemeng ke mana? Coba aja ditanya, Mbak."

"Nggak tahu, Dok. Mendadak ngilang gitu aja."

Masih pasien yang sama, setelah dicari-cari ternyata Mbah Kemeng memang lupa bawa hasil rontgen dari radiologi. Beruntung hasil rontgennya normal, tidak ada kecurigaan patah tulang. Karena pasien sangat kesakitan, dokter Rania memberikan injeksi antinyeri. Singkat cerita Rania menulis resep untuk pasien itu. Resep dibawa ke apotik bersama resep tiga pasien rawat jalan yang lain. Harusnya obat injeksi segera dibawa ke IGD untuk disuntikkan. Tapi Mbah Kemeng tak pulang-pulang.

"Mbak, Mbah Kemeng tadi ke mana ya? Kok injeksine nggak dimasuk-masukin? Dia tahu to kalau resepe ada injeksine?" tanya Rania pada Bu Harti, karena hanya tinggal Bu Harti yang standby. Sementara Pak Habib ada rapat koordinasi dengan managemen.

"Dah tak bilangin, Dok, kalau ada suntikane. Saya telepon apotik sebentar."

Ternyata oh ternyata, Mbah Kemeng meninggalkan resep begitu saja di apotik. Tidak memperhatikan kalau ada resep injeksi yang harus dibawa ke IGD untuk segera disuntikkan karena pasien kesakitan. Lalu di mana Mbah Kemeng? Tentu saja dia sibuk tebar pesona di pendaftaran. Menggoda pegawai pendaftaran yang mayoritas masih gadis dan tampak kinyis-kinyis dibanding penduduk IGD yang mayoritas ibu-ibu.

Pasien berikutnya giliran Bu Bidan Harti yang error. Pasca akreditasi, rekam medis yang harus ditulis lumayan banyak. Salah satunya adalah lembar penentuan triase, Rania sering menyebutnya dengan ATS singkatan dari Australasian Triage Scale. Digunakan untuk menentukan prioritas pasien mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Berdasarkan kegawatdaruratan penyakitnya dan besarnya kemungkinan pasien bisa tertolong. Misalnya ada dua pasien, sama-sama gawat darurat, akan diprioritaskan menolong pasien yang kemungkinan hidupnya lebih tinggi.

"Mbak Har, minta ATS dong!" Yang dimaksud Rania tentu saja lembar penentuan triase. Tak disangka Bu Harti justru berlari ke arah apotik.

"Eh, Mbak Harti ngapain?"

"Lha kan Bu Dokter minta ATS. Ya ini saya ambil dulu di apotik."

Rania tak bisa menahan tawanya. Bu Harti mengira ATS yang dimaksud adalah suntikan Anti Tetanus Serum. Singkatannya sama-sama ATS. Tapi kan di IGD sedang tidak ada pasien yang terindikasi harus mendapat suntikan ATS. Rupanya Bu Harti ketularan error Mbah Kemeng.

Puncak kekonyolan siang itu adalah saat mendekati pergantian shift. Tim perawat jaga siang sudah berdatangan. Tapi seperti biasa Pak Habib sebagai kepala ruang selalu memberikan sedikit briefing dan banyak tausiyah pada anak buahnya.

Saat itu ada empat pasien korban kecelakaan. Tiga pasien sekeluarga sudah diizinkan pulang dan dijemput keluarganya.  Satu pasien lagi sebut saja namanya Udin, uratnya putus dan tulang kakinya ada yang patah. Tentu saja disarankan untuk rawat inap dengan rencana tindakan operasi. Keluarga Udin masih bermusyawarah di luar ruang IGD mengingat biaya operasi yang tidak murah dan Udin tidak punya BPJS. Tinggallah Udin menunggu di brankar IGD. Saat mobil tiga orang pasien sekeluarga itu sudah siap di depan pintu, otomatis ketiga orang itu didorong keluar dan dibantu untuk masuk ke dalam mobil. Rania tidak terlalu memperhatikan, sampai akhirnya ia menyadari IGD mendadak kosong, sementara si Udin belum jelas keputusannya apakah bersedia rawat inap atau meminta pulang paksa.

"Lho, si Udin mana? Nggak mau mondhok po? Kok nggak ada?" tanya Rania sedikit bingung.

"Nggak tahu, Dok. Lha pasiene yang mana? Nggak ada operan apa-apa e," Mas San, perawat shift siang yang menjawab.

Mendadak ibunya Udin datang ke depan meja dokter dan berkata, "Itu Udin kok malah didorong keluar? Mau dibawa ke mana?"

"Lha saya kira nggak mau mondok dan mau pulang. Saya juga nyariin tadi. Nunggu keputusan keluarga," jawab Rania yang tak kalah bingung.

"Lha saya juga nggak tahu, tiba-tiba aja didorong keluar sama masnya itu," ucap ibunya Udin. Telunjuknya mengarah pada Mbah Kemeng yang cengar-cengir tanpa dosa.

Rania sudah tak mampu berkata-kata lagi. Mbah Kemeng yang biasanya malas dan apatis sebenernya berniat rajin, membantu mendorong pasien. Hanya saja niat rajinnya jadi nggak berarti karena ia salah dorong pasien.

Keterangan
1. KLL : kecelakaan lalu lintas
2. VLS : Vertebra Lumbosacral, tulang belakang bagian pinggang, pinggul hingga tulang ekor.
3. Kompresi/fraktur kompresi : cedera tulang belakang karena mendapat tekanan yang besar, gambaran rontgennya jadi lebih gepeng/pipih dibanding tulang normal



Naskah LombaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang