part 2 : keputusan.

47 7 2
                                    

Dimulai dari dini hari, bahkan di saat langit baru menyapa udara di kota Seoul yang terasa dingin hingga menusuk ke tulang.

Wendy, Wanita asal Seongbuk-dong yang bekerja di salah satu perusahaan besar milik keluarga Kang Seulgi. Terhitung sudah hampir dua tahun wanita itu bekerja di sana sejak ia lulus dari universitas dengan gelar S2 nya.

Sesekali ia akan bergerak gelisah di bangku kerjanya. Entah kenapa hari ini Wendy merasa tubuhnya kurang Vit dan ia memutuskan untuk beranjak menuju ruang Office boy untuk sekedar meminta minum tanpa ingin meminta tolong siapapun.

Di sepanjang jalan Indra pendengarannya jelas mendengar celotehan yang seharusnya tidak ia dengar dari beberapa karyawan yang bekerja.

"Aku tidak mendengar dia telah menikah."

"Mungkin saja dia hamil di luar nikah."

"Benar-benar tidak punya harga diri."

Wendy menundukkan kepala, tak ingin ambil pusing dia berjalan melewati beberapa wanita di sana yang menatapnya penuh intimidasi.

Tiba-tiba saja Wendy merubah langkah kakinya melewati ruang Office boy yang menjadi tujuan utamanya namun saat ini ia harus segera pergi ke suatu tempat.

.
.
.
.
.
.

"Wendy, sudah berapa kali aku ingatkan jangan terlalu banyak pikiran. Kau harus tenang karena kandunganmu ini lemah."

Terlihat dua wanita yang sedang bersitegang. Berhadapan dengan meja yang menjadi penyeberang antara keduanya. Wendy merubah mimik wajahnya menjadi tegas di hadapan wanita berseragam rumah sakit itu.

"Ini salah, Irene! Aku tidak mengharapkan anak ini!" Ucapnya dengan wajah penuh beban, Irene memasang wajah khawatir.

"Wendy-ah, aku sangat mengerti. Namun, dia tetap harus hidup di dunia."

Wendy mendengus lalu mendirikan tubuhnya. "Bagaimana kau ada di hidupku, Irene. Berat untuk kau melakukan semua ini, mengandung seorang anak sementara ayah dari anak ini tidak pernah memikirkannya." Ucapnya pedih.

Irene hanya menghembuskan napasnya dengan berat, bungkam. Melihat punggung Wendy yang perlahan pergi menuju pintu lalu hilang setelah dan ia keluar dari sana.

Wendy berjalan menyusuri lorong yang panjang di dalam sebuah rumah sakit besar setelah ia selesai bertemu dengan dokter kandungannya, tidak ada yang bisa ia harapkan karena semua hanya bisa menenangkannya tanpa menolongnya keluar dari dalam lubang kegelapan hidupnya.

Kedua kakinya berhenti saat melihat tubuh seorang pria yang berjalan tak jauh di depannya bersama dengan seorang bodyguard, dengan langkah terburu-buru ia mendekati pria yang sudah membuat hidupnya sengsara.

"Min Youngi!" Panggilnya dengan suara lantang, pria itu membalikan tubuh saat suara wanita memanggilnya dan ia mendengus saat melihat wanita yang pernah ia temui di pernikahan beberapa waktu lalu berdiri di hadapannya.

"Kau lagi. Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?" Tanya pria itu,

Wendy menarik tangannya tanpa sepatah katapun. Bodyguard sempat menahan pergerakannya namun Yoongi meminta waktunya untuk berbicara dengan wanita asing itu.

Saat ini keduanya sedang berada di taman rumah sakit dengan Yoongi yang menatap penuh rasa penasaran seorang Wendy yang sedang merogoh tas miliknya kemudian memberikan map coklat ke tangan Yoongi yang kemudian mengernyit bingung.

"Apa ini?"

"Buka saja, aku tidak ingin berbasa-basi. Aku tau kau orang yang sangat penting." Ucap wanita itu seraya melipat kedua tangan dan menatap ke lain arah.

Yoongi mendengus tertawa kecil lalu perlahan mulai membuka map berwarna coklat tua itu. Matanya membulat membaca tulisan disana dan menatap Wendy dengan raut wajah terkejut.

"Kau berbohong. Apa-apaan ini!" Tangannya melepas kertas itu hingga jatuh di atas rumput hijau di bawah kaki keduanya.

Wendy beralih menatap Yoongi dengan menunjuk perut buncitnya. "Bukti dari semuanya, aku tidak berbohong. Ini adalah anakmu, kau ingat? beberapa waktu lalu kau pernah melakukannya."

Yoongi mengikuti telunjuk itu dan menatap perut wanita di hadapannya dan kemudian menggeleng kesal. "Tidak, dia pasti bukan anakku. Kau berbohong agar bisa meraup hartaku 'kan? Berapa uang yang kau inginkan, aku akan membayar mu!"

Aktris itu menatap penuh benci wanita yang berani berbohong dengan memberinya surat tanda kehamilan. Wendy menggelengkan kepalanya dengan mata mulai berkaca-kaca. "Aku tidak berbohong! kau pikir aku akan terima anak dari mu? Aku benci ini." Ucap Wendy membuang wajahnya dengan mata memerah penuh luka. Yoongi terdiam cukup lama, jujur dia benar-benar sangat syok.

Namun detik berikutnya pria tampan itu tergerak hati untuk menangkap pergelangan tangan putih Wendy.

"Maaf, tapi aku tidak bisa. Kau pasti tau aku seorang aktris."

Wendy menatap kedua mata Yoongi, satu air mata jatuh menuruni pipinya.

"Lalu bagaimana dengan anakmu? Apa kau mau menelantarkannya?" Yoongi terdiam menatap Wendy penuh bimbang.

"Aku tidak perduli, maaf sekali. Jika suatu hari dia bertanya bilang saja ayahnya tiada. Aku harus pergi, aku mohon jangan menganggu hidupku lagi dan jangan mengatakan apapun kepada media, aku akan mengirimimu uang untuk menebus rasa bersalahku."  Ucapnya, setelah mengatakan kalimat menyakitkan itu Yoongi membalikan tubuhnya berjalan pergi dari sana.

Wendy menjatuhkan tubuhnya yang terasa melemas, ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, rasa sakit di hatinya tidak dapat di bayar oleh apapun dan Yoongi, pria yang sudah mengobrak-abrik hidupnya memilih untuk tidak ingin perduli.


























TBC.

Masih penasaran? Komen jika ingin di up chapter berikutnya

Dan jangan lupa vote!

THE MAZE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang