Juni yang direnggut

41 12 14
                                    

▪▪▪


12 agustus 2020


Hamparan laut biru di depannya ia tatap dengan sendu. Sedalam lautan itu mungkin lukanya digoreskan. Nampak sulit untuk dilupakan ataupun disembuhkan. Bahkan suara deburan ombak tak bisa menenangkan. Semilir angin tak terasa menyejukan. Dia benar benar terluka. Namun senyum tipisnya terukir saat sebuah suara memanggilnya.

“Mamah!”

Wanita itu menoleh dan tersenyum lebar pada anak laki laki kecil yang tengah berlari menghampirinya. Wajahnya berubah cerah seakan lukanya telah sembuh seketika.

“Juni!” sambutnya seraya membalas dekapan anak itu dengan lembut.

Anak itu memeluknya manja dan terus tersenyum padanya, membuatnya ikut tersenyum tiada henti pula.

“Mah, Juni laper. Juni mau makan,” rajuk anak itu.

Wanita itu masih tersenyum, kali ini tersenyum geli. “Baiklah. Kita cari kios makanannya yah. Coba kita ke arah utara. Ayo!”

Dia menggandeng tangan mungil itu dengan penuh kasih. Mereka tampak bahagia, seakan tak pernah terluka.

“Aa...”

Anak itu membuka mulutnya lebar lebar dan menerima suapan dari sang mamah. Dia mengunyahnya dengan penuh semangat dan senyuman manis yang tak kunjung pudar.

Wanita itu mengacak gemas puncak kepala anaknya.

“Bagus. Makanlah yang banyak nak!”

Kebahagiaan yang sepertinya takkan berakhir itu disaksikan seorang lelaki yang menatapnya nanar. Helaan nafasnya sangat berat. Rasanya sangat sakit, melihat sang istri terus terhanyut dalam imajinasinya yang tak berujung. Senyuman manis itu harusnya menjadi sangat indah jika senyum itu senyum normal. Tapi tidak. Itu senyuman yang seharusnya tidak ada.

Akan sampai kapan dia berimajinasi pada kehadiran putra mereka yang telah lama tiada? Juni mereka, telah tiada. Kapan, istrinya sadar dari hal itu?

“Maya!”

Dengan senyum cerah wanita itu menoleh pada suaminya.

“Mas Danil. Sini mas! Makanlah bersama kami,” ajak Maya girang.

Danil duduk di samping Maya dan tersenyum lembut, “ya. Kamu makan banyak?”

Maya tersenyum, “dari pada aku, lihatlah mas. Juni makan dengan sangat lahap. Iya kan Juni?”

Tidak ada lagi binar kebahagiaan. Kini di mata Maya hanya tersirat kebingungan. Kemana Juninya pergi?

“Maya?” panggil Danil.

“Mas! Juni ke mana? Tadi dia di sini, dia ke mana? Juni!” Wanita itu sangat panik. Tak terkendali, dan itu melukai hati Danil.

“Juni!”

Tangan Danil bergerak untuk mendekap sang istri. Dia menahan agar air matanya tak jatuh berhamburan. “Tenang Maya sayang...” hibur Danil.

“Juni. Cari Juni mas!” Maya masih histeris dalam dekapan Danil.

Danil mengeratkan dekapannya tiap kali Maya ingin lepas darinya.

“Maya... Juni...”

Tapi Maya tak mengindahkan, “cari dia!”

“Maya tenanglah. Sadar! Juni...” Dan Maya kembali memotong, “mas cepat cari dia! Dia pasti tersesat di sekitar sini. Ayo mas!”

“Maya!!!”

Sentakkan itu membuatnya terdiam sementara.

“Sadar Maya. Juni kita... dia sudah tidak ada. Juni, sudah meninggal Maya,” jelas Danil perlahan. Entah sudah berapa kali hal seperti ini terjadi, rasanya Danil lelah menghadapinya.

Maya semakin menjadi ingin melepaskan diri dari Danil setelah mendengar itu. Dia menampar lelaki itu dengan kekecewaan yang mendalam, “Juni masih hidup! Dia akan kembali. Juni anakku masih hidup!!!”

Danil menggeleng, “Juni sudah meninggal! Aku sendiri yang memakamkannya. Dan kamu juga menyaksikannya saat dia berhenti bernafas! Kau lupa itu?!”

Deg

Maya seakan tertampar sesuatu yang menyakitkan.

“Di pantai ini... Juni pergi di pantai ini. Kamulah... yang melihatnya.”

Maya perlahan memandang laut lepas yang ada di samping kirinya. Sebulir air mata jatuh dengan lambat dari manik mata hitam pekat itu. Dia mengingatnya, kejadian itu. Tapi kepalanya berusah menolak. Itu tidaklah benar.

“Tapi Juni... tadi di sini. Juni masih hidup...” gumamnya lemah.


23 Juni 2020


Juni sangat senang bermain di bibir pantai, dia bermain bola dengan sang ayah. Tapi setelah beberapa saat, ayahnya pamit untuk mengangkat telpon dari kantornya. Sang mamah pun mengambil alih tugas untuk menemani putranya. Mereka bersenang senang tanpa henti. Namun, “sebentar Juni, mamah ambil makanan dulu. Kita harus istirahat kan?”

Maya pun berjalan menuju tenda mereka untuk menyiapkan makanan. Saat dia membalik badannya untuk memanggil sang anak, ia dikejutkan dengan pemandangan yang ia lihat.

“Juni!” pekiknya dan segera berlari menghampiri anaknya yang tengah berusaha menyelamatkan diri dari terkaman ombak.

Maya kelimpungan, bagaimana caranya melawan air sebesar itu?

“Juni!” hanya pekikkan panik dari mulutnya yang terdengar. Dia tak mampu berbuat untuk menolong dan disayangkan suaminya pun tak kunjung kembali sedari tadi. Hingga, bala bantuan yang datang terlambat. Benar benar terlambat. Juni, sudah tak terlihat. Dia kalah, ditelan ombak.

“Juni...”

13 agustus 2020

Maya dan Danil mengunjungi makam putra mereka. Peristiwa di bulan Juni yang merenggut nyawa Juni, masih setia membuat hati mereka sesak. Tapi, hidup harus tetap berlanjut bagi yabg masih hidup. Meski sulit, Danil akan berusaha untuk menyembuhkan luka Maya. Agar... dia bisa menerima.

~the end~

.
.
.


.

Jan lupa vote dan comment

Juni yang direnggutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang