"Boleh duduk disini?"tanyanya ramah.
"Eh iya. Boleh kak" jawabnya kelewat cepat. Ia menyadari itu seniornya.
"Oke thanks ya" balasnya masih ramah. Membuat siapa saja yang mendapat perlakuan itu langsung meleleh.
"Lanjutin aja makannya" timpal seniornya, sadar bahwa sedari tadi Lio hanya memandangi
"Eh iya..iya kak" Lio terbata-bata
Hening kemudian. Hanya suara dedaunan menari bersama angin yang terdengar. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing,
"Namamu siapa?" Seniornya kembali bertanya setelah hening yang tercipta. Lio yang sudah selesai dengan suapan terakhir menutup bekalnya, bersiap menjawab pertanyaan. Tiba-tiba,, bel berbunyi. Tepat sekali waktunya untuk memisahkan percakapan yang tengah dimulai. Lio buru-buru berdiri.
"Namaku Lio kak. Maaf ya bel udah bunyi, aku harus kekelas soalnya guruku tepat waktu banget. Killer abis" pamitnya sopan
******
Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, tanda berakhirnya pelajaran. Lio bersyukur dalam hati, waktu telah menyelamatkan nya dari kantuk. Sejarah menyebalkan. Dengan semangat ia memasukkan seluruh buku-buku kedalam tas.
Berlomba keluar dari kelas, tak lupa pula berpamitan pada teman semeja nya. Kini ia tak sendiri lagi menghuni meja terkutuk itu. Pasalnya, setiap pelajaran pasti meja itu jadi sasaran empuk para guru. Partnernya ini baru saja pindah kemarin. Siswi pindahan dari Jakarta.
Lio melangkah keluar kelas. Saat ingin menuju parkiran, sebuah tangan memegang pundaknya. Ia langsung menoleh dan mendapati laki-laki yang menolongnya kemarin.
"Mau pulang sama siapa?" Tanyanya antusias
"Sendiri, kenapa?" Lio menaikturunkan alis. Mereka seperti sejoli yang sudah sangat akrab. Padahal baru bertemu kurang lebih satu hari.
"Bareng yok, rumah kita kan searah" tawarnya
"Boleh, tapi betewe kamu ga sama temen?" Tanya Lio memastikan
"Enggak, temanku gaada yang searah rumahnya" terangnya membuat Lio mengangguk-anggukkan kepalanya.
Mereka berjalan beriringan menuju parkiran. Lio membuka kunci sepedanya dan perlahan mengayuhnya. Karel menyusul berusaha mengejar Lio yang sudah pergi terlebih dahulu. Hampir saja Karel berpikir untuk melajukan sepedanya kalau Lio tak memanggil-manggilnya.
Lio hanya bisa cemberut, memang salahnya meninggalkan Karel. Tapi bukan bermaksud apa-apa. Bukannya Karel tadi yang mengajaknya pulang bersama? Dasar. Dengan ogah-ogahan Lio menganyuh sepedanya.Tiba-tiba Karel berhenti dipinggiran jalan, dengan bingung Lio mengikuti tingkah laku Karel. Mereka berhenti di sebuah warung bakso. Mereka memesan bakso dan teh manis. Dengan lahap Lio memakannya, mungkin kelaparan karena mengayuh sepeda. Karel hanya tersenyum melihat tingkah Lio.
Baru kali ini ia bertemu dengan cewek yang apa adanya, tak memperdulikan penampilannya. Tanpa sadar Karel memikirkan Lio. Lio yang merasa dipandangi melirik Karel
"Hmm" Lio berdeham pelan memecah keheningan.
"Eh, Li ada apa? Keselek?" Tanya Karel dengan polosnya, masih tak mengerti maksud Lio.
"Gak kok. Tadi ada orang lewat kayak kenal gitu" jawabnya asal
Karel yang mendengar jawaban Lio belum yakin, namun ia tak berusaha bertanya lebih dalam lagi. Sebegitu polosnya kah Karel?
********Sepanjang perjalanan pulang, Lio bersenandung ria. Ia baru merasakan bahagianya masa SMA nya. Pulang bersama Karel tidak buruk juga. Lio sangat bersyukur bisa mengenal Karel begitupun sebaliknya.
Meski baru beberapa kali mengenal, namun keduanya sudah seperti sahabat. Setidaknya untuk saat ini.
"Li" panggil Karel cukup keras. Membuat yang dipanggil menoleh. Namun ia hanya mengangkat alisnya, mungkin malas berbicara
"Rumahmu arah mana? "
"Itu" tunjuk Lio setelah membagi pandangannya didua arah.
"Oke, ayok" Karel bersiap menyeberang.
"Hah?" Bingung Lio.
"Tunggu apalagi Li. Keburu tuh ayam-ayam selesai nyebrang?" Jawabnya menunjuk ayam yang sudah berbaris rapi.
"Ih apaan sih rel. Maksudku emang kamu mau mampir ke rumahku?" Lio serius bertanya
"Iyalah. Emang ada larangan?" Selidik Karel hati-hati
"Ga sih" jawab Lio sedikit bimbang. Pasalnya sudah empat bulan tinggal disini namun belum pernah sekalipun mengajak temannya kerumah. Ia sudah membayangkan ekspresi tantenya.
********
"Astaga Lio lama sekali pulangnya, tante sampai.." ucapan tante Nani menggantung di udara. Melihat siapa yang bersama Lio.
"Eh ada temen Lio. Silahkan masuk" lanjut tante setelah beberapa detik terpukau
"Iya tante. Terimakasih" ujar Karel sopan. Mengekori punggung Nani.
"Ayo duduk. Jangan sungkan. Mau dibuatin apa nih?" Tanya Tante antusias.
"Apa aja Tan. Aku minum semuanya kok" balas Karel sedikit tertawa. Menetralkan jantungnya yang berpacu lebih cepat dari biasanya. Lio yang menyadari tingkah Karel hanya tersenyum simpul.
Tak berapa lama Tante datang dengan membawa dua gelas jus jeruk. Tante Nani mempersilahkan mereka meminumnya."Kamu yang bantu Lio kemarin kan? Siapa namanya?" Tanya tante memastikan. Karel menatap Lio sebentar sebelum kembali fokus pada tante Nani.
"Iya Tan. Karel, Karel Arnando" balas Karel sopan.
"Namanya sama bagus dengan orangnya" Tante Nani tersenyum ramah. Aura keibuannya langsung terpancar.
"Iya dong tan. Semua orang yang ketemu aku juga bilang begitu. Karel tampan lebih tepatnya tan" sontak Lio tersendat, minumannya hampir saja menyembur keluar. Ia kira Karel akan jaim, menjawab 'terimakasih tan', 'oh tante bisa saja' atau apalah itu. Tapi tidak, selain lucu ternyata orang ini pedenya kebangetan.
"Astaga Lio kamu kenapa?" Tante tiba-tiba panik. Mungkin ia sudah tahu kenapa Lio bersikap seperti itu. Namun tetap saja tante Nani panik.
"Gapapa Tan" Lio melotot pada Karel.
Dasar KarelHalo semuanya. Saya kembali. Sorry guys ga update soalnya aku ujian.. hehe... Thankyou..happy reading..
KAMU SEDANG MEMBACA
CALL ME LIO
Teen FictionLio memutar hidupnya seratus tujuh puluh derajat. Kehidupannya berubah sejak perpindahannya ke rumah om dan tantenya. Lio si kutu buku bisa terhitung jari memiliki teman, kini harus menghadapi kedua cowok gokil di sekolahnya. Karel dan Steven, pert...