3.

9 0 1
                                    

Semakin hari aku mengenalmu, namun aku semakin tak mengerti dengan rasa yang bersarang dalam benakku.


Sudah beberapa minggu ini Satria dan Via disibukkan oleh persiapan lomba scrabble. Tidur dengan memeluk kamus scrabble yang tebalnya bukan main adalah kebiasaan mereka. Hampir setiap hari Satria main ke rumah Via untuk adu scrabble, kebetulan karena ayah Via juga seorang yang cukup ahli dalam bidang ini.

"AISH!! HHHHH!" desis Via. Ia mengacak-acak rambutnya yang diikat gulung.

Satria memperhatikan kelakuan gadis di sampingnya, "Udahlah, enggak usah dibawa stress." Ucapnya menenangkan. Ia tahu betul bahwa Via emosi dengan persiapan yang cukup gila ini. Beberapa hari kedepan adalah hari perlombaan. Via selalu ingin all out dan membawa pulang gelar juara. Ia sangat ambisius jika diminta mewakilkan sekolahnya.

"Ya enggak gitu, Tri. Gue nyiapin ini semua terus kalau kalah gimana?" tukas Via tajam.

Satria hanya diam dan tersenyum kecil. Ia tidak ingin mengganggu serigala yang lapar.

"Beliin gue minum dingin, Tri." Pinta Via tiba-tiba.

"Hah? Oh. Oke. Tunggu bentar." Satria bergegas pergi ke kantin dan membelikan apa yang diminta Via. Tak lupa, ia juga membeli permen kenyal rasa susu kesukaan Via. Mungkin ini akan membuat mood sahabatnya lebih baik.

"Makasih, Satria sayang..." kata Via dengan suara manja dan cengar-cengir bagai kuda saat menerima pemberian Satria.

"Dih, jijik tahu enggak!" desis Satria tajam. Stress sih boleh, asal jangan sampai halu ya, sahabat jadi 'sayang-sayang'-an.

"Huaaa!!! Huhuhuhu." Tiba-tiba Via teriak dan bersuara seperti orang menangis. Ia mengacak-acak rambutnya. Satria melihatnya dan langsung mendengus keras.

"Gue udah gila, Tri... Gue udah gilaaaaaa!!" teriaknya lagi sambil memukul-mukul kamus scrabble.

"Bukannya mimpi gebetan malah mimpi dikejer kamus scrabble gue... sedih amat dah jomblo..." keluh Via lagi.

"Makanya itu dimakan permen susunya! Lu kan suka." Ucap satria sembari mengarahkan pandangan pada permen susu yang ia beri.

Via yang baru menyadari keberadaan permen yang malang itu langsung diam dan buru-buru membuka bungkusnya. "Oh iya! Gak sadar gue kalau lu beli ini! HAHAHA! Makasih yaa Tri, emang paling mantul dah lu!" kata Via girang.

Setelah mengunyah permen susunya, Via kembali seperti orang kesurupan. Tapi kali ini kesurupan bintang iklan.

"Mmmmmm... mmm... Hai pemirsa dirumah! Rasakan kelezatan permen susu UHA yang bisa kalian dapatkan di warung terdekat! Mm.. mmm.. sangat lezat dan menyegarkaaan!!"

Satria tertawa terbahak. "Woi! Mana ada permen susu menyegarkan!"

"Oh iya juga. Itu mah Marimas ya, baru menyegarkan."

"Rasakan sensasi manisnya permen susu UHA yang sangat lezat! Lezatnya, sampe tumpeh-tumpeeh!" ulang Via dengan iklannya. Satria hanya menggeleng-gelengkan kepala sembari tertawa melihat kegilaan gadis di sampingnya.

Sepulang sekolah, mereka menunggu transportasi umum. Satria akan berlatih scrabble lagi di rumah Via.

"Lu kenapa enggak beli motor sih, Tri?" Tanya Via tiba-tiba.

"Ngapa emang?" Tanya Satria balik. "Naik angkot lebih seru lagi," lanjutnya.

"Dih. Ya kan lu cowok, udah SMA tuh biasanya dibeliin motor. Masak masih mau naik angkot?"

Satria tersenyum kecil, memasukkan tangan ke saku celana. "Yaaah... enggak papa lah, kan, naik angkotnya sama lu." Godanya pada Via.

"Idih apaan!" PLAK!! Via langsung mendaratkan pukulan keras ke lengan Satria. Satria yang pura-pura kesakitan membuat Via tertawa geli.

"Ya nanti kalo lu udah punya motor, anterin gue pulang lah." Goda Via balik.

"Hahahaha! Sa ae lu bungkus permen!" lalu mereka tertawa terbahak-bahak. Padahal, mereka menunggu kendaraan umum di perempatan depan masjid, yang sangat ramai dengan orang-orang. Tetapi mereka tidak peduli dengan keadaan sekitar. Yang penting, hepiii.

*****

"Bunda! Masak apa, Bun?" Tanya Via sembari menyalami Bundanya di dapur. Satria menunggu di ruang tamu.

"Sambel udang, cah kangkung, sama itu tuh si Erick buat es jeruk." Jawab Bunda.

Via menoleh ke arah meja melihat Erick sedang memeras jeruk. "Widih... kesambet apaan lu mau disuruh bikin es jeruk? Tumben bisa lepas dari mobile legend!" goda Via pada adiknya.

"Diem ah lu! Brisik!" tukas Erick pada kakaknya.

"Ada maunya kan lu? Bun, hati-hati Bun, jangan mudah diperdaya sama titisan jin ifrit ini Bun!"

"Gila ya lu! Sana urusin aja cowok lu lah! Gue lempar kulit jeruk juga lu ye!"

"Husss! Sudah-sudah, punya anak dua aja kok rebut terus yaaa. Pusing Bunda." Ucap Bunda sambil memegangi kepala.

"Hahaha yaudah Bun, aku ke depan dulu nemenin Satria. Nanti bilangin ayah ya Bun, scrabble-nya sudah aku ambil."

"Iya," jawab Bunda.

Ayah Via sedang ada perlu dengan Pak RT. Biasanya, ayah ke tempat Pak RT lewat pintu belakang rumah yang berada di dapur. Maka dari itu, Via titip pesan pada Bundanya, karena ia tidak mungkin melihat ayahnya lewat ruang tamu.

***

Setelah jam menunjukkan pukul 7 malam, Satria ingin pamit pulang pada orangtua Via. Mereka telah berlatih scrabble berjam-jam ditemani beberapa camilan dan es jeruk buatan Erick. Seperti biasa, Satria juga ikut makan malam bersama keluarga Via. Keluarga yang sangat hangat, rukun, dan harmonis yang membuat Satria sangat nyaman berada di rumah Via. Apalagi, orangtua Via yang sangat supportive dan inspiratif, membuat anak-anak semangat jika bercerita tentang masa depan dan cita-cita.

Sayang sekali, Satria harus pulang mala mini dan kembali ke keluarga aslinya. Dimana, tidak ditemukan suasana sehangat ini.

"Bunda, Ayah, Satria pamit ya," Ucap Satria yang sudah terbiasa memanggil orangtua Via dengan ayah-bunda, sembari mencium punggung tangan kedua orangtua itu.

"Hati-hati di jalan, nak. Kalau ada apa-apa telpon ayah saja, tidak usah sungkan. Malam-malam begini biasanya angkot sepi." Ucam ayah saat menepuk punggung anak lelaki tampan itu.

"Yaelah yah, dia kan laki-laki. Lagian udah sering kan pulang jam segini." Timpal Via pada ayahnya.

"Sering-sering main kesini nak, tidak usah sungkan." Ucap Bunda dengan senyum yang sangat tulus.

"Terimakasih, ayah, bunda. Vi, gue balik ya. Besok kita lanjutin latihan di perpus." Pamit Satria. Via hanya mengangguk dengan senyum. "Erick! Gue pulang!" teriak Satria pada Erick yang sedang sibuk war dalam gawainya. Erick tidak menjawab, Satria hanya terkekeh melihat kelakuan Erick yang ribut dengan war-nya.

Satria akhirnya berjalan ke arah tempat menunggu transportasi umum. Perasaan bahagia selalu muncul setelah ia berkunjung ke rumah Via.

***

FRIENDS WITH BENEFITSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang