tiga

12.2K 1.6K 216
                                    

Razan malu sekali ketika melihat dua orang pria ala-ala bodyguard  dalam film-film yang ditontonnya, berdiri di depan pintu kamar yang jadi tempat pertemuannya dan Sloan.
Tanpa suara mereka bergeser, mendorong pintu sedikit, mempersilakan Razan masuk.
Tau kah mereka untuk apa Razan menemui Sloan?
Seringkah mereka melihat wanita lain sejenis Razan?

Razan masuk, baru dua langkah, pintu kembali tertutup di belakangnya.
Diedarkannya pandangan ke sekeliling kamar super luas nan elegant ini.
Tidak ada Sloan di manapun.
Ke mana dia?
Apa Sloan belum datang?

Seumur hidupnya Razan belum pernah merasa selega ini.
Satu pikiran melintas cepat di otaknya.
Dia bisa pergi dari sini dan tidak perlu melakukan kesepakatan ini!
Tanp memikirkan resiko jika dia kabur Razan langsung berbalik, menarik gagang pintu tapi pintu tersebut tetap tertutup.
Razan mencoba beberapa kali tapi masih tidak bisa.

"Apa yang kau lakukan?" suara Sloan terdengar dari belakang.
"Mau kabur, berubah pikiran?"

Razan berbalik menemukan Sloan di depan pintu, kemungkinan kamar mandi mengingat Sloan yang hanya mengenakan handuk melilit di pinggul.
Razan mundur saat Sloan mendekat, bersandar ke pintu, membuang wajah ke arah lain.

Jarak Sloan hanya dua langkah darinya.
"Kau terlambat!" tuduhnya.

RAZAN menggeleng.
"Tidak. Aku tepat waktu. Mungkin jam mu lebih cepat dari jamku"

Sloan mendengus.
"Kita hidup dibelahan bumi yang sama, kalau beda menit masih mungkin tapi kalau beda jam, sudah lain ceritanya"

Razan menggeleng.
"Mungkin jam ku mati"

Sekali lagi Sloan mendengus.
"Tapi kau bisa melihat jam di mana saja. Toh jam mu bukan satu-satunya di dunia ini"

"Pokoknya aku sudah ada di sini. Kenapa harus membahas hal yang tidak penting" kesal Razan.

"Karena bagiku waktu adalah uang. Apa kau tidak tau berapa banyak uang yang hilang di dompetku saat menunggumu?"
Potong Sloan dingin.

Razan menelan ludah, perlahan memalingkan wajah menatap Sloan lagi.
"Maaf" bisiknya lirih.
Dia lupa bahwa uang lah yang membuatnya ada di sini.
Uang Sloan tepatnya.

Sloan sepertinya ingin kembali memarahi Razan tapi akhirnya hanya menghela napas dan mengusap wajahnya.
"Bersihkan dirimu. Ada jubah kamar yang sudah diletakan di sana"
Ucapnya pada akhirnya.

RAZAN menatap Sloan.
"Mandi?" tanya dengan otak buntu.

Kening Sloan berkerut.
"Apa lagi. Aku tidak tau kuman apa yang kau bawa saat ini.
Atau apa yang kau lakukan sebelum kemari"

Ah.. Masih saja sebuah hinaan.
Awalnya Razan sempat membayang Sloan yang tidak sabaran akan langsung menidurinya tanpa bicara apapun. Tapi ternyata Sloan tidak selapar atau senafsu itu dengannya.
Emangya kau siapa?
Ledek batin Razan sendiri.
Kau tidak istimewa, dia pasti sering melakukan ini dengan wanita lain yang jauh lebih cantik dan menyenangkan di bandingkan dirimu!

Razan mengangguk.
"Baiklah" bisiknya mulai melangkah tapi terhenti saat Tangan Sloan terentang menghalangi.
"Lakukan dengan cepat, jangan membuatku membuang waktu lagi untuk menunggumu"
Tegasnya.

Razan tidak menjawab, dia bergegas masuk ke kamar mandi, menelanjangi dirinya sebelum otaknya berpikir terlalu keras.
Berdiri di bawah Shower yang mengalirkan air hangat, Razan menggosok sabun ke kulitnya dengan kasar dan cepat.
Sabun ini jugakah yang Sloan gunakan, batinnya.
Dalam beberapa menit Razan sudah keluar dari kamar mandi dengan tubuh terbungkung jubah sutra berwarna putih dan Rambut lepek yang masih lembab, Razan tidak bisa mengeringkannya, dia takut Sloan akan marah jika terus menunggu.

Sloan sedang berdiri memakai jubah berwarna hitam, menatap ke luar jendela, menatap kembang api yang meledak menghias langit dengan warna-warni yang meriah.
Di tangannya tergenggam gelas berisi minuman berwarna emas.

Jadi dia juga butuh minum sebelum menyentuhku?
Benak Razan langsung membuat berbagai spekulasi.
Kalau sejijik itu, kenapa punya ide melakukan hal gila ini.

"Apa yang kau lakukan di sana?. Kemari lah! "

Suara Sloan membuat Razan terperanjat.
Di tatapnya pungung lebar Sloan.
Bahkan melihatmu pun di rasa tidak perlu, hina batin Razan tanpa henti.
Perlahan dia melangkah, berhenti selangkah di belakang Sloan.

Tanpa aba-aba Sloan mengulurkan tangannya menarik Razan hingga membentur sisi tubuhnya.
Lengan Sloan mengepit pinggang Razan yang kini menahan dadanya agar tidak menempel di rusuk bawah Sloan.

"Selama sepuluh tahun ini apa kau sudah berhenti memikirkanku?"
Geram Sloan dengan nada dingin.

Razan tidak bisa menjawab.
Emangnya apa yang bisa dikatakannya?
Apa dia harus bilang kalau tak seharipun dia pernah melupakan Sloan atau berhenti mencintainya?
Atau dia harus berbohong dan bilang kalau dia sudah melupakan Sloan begitu Sloan pergi?

"Kau wanita paling sombong tapi juga naif yang pernah kukenal"
Sambung Sloan.
"Terkadang aku kasihan melihat kebodohanmu.
Dulu aku pikir kau layak untuk dikasihani tapi ternyata begitu diberi hati kau malah melonjak dan jadi salah paham"

Razan tidak perlu mendengarkan semuanya itu.
Dia tau persis apa atau bagaiamana dirinya dulu.
Apa untungnya Sloan membicarakan hal tersebut sekarang ini?

"Sombong, bodoh tapi juga menyedihkan" sinis Sloan.
"Bahkan uang yang kau miliki dulu tidak bisa memberimu kebahagiaan sampai-sampai untuk mendapatkan kebahagiaan kau harus membuat orang lain menderita dulu"

Sakit! Jantung Razan bagai diiris ribuan sembilu.
Apa Sloan mendapatkan kebahagiaan dengan menyakiti Razan.
Apa itu karena dia masih memikirkan Kiami?
Apa Sloan masih mencintai Kiami?

Razan menelan ludah.
"Tolong, lakukan saja apa yang kita sepakati. Aku tidak ingin membuang waktumu lagi.
Aku mohon jangan bicara lagi"
Pintanya mati-matian menahan tangis.

Sloan tersenyum sinis.
"Kenapa?" bisiknya.
"Apa kau tidak sabar menjadi milikku?
Apa kau tidak mau menunggu lagi?
Apa kau ingin segera merasakan apa yang dulu tidak mau kuberikan padamu?
Meskipun kini situasinya terbalik, akulah yang memberimu uang.
Uang yang jauh lebih banyak dari yang coba kau tawarkan padaku dulu, saat meminta agar aku meninggalkan Kiami dan memilihmu"

Razan mencoba melepaskan diri dari belitan Sloan tapi dia tidak bisa melawan kekuatan Sloan.
Pria itu jauh lebih besar dibanding dulu tapi Razan masih seperti dulu tapi dengan tubuh yang jauh lebih kurus.

Sloan tertawa.
"Kenapa kau marah. Apa mendengar cerita masalalu membuatmu tidak nyaman.
Bukankah itu yang biasanya di lakukan dua orang teman yang bertemu kembali setelah berpisah lama?"

Razan tau kalau Sloan bisa melihat airmatanya saat ini.
"Kau tidak pernah jadi temanku. Tidak ada satu orangpun yang pernah jadi temanku.
semuanya bersikap manis di depanku tapi menertawakan, menghina di belakangku.
Jangan pikir aku tidak tau hal tersebut.
Aku selalu tau tapi aku memilih pura-pura bodoh dan tidak menyadarinya agar aku bisa terus dikelilingi, diperhatikan dijilat supaya aku tidak perlu merasa sendirian dan kesepian dan terbuang meski pada Akhirnya aku tetap merasa seperti itu."

Terlambat!
Melihat sorot mata dan ekspresi Sloan, Razan tau dia sudah terlalu banyak bicara.
Sesuatu yang tidak seharusnya dia katakan kini justru diketahui Sloan.
Razan benci jika rahasia hatinya terungkap, apalagi jika orang tersebut adalah Sloan!

******************************
Vote 1000
komen 200 ya.

(05072020) PYK.

Mencoba Untuk Tidak Mencintai #one Night Stand (Book1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang